Turun Ranjang (Sang Pengganti)
Hiasan bunga yang indah memenuhi dekorasi. Hiasan lampu menambah keindahan dekorasi pernikahan. Pernikahan yang di dambakan oleh beberapa wanita dalam acara sakral tersebut.
Seorang wanita muda ikut sibuk mengatur tempat duduk serta mengecek ulang persiapan pernikahan yang besok akan dilaksanakan. Senyuman kebahagiaan tergurat di wajahnya. "Yang merah itu ditaruh sana aja!" katanya mengatur agar tempat itu menjadi indah.
"Lun, kamu istirahat aja! Kan udah ada W.O. Jadi kamu nggak perlu repot kayak gini!" kata seorang wanita paruh baya.
"Aku udah nggak sabar lihat kakak menikah, ma." jawab Laluna Azzahra, atau kerab dipanggil Luna.
Anita tersenyum senang melihat betapa antusiasnya Luna terhadap pernikahan kakaknya. Anita, seorang wanita paruh baya. Ia merupakan janda dengan dua anak perempuan. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Hidupnya mulai susah, sehingga anak bungsunya harus rela bekerja sembari kuliah untuk membiayai dirinya sampai lulus. Sayangnya, anak pertamanya memiliki pikiran berbeda. Meskipun ia lulusan S1 dengan nilai bagus. Namun anak pertamanya yang bernama Lalita Anggraini, atau sapaan akrabnya Lita. Dia tidak mau mencari pekerjaan karena menurutnya mencari pekerjaan itu susah. Ia juga kerap mengeluh dengan keadaannya setelah papanya meninggal.
Beruntung ada sebuah keluarga kaya raya yang telah berjanji kepada mendiang ayahnya untuk menikahkan anaknya dengan Lita. Sehingga itu semakin membuat Lita menjadi pemalas. Alasan keluarga kaya tersebut menikahkan anaknya dengan Lita. Karena hutang budi terhadap Hendra, papanya Lita.
Laluna takjub dengan dekorasi pernikahan kakaknya. Rumah yang kecil dan jelek bisa di sulap menjadi tempat yang begitu indah, layaknya taman bunga yang indah.
"Tapi setelah kakak menikah, kita hanya akan tinggal berdua." ucap Luna dengan sedih. Ia sedih karena akan pisah rumah dengan kakaknya.
"Tapi kakak kamu akan bawa mama ikut sama dia. Mama juga nggak tega tinggalin ia sendiri. Kamu nggak apa kan nak tinggal sendiri?" wajah Luna nampak begitu sedih. Meskipun ia sudah terbiasa dengan perilaku seperti itu. Namun hatinya tetap saja merasa sedih.
Melihat wajah sedih Luna, Anita segera memeluknya. "Kamu tahu kakak kamu seperti apa kan? Dia tidak semandiri kamu, jadi mama harap kamu maklum." ucap Anita.
Senyum pahit tergores diwajah Luna. Terkadang, tersebit sebuah pertanyaan di dalam hati. Apakah jika ia menjadi pemalas seperti kakaknya, mamanya akan mengkhawatirkan dia juga.
"Ya udah kamu istirahat, biar besok fresh saat kakak kamu menikah!" Anita menepuk pundak Luna, kemudian ia meninggal Luna yang masih terdiam di tempat. Sampai mamanya tak terlihat, wajah Luna masih saja muram.
Sebenarnya ia kecewa dengan sikap pilih kasih mamanya. Ia selalu merasa mamanya tidak pernah mempedulikan dirinya. Yang ada dimata mamanya hanyalah kakaknya.
"Hah.." Luna mulai menghela nafas.
"Siapa suruh kamu jadi seorang yang mandiri." gumamnya seorang diri. Padahal alasan kenapa dia bekerja karena ia tak ingin menyusahkan mamanya yang seorang janda.**
Pagi harinya, matahari bersinar begitu cerah. Secerah wajah Luna yang kembali sibuk menyiapkan ini itu. Ia tak ingin acara pernikahan kakaknya ada kesalahan sedikit pun. Di hari bahagia itu, Luna ingin membuat kenangan yang indah untuk kakaknya. Apalagi kakaknya menikah dengan seorang lelaki yang sudah ia kagumi sejak kecil.
"Lun, kamu nggak harus sibuk kayak gitu!" kata Lita. Ia melihat adiknya yang begitu sangat antusias dengan pernikahannya.
"Kakak? Nggak kok kak, aku hanya nggak sabar aja pengen cepet-cepet lihat kakak nikah sama kak Ryan.
Lita tersenyum, ia memeluk adiknya dengan erat. Hubungan keduanya memang sangat baik. Mereka sangat akrab dan kompak sejak dari kecil. Hanya saja karakter keduanya sangatlah berbeda.
Lita sosok wanita yang tidak mau bersusah payah. Sedangkan Luna sosok wanita pekerja keras. Karena tidak ingin menyusahkan mamanya, Luna memilih untuk bekerja sembari kuliah.
"Besok, kakak mau bawa mama ikut kakak. Kamu nggak apa kan?" seketika wajah Luna berubah. Namun, ia masih bisa untuk tersenyum.
"Nggak apa kok kak."
"Maafin kakak. Kakak nggak bisa ajak kamu. Kakak takut Ryan nggak akan setuju. Kalau mama kan, dia nggak akan mungkin menolak mertuanya kan?" imbuh Lita. Ia menjelaskan alasan kenapa dia tidak bisa mengajak adiknya tinggal bersama.
"Iya kak. Aku paham kok." jawab Luna sembari tersenyum. Meskipun ia nampak kecewa tapi Luna bisa menutupinya dengan dengan baik. Atau mungkin Lita yang tidak peduli dengan kekecewaan adiknya.
"Makasih ya Lun. Kalau gitu, kakak lanjut dandan dulu ya!" pamit Lita. Ia ingin segera menyelesaikan riasannya. Ia tak sabar menjadi seorang pengantin. Menjadi bagian dari keluarga Dewangga. Salah satu keluarga yang cukup terpandang. Dan salah satu keluarga terkaya.
**Kamar Rias**
Senyuman terus mengembang diwajahnya. Aura kebahagiaan terus terpancar dari sorot matanya. Ia semakin tak sabar untuk melaksanakan pernikahan tersebut. Bertahun-tahun ia mengagumi sosok lelaki yang akan resmi menjadi suaminya. Tentu saja kebahagiaan itu tak bisa ia ungkapkan dengan kata.
"Mbak Lita cantik banget.." puji tukang make up yang merias Lita.
Lita tidak menjawab, ia hanya terus tersenyum sembari menatap dirinya di cermin yang ada di depannya. Lita begitu percaya diri bahwa ia akan membuat semua orang kagum dengan kecantikannya, termasuk calon suaminya. Lita yakin ia akan mendapat pujian dari semua orang yang merasa takjub dengan kecantikannya.
"Kamu nggak akan pernah menyesal menikah denganku Ryan. Walau pernikahan kita diawali dengan kejadian yang tidak mengenakan." gumam Lita pelan. Ia kembali tersenyum melihat betapa cantiknya dia saat ini.
"Duh cantiknya anak mama.." puji Anita yang juga kagum dengan kecantikan anak perempuan pertamanya.
"Kan keturunan mama.." Lita tersipu malu saat mamanya memuji kecantikannya. Ia memeluk mamanya dengan manja.
"Mama masih kayak mimpi, kamu akan menikah. Rasanya baru kemarin kamu mama gendong. Kayak baru kemarin kamu masih rebutan mainan dengan adik kamu." ucap Anita dengan mata berkaca-kaca. Ia tak menyangka jika waktu cepat sekali berlalu.
"Jika seandainya papa masih hidup.." Anita tak bisa menahan tangisannya. Ia selalu rindu dengan sosok lelaki yang telah bersama lebih dari 20 tahun tersebut.
"Ma, kepergian papa itu sudah takdir." Lita memeluk mamanya yang masih menangis.
("Dan aku nggak akan bisa menikah dengan lelaki yang aku sukai hari ini.") kata Lita dalam hati.
Luna yang baru masuk ke kamar rias itu ikutan sedih. Ia mendekati mama dan kakaknya, kemudian ikut berpelukan. Sama seperti mama dan kakaknya, Luna juga sangat merindukan sosok papanya. "Kita jangan sedih dong! Hari ini kan hari bahagia kakak. Aku yakin papa melihat kita diatas sana dengan bahagia juga." kata Luna.
Ketiganya berpelukan dengan lebih erat. Mereka saling menguatkan satu sama lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Patrick Khan
.hai kakak
2024-03-11
1