Waktu telah menunjukkan pukul 21:45. Arlan baru saja pulang dari kantor. Nampak guratan rasa lelah terpampang di wajahnya. Ajeng menyambut kepulangan Arlan. Meski, Arlan tidak pernah menyukainya.
"Malam sekali pulangnya. Apa di kantor sangat sibuk?" tanya Ajengn mencoba basa-basi.
"Mamah ngapain, sih masih disini? Kenapa gak pulang saja?" sahut Arlan malah bertanya dan mengabaikan pertanyaan Ajeng.
Jujur, Ajeng merasa sakit hati ketika Arlan berkata demikian. Namun, ia memakluminya karena Ajeng paham mengapa Arlan bersikap seperti ini, dan belum bisa memaafkannya.
"Daniah, kan masih sakit. Jadi, Mamah berniat mau menginap saja di sini, untuk menjaga Daniah," jawab Ajeng.
Arlan tidak menjawab. Ia hanya menghela nafas lalu menatap ke arah pintu kamarnya. "Apa dia sudah membaik?" tanya Arlan sambil membuang muka.
Ajeng tersenyum karena pertanyaan Arlan yang menonjolkan bahwa ia peduli terhadap Daniah. "Iyah. Daniah sudah membaik. Demamnya juga sudah turun," balas Ajeng.
"Oh," balas Arlan singkat masih berpura-pura bersikap tidak peduli. Lalu, ia hendak akan pergi ke kamar untuk membersihkan diri.
"Arlan!" panggil Ajeng menghentikan langkah putranya itu. "Kamu sudah makan malam atau belum, nak?" tanya Ajeng.
Jujur, Arlan senang Ajeng memperhatikannya. Namun, bagi Arlan itu semua sudah sia-sia. Perhatian yang diberikan Ajeng sekarang, tidak lagi diharapkan oleh Arlan.
"Sudah," balas Arlan begitu singkat dan berlalu begitu saja. Sikap dinginnya itu terhadap Ajeng membuat Ajeng sangat sedih. Arlan tidak pernah memberi Ajeng kesempatan untuk menjadi Ibu yang baik baginya.
Meski Ajeng sadar, semua ini terjadi karena kesalahannya juga. Dulu, ia telalu sibuk bekerja, hingga tidak pernah sedikit pun ada waktu untuk putranya. Meski, semua yang ia lakukan itu demi agar Arlan bisa hidup dengan baik, dan berada di titik kesuksesannya yang sekarang. Namun, ia tetap salah karena tidak pernah menunjukkan perhatiannya pada Arlan karena pekerjaan. Maka pantas, jika Arlan bersikap begitu dingin dan tidak peduli kepadanya.
Ajeng kembali ke kamar setelah mengunci pintu. Sementara itu, Arlan kini masih mandi dan membersihkan diri. Setelah selesai ia bersiap untuk tidur. Ia menghela nafas, ketika mendapati Daniah yang tertidur dengan lelap.
Ia berjalan menghampiri Daniah dan menarik selimut Daniah hingga ke dada. "Dasar gadis bodoh! Masa depanmu masih cerah. Mengapa kau harus terjebak dalam pernikahan ini?" gumam Arlan.
Lalu, ia meraba jidat Daniah untuk memeriksa apakah demamnya sudah turun atau belum. Daniah bisa merasakan sentuhan tangan Arlan, lantas ia terbangun dan membuka matanya.
"Mas Arlan?" ucap Daniah membuat Arlan langsung mengerjap menarik kembali tangannya dengan cepat dari jidat Daniah. Ia melangkah mundur sedikit lebih jauh dari tempat Daniah.
"Mas Arlan udah pulang?" tanya Daniah. "Kapan Mas Arlan pulang?" tambahnya lagi.
"Barusan," balas Arlan gerogi dan membuang muka. "Kembalilah tidur. Aku juga mau tidur," tambahnya dengan nada datarnya sambil melangkah menuju ranjang dan berbaring membungkus dirinya dengan selimut tebal.
Daniah hanya menghela nafas. Namun, tiba-tiba...
Duuuutttt.....
Arlan terkejut karena suara kentut Daniah yang sangat nyaring terdengar, menggema di seluruh kamar. Arlan kembali terbangun dan melirik pada Daniah.
Daniah begitu malu sampai-sampai ia harus menutupi wajahnya dengan selimut.
"Maaf, Mas Arlan. Daniah gak sengaja," ujar Daniah takut kalau Arlan akan marah padanya.
Arlan tidak menjawab atau menggubrisnya. Ia hanya kembali tidur. Entah kenapa Arlan merasa lucu dengan hal itu. Lantas, ia menyungging senyum sambil menutup kembali matanya.
Daniah, mengintip Arlan yang kembali tidur tanpa berkata apapun. "Aduh, Daniah! Kenapa harus kebablasan begitu, sih..."
Daniah benar-benar sangat malu terhadap Arlan. Baru kali ini Daniah kentut sebesar itu dihadapan orang. Apalagi itu adalah Arlan.
Malam terus berjalan. Daniah dan Arlan terlelap tidur setelah melewati hari yang cukup panjang dan melelahkan.
****
Pagi ini Daniah bersiap untuk pergi. Sebab, hari ini memang hari minggu. Ia berencana akan pergi mengunjungi pak Herman tetangganya dulu bersama Astrid, Kevin dan Ega.
"Udah cantik ajah! Mau kemana?" tanya Ajeng ketika mendapati Daniah keluar kamar dengan dandanan yang rapih.
"Mah, Daniah mau minta izin keluar bareng temen-temen, yah?" pinta Daniah dengan lembut dan sopan.
"Tapi, kamu kan masih sakit, sayang," sahut Ajeng masih khawatir dengan kondisi Daniah yang belum benar-benar pulih.
"Daniah udah sembuh kok, Mah. Lagi pula, Daniah gak mau memanjakan sakit Daniah. Nanti jadi kebiasaan," balas Daniah sambil tersenyum lebar.
"Kamu bisa saja. Memang mau kemana?" tanya Ajeng lagi sambil mengelus lembut kepala Daniah yang di balut jilbab berwarna biru muda langit.
"Daniah mau mengunjungi pak Herman tetangga Daniah yang suka bikin dodol itu. Mamah, pernah ketemu waktu jemput Daniah untuk tinggal di rumah Mamah, ingat gak?"
Sejenak Ajeng terdiam berpikir menggali semua memorinya pada saat itu. "Oh iyah! Mamah ingat! Yasudah, tapi kamu harus minta izin dulu sama Arlan, yah?"
"Iyah Mah. Tapi, Mas Arlan kemana yah? Kok, dari shubuh Daniah gak liat Mas Arlan." Daniah celingak-celinguk mencari sosok Arlan.
Kebetulan Arlan baru saja kembali dari jongging.
Arlan sengaja berangkat jongging habis shalat shubuh, dan ia baru kembali setelah jam 07:43.
"Mas Arlan!" Panggil Daniah menghampiri Arlan.
Arlan melirik tanpa menggubrisnya. Lalu berjalan menuju meja makan untuk mengambil segelas air putih.
"Mas, Daniah izin keluar yah?" pinta Daniah sedikit canggung. Arlan tidak langsung menjawab dan meneguk air minum yang baru saja ia tuangkan ke gelas.
"Untuk apa kamu meminta izin dariku. Kalau mau keluar yah, keluar saja. Toh, aku gak peduli," jawab Arlan begitu kecut dan datar.
Lantas, Arlan hendak akan pergi ke halaman belakang rumahnya berniat untuk merehatkan kakinya yang lelah habis lari dan bersantai dikursi panjang halamam belakang.
Namun, tiba-tiba Daniah mengambil tindakan yang membuat Arlan dan Ajeng terkejut. Ia memeluk Arlan tiba-tiba dari belakang.
"Terimakasih, Mas Arlan. Jangan terlalu merindukan Daniah," bisiknya.
Sontak Arlan melepaskan pelukan Daniah dan menatapnya penuh heran juga amarah. "Apaan sih! Gak jelas!" seru Arlan sambil kembali melangkah pergi ke halaman belakang.
Ajeng hanya tersenyum dengan cara Daniah yang mencoba mencari perhatian Arlan. Ia senang karena Daniah ternyata gadis yang cukup cerdas menghadapi putranya.
Ketika Arlan tiba di halaman belakang, ia tiba-tiba bergidik takut. "Kelihatannya saja polos dan lugu. Tapi, dia lebih berbahaya dari yang kuduga," gumam Arlan.
Arlan tidak pernah menduga Daniah akan memeluknya seperti itu. Arlan duduk dengan jantung yang berdegup kencang.
"Tidak tidak. Jangan! Ini karena aku terkejut. Benar, pasti karena terkejut."
Arlan menghembus nafas kasar dan berusaha mengendalikan detakan jantungnya yang mulai tidak terkontrol. Ia terus saja menyangkal bahwa jantungnya berdegup karena ia gugup saat Daniah memeluknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
amiamiii
kls berapa Danish tor
2022-01-09
1
Ilmi Padila
usaha yg baik daniah semangat 💪
2021-10-06
0