Siang semakin habis. Senja telah menyambut menunggu datangnya malam. Salwa saat ini tengah menyelidiki soal Daniah. Namun, sebelum ia menyelidiki apa yang Arlan minta, ia menyelidiki terlebih dahulu apa hubungan Daniah dengan Arlan, sampai-sampai Arlan begitu ingin tahu segalanya tentang Daniah. Bagi Salwa menyelidiki hal seperti ini tidaklah sulit. Salwa sangat terkejut ketika ia tahu bahwa Daniah adalah isteri dari Arlan.
"Tidak, ini tidak mungkin! Jadi pak Arlan sudah menikah dengan gadis ini?"
Salwa seolah mendapat kabar yang sangaf buruk dalam hidupnya. Selama bertahun-tahun ia menyimpan rasa untuk Arlan, namun dalam sekejap perasaan itu hancur dalam hitungan detik saja. Salwa meremas foto Daniah sampai kusut karena marah.
"Tidak, ini tidak bisa aku biarkan. Pak Arlan hanya milikku. Aku tidak akan membiarkan gadis itu merebut apa yang seharusnya menjadi milikku sejak awal."
Salwa benar-benar dibakar oleh api cemburu terhadap Daniah. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Arlan telah menikah dengan gadis lain secara rahasia.
"Tapi sebelum aku menghancurkan dirinya, aku harus mengetahui semua tentangnya. Tunggu saja!" gumam Salwa.
Sementra itu Arlan tengah mengerjakan beberapa pekerjaan di rumahnya, ditemani oleh secangkir kopi yang telah menghangat. Mata Arlan mulai merasa letih setelah dua jam berada di depan layar komputer. Lantas, ia berhenti sejenak bersandar pada kursi sambil memijat pelan keningnya. Lalu, ia menoleh pada jam dinding yang telah menunjuk pada angka 17:35. Sudah hampir magrib.
"Sudah hampir sore, tapi Daniah masih belum pulang juga. Apa yang sedang dia lakukan sampai sore seperti ini?" gumam Arlan terpikirkan Daniah di tengah kesibukkan pekerjaannya.
"Tunggu! Kenapa aku harus peduli dia sedang apa atau mau pulang atau tidak?" tambahnya sembari menggeleng mencoba menangkal kecemasannya dan menepisnya dari pikirannya.
Arlan meneguk sedikit kopi hangatnya. Lalu ia kembal menatap layar komputernya. Jemari tangannya mulai bermain di atas huruf-huruf keyboard dengan sangat rapi dan cepat. Ia melanjutkan pekerjaannya menunggu adzan magrib tiba. Tiba-tiba listrik mati begitu saja. Arlan terkejut karena semua menjadi sangat gelap.
"Apa yang terjadi? Kenapa lampunya mati?" Arlan mulai panik karena ia memang takut dengan gelap. Ia perlahan bangkiit dari duduknya, tangannya menyapa-nyapa benda yang ada disekitarnya.Arlan mencoba untuk tetap tenang meski dalam hati ia merasa takut.
Saaat kecil Arlan pernah diculik saat usianya 5 tahun. Dan ia disekap dalam ruangan yang gelap seorang diri. Setelah 3 hari Arlan menghilang akhirnya Ajeng menemukannya dalam kondisi yang penuh luka dan kurus kering karena kelaparan. Sebab itu, ia trauma dan takut sekali pada ruangan yang gelap.
Tiba-tiba Arlan mendengar suara gebrakan pintu yang terbuka. Sontak Arlan jongkok dan menutup telingannya. Ingatan yang menakutkan itu seketika kembali muncul dalam ingatannya. Keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhnya. Nafasnya memburu cepat seolah ia habis berlari maraton.
Arlan melihat ada seseorang yang masuk ke ruang kerjanya. Semua yang terjadi sekarang sangat persis seperti waktu ia di sekap. Dulu ia pernah di pukuli dengan kayu oleh si penculik. Dan melihat orang yang datang ke ruang kerjanya dengan membawa pemukul baseball membuat Arlan semakin takut. Traumannya itu membuat ia sulit mengendalikan ketakutannya. Orang itu, kini berdiri dihadapan Arlan tertunduk menatap dirinya yang ketakutan. Arlan mendongak untuk melihat sosok itu.
Namun, ia memakai jaket bertudung yang menyembunyikan setengah dari wajahnya, juga dia memakai topeng. Sama persis dengan orang yang pernah menculikny dulu.
"Hallo,Arlan!" sapa orang tersebut. Didengar dari suara dan perawakannya orang adalah pria. "Apa kau ketakutan sekarang? Tenanglah, aku tidak membunuhmu. Tapi aku tidak jamin kalau aku tidak akan melukaimu," ucap orang itu semakin membua Arlan gemetar. Kalimat yang diucapkannya sama persis dengan apa yang ia dengar dulu.
Orang itu tersenyum simpul dibalik topengnya melihat Arlan yang ketakutan seperti anak yang baru berusia 5 tahun. Lalu, ia jongkok menatap Arlan lebih dekat lagi.
"Mari kita bermain. Ini akan sangat menyenangkan," bisik orang itu.
"Tidak! Tidak, pergi! Tidak!" Arlan menutup telinga danmatanya rapat-rapat. Arlan merasak sesak sesktika. Peluh keringat membajiri tubuhnya.
Tatkala Daniah baru saja tiba dirumahnya. Ia heran kenapa rumahnya begitu gelap sekali. Lantas ia mencoba menyalakan lampu. Namun, tidak berfungsi. Daniah mencobanya beberapa kali, namun hasilnya tetap sama. Lantas, ia mencari Arlan di kamar tetapi tidak ia temukan. Lalu, ia mencari ke ruang kerjanya. Awalnya Daniah tidak melihat adanya keberadaan Arlan dimanapun dalam kegelapan. Tetapi, seketika lampu menyala lagi dengan sendirinya. Daniah melihat Arlan yang terduduktakut sambil menutup kedua telinga dan matanya di pojok dekat meja kerjanya.
"Mas Arlan? Mas ada apa? Apa yang terjadi Mas?" ucap daniah terkejut menghampiri Arlan.
Perlahan Arlan membuka kedua matanya setelah mendengar suara Daniah. Ia menatap Daniah pucat dengan sorotan mata yang terlihat takut, namun merasa lega setelah Daniah ada disana. Tanpa mengatakan apapun lagi, Arlan langsung mendekap tubuh Daniah dengan erat. Sontak daniah membelalak kaget dengan apa yang Arlan lakukan.
"Jangan pergi! Jangan pergi! Kumohon!" seru Arlan tanpa sadar mengataknnya.
Tentu hal itu membuat Daniah merasa sangat keheranan, namun ia juga merasa senang karenanya. Lagi-lagi Daniah merasa deg-degan saat dipeluk oleh Arlan. Sesaat lamanya Arlan memeluk erat tubuh Daniah.
"Mas Arlan baik-baik saja?" tanya Daniah menyelidiki.
Lantas, Arlan segera melepaskan pelukannya. "Hah? Ah... I-iyah. Aku hanya sedikit panik tadi," jawab Arlan gelagapan seraya mengusap peluh keringat dingin di dahinya.
"Mas Arlan terlihat pucat sekali. Mas Arlan sakit, yah?" sahut Daniah lagi menerka sambil meraba jidat Arlan. Namun, segera Arlan tepis tangan Daniah itu dari jidatnya.
"Aku baik-baik saja," jawab Arlan sambi memalingkan wajahnya kecut. Daniah mengangkat bibirnya atasnya singkat.
"Baiklah. Udah magrib, Mas. Kita sahalat yuk!" balas Daniah sambilbangkit berdiri dan berjalan keluar dari ruang kerja Arlan menuju kamarnya.
Arlan manatap kepergian Daniah. Ia menghela nafas lesu ketika Daniah benar-benar telah berlalu pergi. Ia mengusap wajahnya kasar. Ia memikirkan apa yangbaru saja terjadi padanya. Dan siapa orang yang telah melakukan semua ini? Darimana ia tahu semua itu? Dan apa tujuannya? Pikir Arlan saat ini.
Untuk saat ini, Arlan mencoba untuk tidak memikirannya dahulu. Ia segera bangkit untuk pergi menunaikan shalat magrib bersama Daniah.
Selepas shalat magrib, Daniah memasak dan menyiapkan malam untuk Arlan dan dirinya. Daniah tidak melepaskan tatapannya dari Arlan sejak mereka duduk dimeja makan dan memulai aktivitas makan mereka. Arlan merasa tidak nyaman dengan tatapan yang daniah berikan untuk dirinya selama aktivitasnya makannya.
"Hei! Berhentilah menatapku seperti itu!" seru Arlan.
Danoah memicingkan tatapan penuh curiga. "Mas Arlan beneran baik-baik saja?"
"Iyah! Aku baik-baik saja. Jadi, berhentilah menatapku dan makan saja makananmu!" jawab Arlan sedikit meninggikan suaranya.
"Baiklah, kalau begitu."
Daniah akhirnya berhenti menatap Arlan. Lalu, melahap makan malamnya.
Daniah kembali teringat pada tulisan di toilet Cafe tadi siang. Haruskah Daniah ceritakan soal tulisan itu pada Mas Arlan? Tapi, Mas Arlan nampak sedang banyak pikiran saat ini. Kasihan Mas Arlan. Lebih baik, untuk sekarang Dankah tidak usah menceritakan soal tulisan itu. Daniah tidak ingin Mas merasa cemas dan gelisah. Apalagi, menambah bebannya saat ini. Bathin Daniah.
Daniah mengurungkan niatnya untuk memberitahu soal tulisan misterius itu pada Arlan. Ia kembali menyantap makan malamnya dengan lahap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Risyifatih Alhafiz
semoga hubungan Arlan dan daniah cepet membaik dan bisa saling melengkapi satu sama lain
2022-01-02
3