Arlan tidak pernah habis pikir. Mengapa Daniah mau bertahan sejauh ini? Apa alasan dia begitu mempertahankan pernikahan ini, meski ia harus terluka setiap hari? Arlan terus dipenuhi akan pertanyaan saat ini. Ia terus saja bengong sejak tiba diruangannya. Duduk termenung menatap kosong layar komputer yang ada dihadapannya.
Tiba-tiba sebuah ketuka pintu menyadarkan Arlan dari semua pikiran dan pertanyaan tentang Daniah.
Tok... Tok.. Tok..
"Pagi, Pak Arlan!" sapa Salwa sekretarisnya Arlan dengan sopan dan lembut.
"Pagi! Ada apa?" balasnya Arlan bertanya akan kedatangannya.
"Maaf, Pak. Tapi, saya hanya mau mengingatkan. Kalau 10 menit lagi, Bapak harus pergi meeting," balas Salwa.
"Ah, baiklah. Terimakasih. Kamu bisa pergi lebih dulu. Biar saya menyusul nanti," sahut Arlan sambil bangkit dan merapihkan dasinya. Lalu, mengancingkan jasnya.
Ia pun segera pergi ke ruang meeting. Nampak, beberapa staf karyawan telah hadir disana. Meeting berlangsung cukup lama, membahas beberapa hal penting.
"Jadi, kalian sudah berhasil mengontrak Allen, untuk model iklan produk baru kita ini?" tanya Arlan.
"Tentu saja, pak. Allen menyetujui setelah membaca kontrak yang Pak Arlan usulkan, dengan membayarnya 3 kali lipat dari biasa yang ia hasilkan diperusahaan-perusahaan yang pernah merekrutnya," ujar salah satu staf karyawannya.
"Benar, Pak. Saya rasa dengan merekrut Allen sebagai model iklan kita, pasti akan meningkatkan penjualan produk baru kita ini. Karena Allen, sekarang adalah salah satu model iklan yang sedang naik daun dan banyak diperbincangan oleh publik," timpal salah satu staf karyawan lainnya.
"Tentu saja. Penjualan produk baru kita ini, harus menjadi produk yang terbaik. Dan tentunya, hasil penjualan harus meningkat dengan pesat. Karena aku sudah mengeluarkan begitu banyak uang untuk iklan ini," ucap Arlan.
"Tentu saja, Pak. Kami akan bekerja keras untuk memasarkan produk ini dan meningkatkan penjualannya."
"Baiklah, itu bagus. Lakukanlah yang terbaik untuk perusahaan ini," balas Arlan seraya bangkit dari duduknya. "Meeting hari ini, sampai disini saja. Selamat bekerja keras," tambahnya sebelum akhirnya ia pergi berlalu bersama dengan sekretarisnya.
Ketika menuju ruangannya balik. Arlan berjalan cukup cepat sekali. Ia masih memikirkan apa yang salah pada Daniah? Padahal, ia masih muda untuk bisa mencari cinta yang ia inginkan. Bukannya malah bertahan dengan pria tua dingin seperti dirinya.
"Salwa?" panggil Arlan tiba-tiba langkahnya terhenti begitu saja. Sangat mendadak, hingga langkah Salwa pun harus terhenti dengan mendadak.
"Iyah, Pak?" sahut Salwa.
"Begini, aku ingin kamu mencari tahu tentang sesuatu. Kamu bisa melakukannya? Ditengah kesibukkanmu ini?" pinta Arlan bertanya. Ia mulai penasaran akan asal usul Daniah sebelum Arlan mengenal dirinya setelah bangun dari komanya empat bulan yang lalu. Dan yang paling ingin ia ketahui, mengapa Daniah begitu menginginkan pernikahan ini?
"Tergantung, mungkin saya bisa melakukannya, disaat saya hanya memiliki waktu lenggang. Dan saya tidak bisa menjamin, saya bisa melakukannya dengan cepat atau tidak. Sebab, banyak hal yang harus saya kerjakan untuk beberapa bulan ke depan, mengenai produk baru kita," balas Salwa menjawab sesuai pemikirannya.
"Baiklah. Tidak papah," sahut Arlan sedikit menunjukkan kekecewaannya.
"Namun, jika hal sangat penting bagi Pak Arlan. Saya akan melakukannya semampu saya," tawar Salwa mengecualikan pemikirannya itu.
Arlan menatap Salwa sejenak. Lalu, ia kembali berjalan menuju ruangannya. "Ikuti aku!" pinta Arlan.
Salwa mengikuti hingga ruangan Arlan. Lalu, ia menujukkan foto Daniah pada Salwa. Namun, bagi Salwa wajah Daniah serasa tidak asing dan sepertinya ia pernah melihatnya. Pikirnya dalam hati. Namun, ia tidak begitu yakin.
"Tolong, bisakah kamu mencari tahu segalanya tentang gadis ini. Dimana ia tinggal, dimana ia lahir, siapa orang tuanya, pokoknya semuanya. Aku ingin tahu segalanya."
Salwa sejenak menatap kembali foto Daniah. Lalu, ia tersenyum pada Arlan. "Akan saya lakukan," balas Salwa tidak mau banyak bertanya. Meski Salwa ingin tahu banyak mengapa bos-nya itu ingin mencari tahu segalanya tentang gadis di foto itu-Daniah. Apa hubungan mereka? Pikir Salwa.
"Baiklah. Terimakasih," sahut Arlan lagi. Sambil kembali duduk dikursi kerjanya, dan kembali menatap layar komputer melanjutkan pekerjaannya.
"Kalau begitu, saya permisi kembali bekerja," ucap Salwa meminta diri. Arlan hanya mengangguk memberi isyarat tanpa meliriknya. Lantas, Salwa segera keluar dan kembali ke meja kerjanya yang kebetulan tidak jauh dari ruangan Arlan.
Salwa terus saja melihat foto Daniah. Ia merasa bahwa ia pernah bertemu dengannya.
"Tapi dimana? Kapan?" tanya Salwa terus memutar kembali memorynya yang telah lampau. Namun, ia tidak ingat sama sekali. Karena hal itu pula, ia merasa kesal karena tidak mengingatnya.
"Ah, sudahlah!" seru Salwa seraya menggeleng cepat dan menaruh foto Daniah terbalik dimejanya. Lantas, ia pun kembali fokus pada pekerjaannya yang tengah sibuk-sibuknya. Itulah yang ia rasakan setiap akan meluncurkan produk baru diperusahaan tempat ia bekerja. Setiap harinya, terasa sangat melelahkan. Tidak ada sedikit waktu pun yang bisa ia nikmati untuk bersantai. Semua waktu hanya terisi hanya untuk pekerjaan.
Apalagi sekarang, ia harus mencari tahu tentang Daniah disela-sela kesibukkannya yang amat padat. Namun, walaupun begitu ia tetap bertahan pada pekerjaannya saat ini. Sebab, selain gajinya yang sangat besar, ia juga sangat menyukai Arlan.
Ia bekerja untuk Arlan, kurang lebih sudah 9 tahun. Salwa, adalah wanita berusia 30, sama seperti Arlan. Ia mulai bekerja, sejak usia 21 tahun. Sementara Arlan, sudah menjadi CEO bagi perusahaanya semenjak usia 18 tahun. Tepat setelah lulus SMA.
Karena kejeniusannya itu, dan pemikirannya yang sangat luas dan mudah dalam memahami segalanya. Membuat ia menjadi CEO termuda di Jakarta. Tanpa harus kuliah, ia bisa mengembangkan memimpim perusahaan dan mengembangkannya dengan sangat pesat dalam waktu singkat.
Arlan menggantikan ayahnya sejak saat itu, karena ayahnya meninggal oleh penyakit ganas yang mematikan, yaitu gagal jantung.
Arlan sejenak berhenti, dan memijat kepalanyole telunjuk dan ibu jarinya. Lalu, ia memutar kursinya hingga menghadap ke arah jendela yang menampakkan pemandangan gedung-gendung yang tinggi.
Ia mengambil gagang telepon yang terpanjang di meja kerjanya. Lalu, menekan tombol yang menyambungkannya pada Salwa.
"Bisakah aku mendapat secangkir kopi?"
"Tentu, Pak. Tunggu sebentar!"
Salwa menutup teleponnya dan sejenak melihat kebalik jendela ruangan Arlan. Ia bisa lihat Arlan yang tengah bersandar pada kursinya dengan mata tertutup. Ia hanya menghela nafas dan segera bangkit pergi membuatkan kopi untuk Arlan.
Arlan tidak biasa dibuatkan kopi oleh OB. Karena terakhir kali ia menyuruh OB yang membuatnya, ia sampai memuntahkannya balik karena tidak enak menurutnya.
Jadi, Salwa selalu membuatnya sendiri. Karena ia sudah tahu takaran kopi yang Arlan sukai. Selama 9 tahun terakhir, ia yang selalu membuatkan kopi untuk Arlan. Dan Arlan selalu menikmati kopi buatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments