Bab Delapan Belas

"Pagi setelah sarapan saja kita ke rumah sakit. Aku mau istirahat sebentar. Abi dan Bunda ada menemani Hawaa," jawab Adam.

"Apa Kak Hawaa telah sadar saat kamu kembali ke sini?" tanya Annisa.

"Belum. Dokter mengatakan tak ada makanan yang masuk selama dua hari ini. Berarti kamu tau sendirilah, hanya air saja masuk tubuhnya sehingga asam lambungnya naik hingga ke tenggorokan dan menyebabkan sesak napas. Makanya sampai pingsan," jawab Adam.

"Maafkan aku, Dam!" ucap Annisa dengan penuh rasa bersalah.

"Kenapa harus minta maaf? Bukan salah kamu. Hawaa nya aja yang tak pernah mau diomongi. Selalu telat makan. Makanya aku yang paling menentang saat dia mau kerja ke luar kota. Karena aku tau dia selalu menyepelekan makannya," balas Adam.

Annisa menarik napas dalam. Dia sangat menyesal karena telah berbohong pada sang suami mengenai keadaan Hawaa. Jika saja dia jujur, mungkin gadis itu tidak harus berakhir di rumah sakit, pikir Annisa.

Adam tampak mulai terlelap. Terlihat dari napasnya yang teratur. Annisa lalu ikut memejamkan matanya.

Setelah salat subuh, Adam mengajak Annisa untuk mencari sarapan, sekalian untuk kedua orang tuanya. Dia mengajak istrinya untuk sarapan di rumah sakit saja.

Sepanjang perjalanan keduanya saling diam. Tak ada yang bersuara. Annisa sesekali melirik ke arah Adam. Pria itu tetap tampan walau sedang berkonsentrasi mengendarai mobil.

Sejak awal berkenalan dia telah langsung jatuh cinta. Berapa bahagianya Annisa saat mengetahui Adam memiliki perasaan sama. Dia merasa wanita paling beruntung di kampus, karena bisa menjadi kekasih pria itu. Banyak wanita harus patah hati saat mengetahui keduanya menjalin hubungan.

Rasa cintanya hingga hari ini tak berubah, sama besarnya seperti saat pertama bertemu. Itulah yang menyebabkan dia begitu cemburu. Takut sekali kehilangan pria itu.

"Dam, apa kita nanti malam masih menginap di hotel?" tanya Annisa memecahkan kesunyian di antara mereka.

Adam menoleh sekilas dan tersenyum. Pandangannya kembali tertuju ke depan.

"Kamu menginap di rumahku saja, Nisa. Nanti sore kita cek out saja dari hotel," ucap Adam.

"Jadi kita mulai hari ini tinggal di rumah Abi?" Kembali Annisa bertanya.

"Seminggu atau satu bulan ini kita tinggal bareng mereka. Setelah itu aku akan beli rumah atau apartemen. Apa kamu keberatan?" Kali ini Adam yang balik bertanya.

"Tentu saja aku tak keberatan, Adam! Berarti mulai malam nanti kita tidur di kamar kamu," jawab Annisa.

"Nanti malam kamu tidur sendiri saja. Aku mau menjaga Kak Hawaa. Kasihan Abi dan Bunda jika harus mereka lagi yang begadang di rumah sakit," balas Adam.

Annisa terdiam mendengar ucapan suaminya itu. Mau marah, tidak mungkin. Apa yang Adam katakan itu benar adanya. Tak mungkin Abi dan Bunda yang menjaga Hawaa lagi. Pasti mereka kelelahan. Tapi, ini juga tak adil baginya. Bukankah mereka pengantin baru, seharusnya menghabiskan malam pertama berdua.

Adam membeli sarapan bubur ayam kesukaan Hawaa. Dia berharap gadis itu mau makan. Tadi Bunda mengatakan jika ia telah sadarkan diri.

"Apa aku boleh ikut menjaga Kak Hawaa denganmu?" tanya Annisa saat mobil kembali melaju setelah membeli sarapan.

"Apa kamunya tak keberatan? Kamu tau sendiri bagaimana istirahat di rumah sakit. Tak sempurna tidurnya," ujar Adam.

Annisa menjawab pertanyaan Adam dengan menganggukkan kepala dengan ragu. Dalam hatinya bertanya, apakah dia terlalu cemburu sehingga mau ikutan menginap saat mengetahui suaminya akan menjaga Hawaa.

"Apakah selama ini aku saja yang salah menduga jika Adam memiliki perasaan pada Hawaa? Apakah memang perhatian yang dia berikan hanya sebatas saudara?" tanya Annisa pada dirinya sendiri.

Adam dan Annisa berjalan di lorong rumah sakit dengan langkah perlahan. Keduanya jalan beriringan hingga sampai di kamar rawat inap Hawaa.

Setelah mengetuk pintu dan dipersilakan masuk, keduanya membuka pintu. Pemandangan pertama yang di lihat adalah Bunda yang sedang menyuapi Hawaa.

"Sudah Bunda. Aku dah kenyang," tolak Hawaa saat bunda ingin menyuapi dia lagi.

"Baru dua sendok kamu makannya, Nak!" balas Bunda.

"Tapi aku benar-benar sudah kenyang," ujar Hawaa.

Adam lalu mendekati ranjang. Meletakan bubur ayam ke atas meja yang ada di samping tempat tidur.

"Kalau kamu tak suka masakan rumah sakit, ini aku ada bawa bubur ayam," ucap Adam.

"Aku sudah kenyang, Dam. Nanti saja aku makan bubur ayamnya," balas Hawaa.

Abi yang awalnya duduk di sofa akhirnya berdiri. Dia mendekati ranjang dan memandangi Hawaa dengan tatapan tajam.

"Jangan seperti anak kecil, Hawaa. Makan saja harus di paksa. Ini semua demi kesehatan kamu! Bagaimana bisa kamu sembuh jika makan saja susah!" jawab Abi dengan sedikit emosi.

Hawaa yang tak pernah mendengar bentakan dari Haikal tentu saja terkejut. Seketika matanya mulai berkaca-kaca. Bunda langsung menggelengkan kepalanya.

"Abi, mungkin Hawaa masih belum ada selera makan. Nanti bisa makan lagi," ucap Bunda.

"Abi melepaskan kamu kerja di luar kota, karena berharap kamu akan lebih dewasa dan bisa menjaga diri sendiri. Bagaimana kamu bisa bertanggung jawab dengan pekerjaan jika buat diri sendiri saja kamu tak bertanggung jawab!" ucap Abi.

"Maaf, Abi. Aku tak akan telat makan lagi!" balas Hawaa dengan suara pelan karena menahan tangisnya.

"Mulai hari ini kamu resign kerja. Kerja di perusahaan Abi saja membantu Adam. Jika kamu pingsan di kost siapa nanti yang akan menolong?" tanya Abi.

Hawaa menggelengkan kepalanya. Air mata tak bisa dia tahan lagi. Dia tak mau resign. Sekarang gadis itu sedang mengerjakan satu proyek besar yang akan bisa membuat karirnya makin tinggi.

"Aku masih mau kerja di sana, Abi," ucap Hawaa memohon.

"Abi tak mau mendengar kamu masuk rumah sakit lagi! Cukup sekali ini. Seandainya Adam tidak cepat membawa kamu ke rumah sakit, entah apa yang terjadi," ucap Haikal.

Tubuh gadis itu tampak berguncang karena menahan tangis. Dia menggelengkan kepalanya tanda menolak.

"Abi, sudahlah. Nanti setelah Hawaa sehat, kita bicarakan di rumah lagi," ujar Bunda Syifa.

Abi menarik napas untuk meredakan emosinya. Dia melihat anak gadisnya itu menangis terisak.

Annisa hanya diam mendengar apa yang mereka debatkan. Dalam hatinya berdoa agar Hawaa menolak dan membantah keinginan Abi-nya untuk bekerja di perusahaan milik keluarga untuk membantu Adam.

"Apakah aku jahat jika berdoa agar Hawaa menolak keinginan Abinya. Aku hanya ingin mempertahankan sesuatu yang telah menjadi milikku. Bagaimana bisa aku mengalihkan perhatian Adam jika dia terus bersama Hawaa. Bagi Adam, Hawaa adalah pusat dunianya," gumam Annisa dalam hatinya.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Yunia Afida

Yunia Afida

kamu kan istrinya adam

2024-04-01

0

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

karena abi Haikal ga tahu di balik alasan putrinya kekeh pindah ke luar kota demi menjaga hatinya yang udah rapuh sih,,,

2024-03-31

0

Dwi MaRITA

Dwi MaRITA

kentara beud.... kalok hawa manja, pen diperhatikan teros... haikal, bpk nya aja jengah.... kalok dah kluar rmh jauh ya kudu move on donk, jan mikirin lalakik orang teros.... 😤

adam jugak... kelewat oon, masak manten anyar sll melewatkan istri, ladang pahala tuh.... mo nungguin hawa terosss.... kan ada gafi, ART yg bisa diajak gantian njaga... nggak seharian full, siang malem nungguin hawa.... adam², kok nggak mikir perasaan istri.... percuma sekolah tinggi tp nggak punya adab kek mana mmperlakukan sorang istri... 😩😪

2024-03-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!