Undangan Makan Malam

Di lorong yang remang, sinar lampu temaram menyapu ruang mewah itu, menciptakan ilusi keindahan yang terpampang di dinding-dinding mahal yang dihiasi dengan karya seni. Di tengah ruangan, berdiri seorang wanita muda yang menawan, dikelilingi oleh gemerlap keindahan yang memantulkan kilauan di matanya.

Shea, dengan anggun, mematut dirinya di depan cermin yang besar. Gaun hitam berlengan panjang menyelimuti tubuhnya seperti sebuah karya seni yang hidup, mengikuti setiap lekuk tubuhnya dengan sempurna.

Gaun itu mengembang dengan lembut di bagian bawahnya, menambah kesan misterius pada penampilannya yang elegan. Rambut panjangnya terurai dengan indah, jatuh ke belakang seperti air terjun sutra yang mengalir begitu lembut di atas punggungnya yang anggun.

Dalam gemerlap lampu, Shea bersinar seperti bintang di malam gelap. Keanggunannya begitu mencolok, begitu memikat, sehingga membuat hati siapapun yang melihatnya terpukau. Di sudut ruangan, Luis, memandang dengan takjub. Matanya yang dingin tidak dapat mengalihkan pandangannya dari kecantikan yang memukau dari keponakannya.

Setiap gerakan Shea, setiap senyumnya, setiap jentik rambutnya, semuanya seperti gerakan seorang penari dalam sebuah pertunjukan yang maha indah. Aura keanggunannya melintas di ruangan itu seperti lagu yang menyentuh jiwa, meninggalkan kesan yang tak terlupakan di hati setiap yang menyaksikannya.

Dengan langkah yang ringan, Shea bergerak menuju Luis, senyumnya yang manis menyambut dengan hangat. Begitu dekat, kecantikannya semakin mempesona, seolah menyinari ruangan dengan kehadirannya sendiri.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Luis.

"Delon, memintaku untuk datang. Wanita tua itu mengundangku untuk makan malam." Jawab Shea.

Luis mengangguk mengerti. "Hati-hati di luar sana. Pastikan untuk kembali sebelum larut malam," ucapnya dengan nada penuh perhatian.

Shea tersenyum mengangguk. "Aku tau, Paman. Terima kasih atas perhatiannya. Aku pergi dulu,"

Dengan senyum manisnya, Shea melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan Luis dengan pikiran yang terpaku pada keanggunan dan kecantikan keponakannya. Namun kecemasan juga memenuhi pikirannya.

"Shea," wanita itu menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang. Menatap Luis yang juga menatap padanya dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

Wajahnya terlihat serius saat dia memanggil nama Shea. "Ada yang ingin kusampaikan padamu," ucapnya, suaranya terdengar sedikit ragu.

Shea mengangkat alisnya dengan penasaran. "Ada apa, Paman?"

Luis menatapnya sejenak sebelum melanjutkan. "Berhati-hatilah di luar sana. Dunia ini tidak selalu seindah yang kita kira," katanya dengan nada tegas namun penuh kekhawatiran.

Shea tersenyum lembut. "Aku paham, Paman. Terima kasih atas peringatannya," ucapnya sambil mengangguk tanda pengertian. Sungguh Shea merasa beruntung memiliki Paman seperti Luis yang selalu memperhatikan dirinya. Dia selalu ada untuknya, dan siap melindungi Shea dari bahaya apapun yang mengintainya.

Langkah Luis terhenti di ambang pintu, matanya terpaku pada kepergian Shea. Meskipun dia tahu bahwa ini adalah kesempatan bagi Shea untuk membalas dendam, rasa cemasnya tidak bisa dihindari. Sebuah perasaan campuran antara kekhawatiran akan keamanan Shea dan ketakutan akan kemungkinan konsekuensi dari rencana balas dendamnya.

Pikirannya melayang ke berbagai kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Dia ingin melindungi Shea, tapi pada saat yang sama, dia tahu dia harus membiarkan keponakannya itu mengejar ambisinya sendiri.

Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, Luis memejamkan mata sejenak, berdoa agar Shea selalu terhindar dari hal-hal buruk yang mungkin mengintainya. Dan Luis harus percaya pada Shea.

...🌺🌺🌺...

Vera memicingkan matanya sejenak, membiarkan kekecewaan dan ketidaknyamanan merasuk ke dalam dirinya. Dia merasa tidak senang dengan keputusan ibu mertuanya untuk mengundang Shea ke rumah. Baginya, itu adalah langkah yang berpotensi membawa masalah.

Dalam pikirannya, dia membayangkan segala kemungkinan konfrontasi dan ketegangan yang mungkin terjadi antara Shea dan Delon. Meskipun dia tidak ingin menunjukkan rasa khawatirnya kepada Delon, namun Vera tidak bisa menahan kekhawatirannya terhadap apa yang mungkin terjadi.

Dengan napas dalam, Vera memutuskan bahwa dia harus mengambil tindakan. Dia tidak bisa membiarkan hal-hal terjadi begitu saja tanpa upaya pencegahan. Vera harus berbicara dengan Delon. Dia tidak bisa diam begitu saja dan dirinya berhak bersuara untuk menyampaikan keberatannya akan kedatangan Shea.

Vera melangkah masuk ke ruang tamu di mana Delon sedang duduk di sofa, sambil membalas pesan di ponselnya. Tatapannya langsung tertuju pada Delon, tak ada lagi ruang untuk menghindari pembicaraan yang segera akan mereka lakukan.

"Delon, untuk apa ibumu mengundang wanita itu makan malam di rumah ini?" tanyanya dengan suara tegas, tanpa basa-basi. Tatapannya tajam, mencari jawaban yang memuaskan dari suaminya.

"Kau tahu sendiri betapa Mama sangat mengidolakan, Victoria Jessica," Delon menjawab, mencoba menjelaskan alasan di balik undangan tersebut. "Dia menganggap Victoria sebagai sosok yang sangat inspiratif dalam dunia bisnis. Baginya, undangan itu adalah kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan Victoria."

Vera mendengarkan dengan ekspresi tidak terlalu percaya. "Aku masih merasa itu tidak masuk akal. Mengapa harus diundang makan malam segala?" tuturnya dengan nada skeptis.

"Vera, sebaiknya jangan mulai. Jangan sampai acara ini berantakan karena keegoisanmu!! Kau benar-benar membuatku muak!!" Ucap Delon.

Vera menatap Delon dengan ekspresi kesal. "Kau tidak pernah mendengarkan pendapatku, Delon. Dan kau tahu betapa aku tidak nyaman dengan kehadiran wanita itu di sini," katanya dengan suara yang tegas.

Delon merespon dengan wajah yang penuh frustrasi. "Kau selalu membuat segalanya sulit, Vera. Ini bukan saatnya untuk berkelahi. Kita harus bersikap sopan kepada tamu, terlepas dari siapa mereka," ucapnya dengan nada yang agak kesal.

Vera mengepalkan tangannya dengan kuat, menunjukkan kekesalan yang mendalam. "Delon, kamu tidak bisa mengabaikan perasaanku seperti ini. Aku tidak akan berpura-pura senang dengan kehadiran wanita itu di rumah ini!" ujarnya dengan suara yang memancarkan kemarahan yang mendalam.

"Cukup Vera, cukup!!" Bentak Delon emosi. Delon menatap Vera dengan mata yang memancarkan kemarahan. "Kau harus mengendalikan emosimu, Vera! Aku sudah bosan dengan sikapmu yang selalu merusak suasana," bentaknya dengan suara yang gemetar karena amarah yang memuncak.

Tiba-tiba Nyonya Lee muncul dan menghentikan pertengkaran mereka berdua. Dia memarahi Vera karena sikapnya yang tidak wajar. Nyonya Lee menatap tajam Vera, wajahnya penuh dengan ketegasan.

"Jaga sikapmu, Vera. Jika memang tidak suka, sebaiknya kau pergi saja. Tidak ada yang memaksamu untuk tetap di sini," ucapnya dengan suara yang tegas dan berwibawa.

Vera menoleh tajam pada ibu mertuanya, wajahnya penuh dengan kegeraman. "MAMA!!" bentaknya dengan nada tinggi, mengekspresikan ketidaksetujuannya dengan keras.

PLAKKK...

Nyonya Lee menampar Vera dengan keras. Vera terdiam, terkejut dengan tamparan yang keras dari ibu mertuanya. Diam seribu bahasa, dia menatap Nyonya Lee dengan tatapan penuh kejutan dan keheningan yang menyelimuti ruangan.

"Kamu benar-benar mengecewakanku, Vera! Bagaimana kamu bisa bersikap seperti ini? Kamu lupa siapa kamu? Kamu lupa bahwa kamu sekarang adalah bagian dari keluarga ini? Kamu tidak bisa terus-terusan bersikap egois dan mengacuhkan orang lain! Jika kamu tidak suka, keluar dari sini sekarang juga! Tidak ada tempat untuk sikapmu yang tidak sopan di sini!" bentak Nyonya Lee dengan penuh emosi, suaranya gemetar karena amarah yang meluap-luap.

Vera menahan amarahnya sebisa mungkin, tetapi rasa sakit dan kekecewaannya terhadap Nyonya Lee tidak bisa disembunyikan. Dia merasa terluka karena sikap yang begitu tajam dari seseorang yang dulu begitu menyayanginya. Matanya yang tajam dan penuh kekecewaan menatap Nyonya Lee, menyiratkan rasa kekecewaan yang mendalam dalam hatinya.

Diamnya Delon dalam situasi tersebut menunjukkan bahwa dia tidak memiliki niat untuk melibatkan diri dalam pertengkaran antara ibunya dan istrinya.

Meskipun Vera adalah istrinya, Delon mungkin memilih untuk tidak bersikap terlalu campur tangan dalam konflik tersebut, mungkin karena ingin menghindari pertengkaran yang lebih besar atau karena merasa sulit untuk berada di antara dua perempuan yang penting dalam hidupnya. Rasanya, dia memilih untuk tetap netral dan tidak berpihak pada salah satu pihak.

...🌺🌺🌺...

...BERSAMBUNG...

Cuplikan bab selanjutnya.

"Berlian tetaplah berlian, tak tercemar meski terendam dalam lumpur. Namun, wanita murahan yang suka merebut suami orang, ia hanyalah sampah yang takkan pernah bersinar meski diletakkan di atas permata."

Terpopuler

Comments

Hafifah Hafifah

Hafifah Hafifah

wah kata"nya ngenak banget nih dihati

2024-03-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!