Bab Tujuh Belas

Adam duduk gelisah di samping tempat tidur. Sedangkan Hawaa terbaring lemah dengan wajah pucat. Adam memejamkan matanya, mencoba untuk tetap tenang di tengah kepanikan yang meluap di dalam dadanya.

Setelah beberapa saat, seorang perawat datang menghampiri. "Permisi, Bapak. Apa yang terjadi dengan pasien ini?" tanya perawat dengan penuh perhatian.

Adam memandang perawat itu, dengan wajah serius ia menjawab, "Kakak saya ini tiba-tiba pingsan di rumah. Saya khawatir ada yang serius terjadi padanya."

Perawat tersebut mencatat beberapa informasi dari Adam lalu berkata, "Perasaan panik Anda wajar, Pak. Kami akan segera memeriksa kondisi Ibu Hawaa. Silakan tunggu di ruang tunggu ini."

Adam mengangguk dan memohon dalam hati agar Hawaa baik-baik saja. Beberapa saat kemudian, seorang dokter muda dengan seragam putih datang ke ruang tunggu. Adam menatapnya dengan harap-harap cemas.

"Dokter, bagaimana kondisi Hawaa? Apa yang terjadi padanya?" tanya Adam cepat.

Dokter itu tersenyum dan menenangkan Adam, "Jangan khawatir, Pak. Ibu Hawaa mengalami gejala naiknya asam lambung yang cukup parah. Itu sebabnya dia pingsan. Tapi, jangan khawatir, kami akan segera memberikan penanganan yang tepat."

Adam merasa lega mendengar penjelasan dari dokter tersebut. "Terima kasih, Dokter. Mohon berikan perawatan terbaik untuk Hawaa."

Dokter itu mengangguk dan pergi meninggalkan Adam di ruang tunggu. Adam kembali duduk di kursi, menunggu dengan penuh kegelisahan. Beberapa saat kemudian, seorang perawat datang menghampiri Adam.

"Permisi, Pak Adam. Dokter memerlukan beberapa informasi lebih lanjut mengenai riwayat kesehatan Hawaa. Bisakah Anda memberikan informasi tersebut?" tanya perawat dengan ramah.

Adam menjawab, "Tentu saja. Apa yang dokter butuhkan?"

Perawat mencatat beberapa pertanyaan yang diajukan oleh dokter dan Adam menjawab dengan seksama. Dia menjelaskan bahwa Hawaa memang sering memiliki masalah asam lambung namun belum pernah sedemikian parah hingga menyebabkan pingsan.

Beberapa saat kemudian, perawat itu menginformasikan bahwa Hawaa telah dipindahkan ke ruang perawatan dan Adam diperbolehkan untuk menemuinya. Adam cepat-cepat melangkahkan kakinya ke ruang tersebut.

Saat memasuki ruangan, Adam melihat Hawaa yang terbaring di atas ranjang. Wajahnya tampak lelah. Adam duduk di samping Hawaa dan menggenggam tangannya dengan erat.

"Hawaa, kenapa sampai begini? Ini yang aku takutkan kalau kamu tinggal di luar kota. Kamu pasti akan lupa makan," ucap Adam dengan lirih.

Biasanya bunda yang akan selalu mengingatkan hingga menyuapi gadis itu, memaksanya makan. Bunda dan Adam memang selalu saja menasehati gadis itu karena pola makannya yang tidak pernah teratur.

Adam langsung teringat kedua orang tuanya. Dia menghubungi mereka beberapa kali, tapi tak ada jawaban. Akhirnya pria itu memutuskan menghubungi bibi, dan meminta wanita paruh baya itu mengatakan tentang keberadaan Hawaa di rumah sakit.

***

Satu jam sudah Hawaa di ruang perawatan, tapi belum ada tanda dia akan sadarkan diri. Tadi memang dokter memberikan obat, mungkin juga efek itu yang membuat dia tetap terlelap.

Abi dan Bunda datang bersama Gafi. Mereka langsung menuju ranjang dan melihat tubuh gadis itu yang tampak semakin kurus. Semua jelas terlihat karena menggunakan pakaian di rumah sakit. Wajahnya juga pucat.

"Apa kata dokter mengenai penyakitnya, Adam?" tanya Bunda.

"Asam lambung, Bunda," jawab Adam.

"Pasti dia sering tidak makan. Bunda yang salah, biasanya selalu mengingatkan dia untuk makan. Tadi pagi Bunda tak memperhatikan. Maafkan Bunda, Sayang," ucap Bunda Syifa.

Abi memeluk bahu bunda yang duduk di samping ranjang. Dia mengecup pucuk kepala Syifa.

"Jangan merasa bersalah begitu, Bun. Semua tidak ada yang salah. Kita sibuk dengan pesta. Jadi tidak ada saling memperhatikan," balas Abi Haikal.

Bunda tak bisa menahan air matanya. Sambil menggenggam tangan gadis itu bunda terus membacakan doa.

"Di mana Annisa?" tanya Abi.

Adam terkejut mendengar pertanyaan sang Abi. Baru sadar jika tadi dia meninggalkan Annisa seorang diri.

"Maaf, Abi, Bunda. Aku harus kembali ke hotel. Aku tadi meninggalkan Annisa tanpa beri kabar," ucap Adam.

Adam langsung berlari ke luar ruangan dan memanggil taksi yang mangkal di depan rumah sakit. Dia meminta supir segera menuju hotel.

Jam telah menunjukan pukul tiga dini hari. Adam langsung menuju kamar hotel. Dia teringat tadi tak mengunci pintu. Saat akan membuka, pintu telah terkunci.

Adam mengetuk pintu beberapa kali. Hampir saja dia meninggalkan kamar, saat pintu terbuka. Pria itu langsung memeluk tubuh istrinya. Tangis Annisa tak bisa di bendung lagi. Dalam pelukan sang suami tangisnya pecah.

"Maafkan aku, Nisa," ucap Adam.

Annisa mendorong tubuh Adam agar pelukannya terlepas. Dia memandangi wajah pria itu tanpa kedip.

"Maaf, Nisa," ucap Adam. Dia mendekati Annisa yang berjalan mundur. Ingin memeluknya. Namun, gadis itu menepis tangannya.

"Kenapa kamu menikah denganku jika tak ada cinta dihatimu untukku?" tanya Annisa sambil terisak.

"Kenapa bicara begitu, Nisa?" Adam balik bertanya, bukannya menjawab pertanyaan gadis itu.

"Kamu jijik melihatku? Kamu tak ingin menghabiskan malam bersamaku? Kalau begitu besok kita ajukan saja pembatalan pernikahan ini!" ucap Annisa.

"Astaghfirullah, Nisa. Kenapa berpikir sejauh itu? Aku pergi bukan karena jijik denganmu. Kak Hawaa pingsan, dan aku harus membawanya segera ke rumah sakit. Aku mengaku salah karena tak mengabari kamu," ucap Adam lagi.

Annisa berjalan menuju ke ranjang dan duduk di tepinya. Pikirannya melayang. Jika benar yang dikatakan sang suami, dia merasa sangat bersalah. Padahal Hawaa telah mengatakan jika dia kurang sehat, tapi dia berbohong pada Adam.

Adam mendekati gadis itu. Duduk di sebelahnya. Meraih tangannya.

"Aku terlalu panik saat melihat tubuh kaku Hawaa. Jadi langsung membawanya ke rumah sakit. Beruntung cepat diketahui salah seorang pegawai hotel jika tidak, aku tak tau apa yang akan terjadi," ucap Adam.

Pegawai hotel yang ingin mengantar makanan pesanan Hawaa, merasa curiga karena gadis itu tak membuka pintu kamar. Mereka juga sudah mencoba menghubungi telepon kamar, tak jua diangkat. Akhirnya berdasarkan perintah atasan mereka membuka pintunya.

"Kenapa Kak Hawaa?" tanya Annisa akhirnya.

"Asam lambungnya kambuh. Dia sampai pingsan, pasti menahan sesak di dada. Aku tak bisa bayangkan rasa sakit yang dia rasakan saat menahan semua itu. Telat dikit saja, nyawanya tak tertolong," jawab Adam.

Mendengar ucapan Adam, rasa bersalah pada diri Annisa semakin besar. Dia lalu berdiri.

"Aku mau lihat keadaan kak Hawaa," ucap Annisa.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Jeni Safitri

Jeni Safitri

Kalau sy jadi annisa sy akan lgsg pulang ke rumah ortu malam itu juga dan katakan semua apa yg sy rasakan biar ortu sama ortu yg akan bicara krlanjutan hubungan ini seperti apa

2024-04-21

2

Ida Nur Hidayati

Ida Nur Hidayati

loh ternyata Anisa tahu kalau Hawaa pamit karena.tidak enak badan. mangkanya jangan suuzdon dulu Anisa

2024-03-30

0

Dwi MaRITA

Dwi MaRITA

syifa kok manjain hawa teros, dah gedhé tuh.... 😩

syifa kok nggak peka yak... tanyain donk... masak gafi doank yg peka... 😪

istri mana cobak gak murka, ditinggal wkt MP ... adam jg lalakik nggak pekaan... hadewh...

2024-03-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!