Bab Tiga Belas

Pagi hari menjelang, semua sibuk dengan persiapan pernikahan Adam yang akan diadakan pukul sembilan pagi ini di salah satu hotel berbintang di kota tersebut.

Syifa dan Haikal tampak gelisah. Dia menunggu kedatangan sang putri Hawaa. Semua telah bersiap-siap menuju gedung acara. Adam yang melihat kegelisahan kedua orang tuanya lalu menghampiri.

"Apa Hawaa tidak jadi menghadiri pesta pernikahanku, Abi, Bunda?" tanya Adam.

"Pasti jadi. Kemarin Bunda hubungi, dia masih memastikan akan hadir, tapi saat ini ponselnya sedang tak aktif," jawab Bunda dengan wajah kuatir.

"Mungkin Kak Hawaa masih berada di dalam pesawat, sehingga ponselnya tak bisa dihubungi," ujar Gafi.

"Mungkin saja. Semoga memang begitu, Bunda sangat kuatir," balas Bunda Syifa.

"Jangan terlalu kuatir. Doakan saja dia selamat hingga ke tempat acara. Abi sudah mengirim pesan, meminta Hawaa langsung saja ke tempat acara," jawab Abi Haikal.

Semua mengangguk setuju. Seharusnya mereka memang jangan berpikir negatif dulu. Berdoa yang baik saja, karena ucapan adalah sebagian dari doa.

Tepat pukul delapan, setelah Adam di rias, mereka semua masuk ke mobil. Segera menuju ke tempat acara akan berlangsung. Di dalam mobil, Adam masih terus berusaha menghubungi Hawaa. Beberapa kali mencoba barulah ponsel gadis itu aktif.

Adam tampak lega saat terdengar sahutan dari seberang sana. Dia langsung menanyakan keberadaan gadis itu.

"Aku langsung menuju hotel saja, Dam. Katakan pada Abi dan Bunda, aku baik-baik saja. Tadi aku diperjalanan sehingga ponselku tidak aktif," jawab Hawaa.

"Baiklah. Jangan lama-lama. Kami menunggu kehadiran kamu," balas Adam.

"Oke, jangan kuatir. Aku tak akan melewati hari bahagia saudaraku." Setelah mengucapkan itu, Hawaa mematikan sambungan teleponnya.

Hawaa menarik napas dalam setelah mematikan sambungan telepon. Sebenarnya dia telah berada di kota ini dari kemarin sore. Cuma dia memutuskan untuk datang saat ijab kabul saja. Dia harus mempersiapkan diri dan mentalnya dulu.

Hawaa yang masih dikamar hotel, berpikir, apakah akan hadir atau tidak. Namun, jika dia tidak menghadirinya, pasti itu akan jadi bahan perbincangan.

Gadis itu berjalan menuju jendela. Memandangi jalanan. Dia berada di hotel yang sama dimana Adam akan melangsungkan pernikahan.

Duduk di sofa sambil termenung. Sebulan jauh dari Adam, membuat dia semakin sadar jika sangat mencintai pria itu. Tiap malam dia harus melawan rasa rindunya pada sosok laki-laki itu. Tidak mudah baginya melupakan begitu saja kebersamaan mereka yang telah delapan belas tahun bersama.

"Ya Allah, dia adalah sosok yang mengajarkan aku bahwa titik tertinggi dari mencintai yaitu mengikhlaskan. Dia seseorang yang aku cintai secara tiba-tiba dan mengikhlaskannya secara terpaksa. Dengannya aku bahagia dan semua tentangnya membuat aku candu. Bahkan cara dia memperlakukan aku. Ketika aku berusaha untuk terbiasa tanpanya, aku hampir gila melawan rindu. Aku pernah sakit karena menahan diri untuk tidak mencari tau tentangnya. Bahkan aku menangis saat mengingatnya. Rasanya ini memang tidak adil. Aku harus memendam rasa cintaku. Tapi mau bagaimana lagi? Seperti inilah takdir," gumam Hawaa dalam hatinya.

Setengah jam berpikir, akhirnya Hawaa memutuskan untuk tetap hadir. Mungkin dengan melihat langsung akad nikah pria itu, dia akan bisa lebih ikhlas dan melupakannya.

Sementara itu di gedung tempat akan berlangsungnya akad nikah, Adam tampak gelisah. Mungkin para tamu mengira dia gugup karena akan melangsungkan akad nikah, tapi semua itu tidak benar. Dia sebenarnya kuatir karena belum melihat sosok Hawaa. Saat mencoba menghubungi ponselnya tidak aktif.

"Bunda, apa Bunda yakin kalau Hawaa akan datang?" tanya Adam dengan Syifa.

"Tentu saja dia pasti akan hadir. Tak mungkin Hawaa melewatkan hari bahagia kamu, Nak!" jawab Syifa.

"Tapi kenapa belum terlihat batang hidungnya?" Kembali Adam bertanya.

"Kamu jangan terlalu kuatir. Bukankah dia telah menghubungi kamu dan mengatakan dalam perjalanan?" Bunda Syifa balik bertanya.

"Betul, Bunda. Tapi aku masih terus kuatir sebelum melihat wajahnya," jawab Adam.

Rida yang memilih duduk di dekat Gafi, tersenyum pada pria itu. Dibalasnya hanya sekilas.

"Kenapa bang Adam kelihatan gugup?" tanya Rida.

"Setiap pria pasti akan gugup ketika akan menghadapi pernikahan!" jawab Gafi sedikit ketus.

Rida terdiam mendengar jawaban Gafi yang sumbang.Dari kemarin terlihat sekali jika anak laki-laki itu kurang ramah dengannya, tapi dasar Rida, dia tak akan menyerah begitu saja. Tetap ngeyel bertanya.

Setelah diam beberapa saat, kembali gadis itu bertanya. Sepertinya dia termasuk gadis yang kuat mentalnya. Tak peduli diabaikan dan tak diacuhkan.

"Dari kemarin aku tak melihat Kak Hawaa, apakah dia tak akan menghadiri akad nikah Bang Adam?" tanya Rida ingin tahu.

"Maaf, Rida. Aku tak tau. Kamu lihat saja nanti, jika sampai sore Kak Hawaa tidak ada, berarti dia tidak hadir," jawab Gafi dengan nada sedikit kesal. Dia sebenarnya juga sedang gelisah menanti kehadiran sang kakak.

Annisa yang sedang dalam perjalanan menuju gedung pesta, tampak tersenyum manis. Dia yakin dengan pilihannya. Tekadnya telah bulat untuk menikah. Bukankah Hawaa telah jauh, jadi tinggal bagaimana caranya dia membuat Adam benar-benar melupakan gadis itu dan hanya dirinya yang menjadi pusat perhatian.

Gadis itu tampak sangat cantik dengan baju kebaya putihnya. Annisa berbeda dengan Hawaa. Dia senang mempercantik diri dengan memoles wajahnya, sedangkan Hawaa lebih suka tampil alami apa adanya. Itulah banyak yang tertipu dengan wajah imut gadis itu. Banyak juga yang mengira dia masih sekolah.

***

Saat ini Adam telah duduk di meja tempat dia akan mengucapkan akad nikah. Di hadapannya telah duduk wali hakim sebagai pengganti ayah Annisa yang telah tiada.

Wajah Adam masih terlihat murung. Mungkin karena ketidak hadiran sang kakak Hawaa.

"Adam Ashraf Zuhair, apakah kamu telah siap?" tanya Pak Penghulu.

Adam yang kurang fokus hanya diam saja. Beberapa saat menunggu jawaban dari pria itu, tak jua terdengar, Pak Penghulu akhirnya mengulangi pertanyaannya.

"Adam Ashraf Zuhair, apakah kamu telah siap untuk mengucapakan akad nikah?" tanya Pak Penghulu dengan suara yang agak keras. Adam cukup di buat terkejut dan dia akhirnya menjawab.

"Ehh, iya Pak. Siap ...!" jawab Adam akhirnya.

"Kalau begitu kita mulai!" ucap Wali nikah itu.

Wali nikah dan Adam saat ini saling berjabat tangan, siap mengucapkan akad nikah.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Amelia_Ling

Amelia_Ling

Anisa, kamu anak yang baik kan, rendahkan ego mu demi harga diri mu sa, sebelm Adam salah sebut nama, mending kamu sendiri yang membatalkan,, kan agak gimana gitu di denger para tamu, pengantin wanita nya kamu, tapi yang di sebut hawa, , semua belum terlambat kok, demi kewarasan dan harga diri juga sich, , walaupun kalian dah nikah, Adam nggk akan berubah, dan nggk bisa berubah,, mereka itu sama2, saling memendam rindu yang terdalam, dan perasaan yang sama juga,, mencintai sendirian itu sakit , kalo Adam cuek karena baru kenal ok Gpp, perlahan bisa saling ngenal, ini beda Lo, kamu memiliki raga nya ,tapi tidak dengan hatinya, , kasian sama kamu Lo sa kalo kamu memaksa kan hal itu, ,
lebih terhormat kamu yang membatalkan dari pada kamu di buat malu sama Adam, sekalian aja bilang alasannya belum yakin dengan semuanya, ,terutama hati nya Adam,,

hawa kamu gadis baik, walaupun nanti ujian nya berat, semoga kalian bisa melewati itu semua, ,

2024-03-28

12

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

kok jadi deg deg an ya

2024-03-29

1

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

si rida nurunin sifat ibunya nih kayaknya

2024-03-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!