Tidak ada yang tahu, kapan dan dalam keadaan apa orang bisa berubah. Bagi Daniah, semua hanyalah masalah waktu saja. Jauh didalam hati Daniah, ia juga awalnya terasa begitu berat untuk memutuskan jalan hidupnya lewat pernikahan ini. Ia tidak tahu, apakah keputusannya menerima pernikahan ini adalah yang terbaik baginya atau malah sebaliknya.
Namun, dengan ikhlas dan yakin, bahwa Allah selalu ada bersamanya, membuat ia menjadi berani untuk mengambil keputusan ini. Daniah percaya sepenuhnya pada jalan takdir yang telah Allah tetapkan untuknya, bahwa semua itu adalah jalan yang terbaik.
Satu jam. Daniah terlambat satu jam, dan satu mata pelajaran. Ia baru saja tiba didepan gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat. Keringat membasahi baju seragamnya. Ia habis berlari karena tidak ada taksi yang bisa ia cegat. Lantas, ia menggunakan angkot. Itu pun tidak sampai sekolah. Hanya sampai pada perempatan, yang terbilang masih jauh dari sekolahannya. Sebab, arah tujuan angkot itu berlawanan dari arah tujuan Daniah menuju sekolahnya.
Diperempatan sana, sama sekali tidak ada ojek. Terpaksa Daniah harus berlari sampai sekolah dari sana. Cukup memakan waktu yang banyak untuk bisa tiba disekolah dengan cepat.
"Bagaimana ini? Pelajaran kedua, adalah ulangan matematika. Ah! Berpikir Daniah, berpikir!" seru Daniah begitu panik tidak tahu harus bagaimana.
Lantas, ia baru saja terpikirkan ada sebuah pohon besar, yang bisa membantunya untuk melewati pagar sekolah. Ia pun segera pergi memutar menuju belakang sekolah. Ia memanjat pohon dan melompati pagar sekolah yang cukup tinggi itu.
Sayang sekali, pendaratannya ketika melompat tidak mulus. Ia terkilir ketika melompati pagar itu. Daniah sempat meringis kesakitan. Namun, ia tidak pantang menyerah dan segera beranjak bangun. Daniah berlari sedikit pincang karena rasa nyeri di kakinya terasa menyakitkan. Tapi, ia tidak akan mengalah begitu saja. Sebab, jika Daniah sampai melewatkan ulangan matematika ini, maka ia akan kehilangan satu poin besar dalam nilainya, apalagi ia terlambat di jam pertama, juga akan mengurangi nilai poin kedisiplinannya.
Daniah tidak ingin itu terjadi. Bukan karena ia ingin menjadi siswa teladan. Melainkan, ia tidak ingin dua poin utama itu akan mempengaruhi, masuknya ia ke universitas khusus memasak, yang mengutamakan kedisiplinan.
Daniah tiba di depan kelasnya beberapa saat kemudian. "Assalamu'alaikum!" seru Daniah menjadi pusat perhatian seisi kelas. Ia terlihat sangat kacau sekali. Nafasnya tersengal-sengal memburu dengan cepat.
"Maaf bu, Daniah sangat terlambat," tambahnya merasa begitu malu karena mulai terdengar gemuruh bisikan dari teman-teman satu kelasnya.
"Tidak biasanya kamu terlambat. Apalgi kamu terlambat satu jam penuh," ucap guru matematika yang baru saja akan membagikan lembaran ulangan.
"Daniah minta maaf, bu. Daniah akan bertanggung jawab karena keterlambatan Daniah. Tapi, izinkan Daniah untuk mengikuti ulangan matematika," pinta Daniah benar-benar malu menatap gurunya itu.
"Pasti ada alasan mengapa kamu bisa terlambat sampai sesiang ini. Baiklah. Kamu boleh ikut dalam ulangan matematika. Tetapi, saat istirahat tiba. Temui ibu diruangan konseling, mengerti?"
"Baik, Bu. Terimakasih banyak," balas Daniah merasa sangat bersyukur karena Bu Winda memberikan keringan baginya.
Karena biasanya Bu Winda adalah guru yang tidak mau tahu. Jika terlambat yah, terlambat. Mau sedang ada ulangan atau tidak. Siswa yang terlambat tidak boleh mengikuti kelasnya.
Namun, Daniah mendapat keringanan. Sebab, Winda tahu bahwa Daniah anak yang sangat jujur. Dan ia menyukai kejujuran Daniah.
Daniah duduk dibangkunya disamping Astrid. "Hei! Ada apa? Tidak biasanya kamu telat seperti ini? Penampilanmu juga benar-benar kacau," bisik Astrid ingin tahu.
"Tidak papah. Hanya ada sedikit masalah dijalan," jawab Daniah menyungging senyum tipis.
Sementara Kevin kini tengah menatap Daniah dengan penuh rasa heran juga kasihan. Pasti ada sesuatu yang terjadi, sehingga ia harus terlambat seperti ini. Pikir Kevin. Tidak hanya itu, Kevin juga menyadari bahwa Daniah terluka. Meski Daniah mencoba berjalan sewajar mungkin, namun Kevin menyadarinya.
Ulangan matematika berjalan dengan lancar. Semua siswa mengerjakan ulangan mereka sampai batas waktu yang ditentukan. Ketika waktunya habis, semua siswa mengumpulkan lembaran jawaban mereka selesai maupun tidak, mereka harus berhenti mengerjakannya dan mengumpulkan lembaran jawaban mereka.
"Daniah, jangan lupa temui Ibu saat istirahat!" ucap Winda mengaskan dan mengingatkan Daniah. Lalu, ia pun beranjak pergi meninggalkan kelas, untuk digantikan oleh pelajaran selanjutnya.
Kelas kembali ramai setelah kepergian Winda. Sambil menunggu guru selanjutnya datang ke kelas Daniah membuka buku catatan mengeluarkan buku catatan untuk pelajaran selanjutnya.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Kevin mengajag dan menghampiri Daniah.
"Hah? Ah, iyah."
"Apa ada masalah?" tanya Kevin lagi.
Daniah tersenyum dan menggeleng. "Tidak. Tidak ada. Kembalilah duduk, kelas berikutnya akan segera dimulai," balas Daniah.
"Ini!" seru Kevin seraya mengulurkan sapu tangan untuk Daniah. Daniah menatap bingung pada Kevin. "Keringatmu. Kamu sangat berkeringat," tambahnya.
"Ah, terimakasih," sahut Daniah mengambil sapu tangan itu dari Kevin.
"Udah sana! Balik ke bangku lo!" sambar Astrid berseru pada Kevin.
"Lo ganggu ajah, sih!" sahut Kevin.
"Jangan sok , romantis deh, lo! Geli tahu gak sih, liatnya!"
"Yee.. Terserah gue dong! Sirik ajah lo!" balas Kevin tidak mau kalah.
"Apa, lo bilang? Sirik? Enak ajah lo ngomong, gue itu gak..."
"Trid, udahlah! Jangan bertengkar! Masih pagi," sela Daniah merasa risih mendengar perdebatan mereka.
"Iyah, maaf. Lagian tuh, anak ngeselin mulu!" balas Astrid.
Sementara Kevin kini kembali ke tempat duduknya.
"Jangan gitu. Nanti, kamu suka lho!"
"Idih! Aku? Suka sama cowok kayak dia? Ogah!" sambar Astrid sambil bergidik singkat.
"Jadi maunya sama siapa? Ega?" balas Daniah lagi mulai menggodanya.
Astrid melirik Daniah sambil mengerutkan keningnya. "Yang benar saja. Si Ega? Gue lebih ogah! Gak ada sedikit pesona terpancar dari dia, ihhhh! Mikirinnya ajah, gue mau muntah!"
"Segitunya? Padahal, aku perhatiin. Ega suka sama kamu," ucap Daniah lagi sambil tersenyum kecil.
"Udah ah! Makin ngaco ajah kamu, Dan!"
Daniah hanya tersenyum kecil. Tidak lama kemudian guru datang untuk memulai kelas berikutnya.
Selang satu jam kemudian, istirahat tiba. Daniah tidak lupa akan pesan Winda untuk menemuinya di ruangan konseling. Namun, ia juga merasa sedikit heran. Kenapa harus di ruang konseling? Kenapa gak di kantor guru saja? Biasanya juga selalu di kantor guru.
Apakah, ada perbincangan yang pribadi selain hukuman? Daniah memiliki firasat buruk soal ini. Apa yang ingin di sampaikan Bu Wida sampai harus memanggilnya ke ruangan konseling. Jika hanya untuk hukumannya, tidak mungkin harus sampai di ruangan konseling.
Daniah sampai di ruangan konseling dan mengetuk pintu. "Assalamu'alikum!"
"Wa'alaikumussalam. Silahkan masuk!"
Daniah masuk dan duduk disofa yang disediakan oleh sekolah. Sejenak Daniah merasa gugup untuk menghadapi Winda guru matematikannya itu. Ada perihal apa, sehingga ia ingin Daniah datang ke ruangan konseling? Pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
🌸EɾNα🌸
keren ceritanya aku sukaa 👍
jangan lupa feedback ke ceritaku ya
"Janji Di Ujung Mimpi"
kutunggu kedatangannya makasih 😍
2020-08-03
2