Pukul 13:44. Ajeng tiba di sebuah Cafe Cofee Lattena untuk mengikuti kegitan arisan bersama teman-temannya. Nampak semua sudah berkumpul dan memesan minuman juga makanan.
"Hai! Ajeng, apa kabar?" sapa Leni, wanita berambut pendek dengan riasan menornya.
"Baik, Len," balas Ajeng langsung duduk di kursi kosong yang memang sudah tersedia untuknya.
"Jeng, kemana saja? Kenapa dua pekan ini, kamu gak ikut kumpul bareng kita lagi?" tanya Lilis yang tidak kalah menornya dengan Leni.
"Aku lagi banyak urusan. Apalagi dua pekan kemarin, toko rame terus. Jadi, aku sibuk ngurusin toko," balas Ajeng.
"Oh gitu, pantas kamu susah sekali di ajak ketemuan," sahut Tari, yang paling muda diantara yang lainya.
Lantas, Ajeng memesan es coffee pokat-fore coffe. Sambil menunggu pesanannya datang Ajeng hanya menyimak obrolan dari teman-temannya.
"Oh iyah Len. Aku denger anak Marcel hari ini pulang dari Korea?" tanya Tari lagi beralih pada Leni-Ibu dari Marcel.
"Iyah. Tadi sih, katanya dia baru sampai di apartemennya," jawab Leni nampak jelas diraut wajahnya menunjukkan kebanggaan untuk putranya.
"Marcel itu hebat banget, yah Len. Kamu beruntung banget punya anak yang sangat terkenal seperti Marcel. Karirnya melesat dengan cepat."
Leni semakin melebarkan senyumannya karena pujian dari Lilis. "Tentu saja. Putraku memang sangat hebat," sahutnya membanggakan putranya dihadapan teman-temannya.
Ajeng hanya tersenyum mendengar perbincangan mereka soal Marcel.
"Tapi, Arlan juga gak kalah hebat. Aku lihat, Arlan membuat produk baru, bahkan iklannya di bintangi oleh model yang belum lama sedang naik daun dan tengah diperbincangkan oleh publik, siapa namanya.....?" ujar Lilis lagi beralih memuji Arlan.
"Allen Lucina, artis muda yang cantik dan mempesona itu," sambar Tari menyambung.
Leni meredupkan senyumnya tidak suka, ketika Lilis mulai membicarakan Arlan.
"Iyah itu maksud aku. Tapi, Jeng... Kapan kamu mau menikahkan putramu itu? Padahal dia kan sudah sukses, terus tampan. Apa kamu tidak berniat untuk menikahkannya?" tambah Lilis membuat Ajeng tersedak karena terkejut mendapat pertanyaan dari Lilis itu.
Ajeng tersenyum terpaksa. "Aku belum memikirkannya," jawab Ajeng singkat.
"Yaelah, Jeng! Anakmu sudah 30 tahun. Nanti keburu tua, kalau gak di cariin dari sekarang!" seru Tari menyela. "Gini ajah. Aku punya kenalan, dia punya seorang anak perempuan. Anaknya cantik, pintar, juga sangat berkelas. Pokonya aku pikir akan sangat cocok sama Arlan," tambahnya.
"Ah, tidak. Tidak usah. Aku pikir, biar Arlan saja yang memutuskan soal pasangan hidupnya. Aku hanya akan mendukung keputusannya saja," balas Ajeng.
Perbincangan ini membuat ia tidak nyaman. Alih-alih mereka tengah membicarakan Arlan. Daniah dan teman-temannya mengunjungi tempat yang sama sehabis dari toko Pak Herman.
Karena trik matahari yang menyengat, membuat mereka merasa sangat haus, sehingga mampir ke Cafe yang sama dengan Ajeng, sebab Cafe itu searah menuju jalan pulang.
"Jeng, Gimana? Mau gak aku kenalin Arlan sama anak gadis konglomerat itu? Pasti cocok, kok! Percaya deh sama aku!" seru Tari terkekeh ingin menjodohkan Arlan dengan gadis anak dari teman konglomeratnya.
Daniah tidak sengaja mendengarnya, dan mendapati Ajeng disana. Sekilas, Daniah terkejut dengan perbincangan yang ingin menjodohkan Arlan-suaminya dengan wanita lain. Namun, Daniah tetap menyungging senyum untuk Ajeng meski tidak menyapa.
Ajeng merasa tidak enak pada Daniah ketika itu. Namun, ia membalas senyum Daniah dan mengedipkan mata pada Daniah, mengisyaratkan agar Daniah tidak perlu cemas atau memikirkan perkataan Tari tadi.
"Eh, bukannya itu tante Ajeng?" bisik Astrid.
"Iyah, tapi sebaiknya kita jangan menyapanya. Karena Mamah Ajeng sedang kumpul dengan teman-temannya. Ayo, kita duduk saja dan memesan," jawab Daniah sambil menarik pelan tangan Astrid menuju meja yang kosong dekat jendela.
Ajeng menghela nafas. "Jeng! Malah ngelamun! Gimana, mau gak?" kekeh Tari membuyarkan lamunan Ajeng.
"Hah? Ah, kurasa tidak perlu. Maaf, tapi aku lupa hari ini aku ada urusan di toko. Aku duluannya!" seru Ajeng kini menghindari perbincangan tentang menjodohkan Arlan bersama wanita lain.
"Eh, Jeng! Lho kok, pergi!" seru Lilis mencoba menahannya.
"Aku benar-benar minta maaf. Tapi, aku memang harus pergi!" serunya lagi sambil bangkit dan pergi ke kasir untuk membayar pesanannya tadi. Lalu, pergi begitu saja.
Daniah merasa tidak enak melihat kepergiaan Ajeng sepeeti itu meninggalkan teman-temannya.
Mamah Ajeng pasti merasa tidak enak karena aku. Sebab itu, Mamah Ajeng pergi. Bathin Daniah merasa bersalah.
"Kalian mau minum apa?" tanya Kevin.
"Yee! Kevin yang bayar, kan?" sahut Astrid.
"Benar! Kevin yang akan bayar semuanya!" seru Ega menyambar dan ikut-ikutan.
"Eh, kenapa jadi gue yang bayar, sih!" sahut Kevin.
"Kan kamu yang paling kaya di antara kita," terang Astrid tersenyum lebar.
Kevin memutar malas kedua bola matanya. "Oke oke, gue yang bayar."
"Temen-temen, Daniah mau ke toilet dulu yah?" sela Daniah meminta diri.
"Eh, mau pesen apa dulu?" cegah Astrid bertanya.
"Samain ajah sama kamu," balas Daniah sambil tersenyum dan berlalu pergi menuju toilet.
Ketika di toilet Daniah mencuci mukanya. Lalu, tiba-tiba Daniah merasa kalau ia sedang ada yang mengawasi. Perasaannya benar-benar tidak enak sekali.
Segera Daniah tepis dan buang jauh-jauh perasaannya itu. Mungkin, itu hanya perasaannya saja. Lantas, Daniah berniat untuk kembali. Tiba-tiba lampunya padam. Sontak Daniah terkejut bukan main.
Tidak lama kemudian lampu kembali menyala. Namun, sungguh Daniah amat tertegun kaget juga takut ketika tiba-tiba ada sebua tulisan mengerikan di tembok.
Tunggu saja pembalasanku. Kalian akan menyesalinya.
"Apa ini? Apa maksud dari tulisan ini? Siapa kamu? Keluarlah!" Daniah sangat ketakutan saat itu juga.
Tidak hanya tulisan saja yang terpampang. Melainkan ada foto pernikahan mereka yang tercorat oleh noda darah. Segera Daniah mengambil foto itu.
Siapa lagi yang melakukan semua ini? Kenapa alasannya. Kenapa dia bisa tahu, kalau Daniah istri sah Arlan? Padahal, sebisanya mungkin pernikahan itu terjadi tanpa di ketahui oleh siapapun kecuali penghulu dan dua saksi orang. Yaitu, Pak Herman dan Bu Nur- isteri Pak Herman.
Daniah pun segera pergi kembali menemui teman-temannya. Ia mencoba bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ia tidak mau membuat semua orang bertanya kenapa jika ia menunjukkan ketakutannya dan kegelisahannya soal tulisan dan foto pernikahannya dengan noda darah tersebut.
"Lama banget. Ngapain sih," ujar Astrid.
"Maaf, pesanannya udah datang?" sahut Daniah memasang wajah yang ceria meski hatinya saat ini sedang gelisah dan takut.
"Yah, baru dateng sih," sahut Ega.
"Habis ini kita mau ngapain?" sela Kevin mengalihkan perbincangan.
"Daniah mau pulang saja. Daniah gak enak, kalau harus ninggalin pekerjaan rumah. Gak papah, kan?" jawab Daniah memberi alasan.
"Yah, kalau memang begitu. Kita juga gak bisa maksa kamu, kan?" balas Astrid.
"Yaudah, gak papah. Kita pulang saja habis dari sini," sahut Kevin menyungging senyum singkat.
"Eh, tapi gue pulang rumah lo yah, Vin. Di rumah gue sepi, kagak ada orang. Lagi pula kita bisa vs bareng, seru tuh!" seru Ega.
"Yaudah, iyah!" balas Kevin.
"Gue ikut dong! Please! Gue males pulang," imbuh Astrid.
"Oke, bolehlah."
Astrid tersenyum lebar sambil menyeruput es coffeenya yang dingin dan segar itu. Sementara Daniah hanya tersenyum dan bengong masih syok dengan apa yang ia dapati di toilet tadi.
Apa maksud dari semua itu? Bathin Daniah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
amiamiii
pagi menjelang siang Thor...sehat n semangat 💪💪💪 lanjuuut baca...👍😄
2022-01-09
1
Fitrah Fitrah
arom aroma jhat jd mles mbaca ny
2022-01-08
1