Luna masuk ke kamar Ryan. Ia sempat takjub dengan besarnya kamar tersebut. Ia juga melihat foto Ryan yang terpajang besar di dinding kamar tersebut. "Kamu tidur aja dulu! Aku mau nemenin papa bentar." kata Ryan.
"Em.." Luna menganggukan kepalanya.
Setelah meletakan ponsel di meja. Ryan kembali keluar dari kamar. Ia pergi ke kamar khusus papanya. Meskipun sudah boleh pulang. Tapi pengobatan Dewangga tetap berlanjut. Ryan menyiapkan kamar khusus untuk papanya beserta perawat untuk mengurus papanya.
Disana, Dito dengan setia menemani Dewangga. Sinta juga ada disana. Tentu saja dia ingin menunjukan sikap sebagai istri yang baik untuk suaminya. Namun, baik Dito maupun Ryan, mereka sama-sama tidak percaya dengan Sinta. Mau sebaik apapun dia menunjukannya.
"Ry, kenapa harus cari perawat? Mama kan bisa rawat papa kamu." kata Sinta.
"Nanti kamu nggak bisa pergi arisan sama teman-teman kamu. Biarin papa diurus perawat aja." jawab Ryan dengan nada ketus seperti biasanya.
"Tapi aku kan istri papa kamu." Sinta berseru.
"Aku hanya nggak mau kamu repot. Aku nggak mau berdebat." kata Ryan lagi.
Dia berjalan mendekati papanya yang berbaring di ranjang. "Besok perawat akan datang merawat dan mengurus papa." Dewangga menggerakan kepalanya, sepertinya ia sedang menganggukan kepalanya.
*****
Keesokan paginya. Luna bangun pagi-pagi sekali. Ia membantu assisten rumah tangga beberes dan menyiapkan sarapan. Dia sempat dilarang oleh pembantu dirumah itu. Tapi Luna tetap ngeyel. Itu sudah kebiasaan dia bangun pagi dan beberes serta menyiapkan sarapan. Sebelum menikah dengan Ryan, dia sudah terbiasa melakukan hal tersebut waktu mamanya masih hidup.
Ketika Ryan membuka mata, dia tidak mendapati istrinya disampingnya. Seketika kaget lah dia. Ryan takut Luna pergi secara diam-diam seperti kemarin. Dia pun segera berlari keluar kamar. Namun langkahnya terhenti saat dia melihat Luna sedang menata makanan di atas meja makan. Ryan tersenyum tipis. Ia segera mendekati istrinya.
Namun, assisten rumah tangga itu menjadi takut. Mereka takut kena omel Ryan karena membiarkan istri tuan mudanya melakukan pekerjaan rumah. "Maaf tuan muda, tapi saya sudah melarang nyonya muda, tapi nyonya muda ngotot ingin bantu."
Namun apa yang Ryan lakukan membuat para assisten rumah tangga rumah tersebut tercengang. Ryan hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum kecil. Ia terus berjalan mendekati Luna. Pada saat yang sama, Luna menoleh ke belakang saat mendengar salah satu assisten rumah tangga bicara. "Pagi. Mau sarapan dulu atau mandi dulu?" tanya Luna dengan santai. Dia bahkan berkata dengan nada lembut.
"Aku kira kamu udah pergi lagi kayak kemarin." ucap Ryan tanpa menjawab pertanyaan Luna.
"Nggak ah. Aku dirumah mertua aku, jadi aku nggak akan pergi pagi-pagi kayak kemarin." jawab Luna dengan santai.
"Aku nanti mau disini dulu, aku mau ngurus om Dewangga sebelum perawat datang. Boleh kan?" Luna masih melakukan aktifitasnya.
"Hmm.. Boleh." Ryan kemudian duduk, dia menyomot roti lapis yang Luna siapkan. Luna mendekatkan segelas susu ke suaminya.
"Aku mau mandi dulu." Ryan kembali berdiri. Dia bergegas menuju kamar dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
Akan tetapi, dia kembali ke meja makan terlebih dulu untuk meneruskan sarapannya. Ternyata Sinta juga sudah ada di meja makan sedang ngobrol dengan Luna. Sinta dan Luna nampak akrab, mereka ngobrol sembari ketawa ketiwi. "Pagi." sapa Ryan.
"Pagi nak. Wah kamu beruntung banget ya punya istri seperti Luna, dia pinter masak, cantik lagi.." puji Sinta.
Luna hanya tersenyum. Ia mengambil roti lapis dan susu untuk suaminya. "Sejak kapan kamu suka minum susu?" tanya Sinta yang membuat Luna terkejut. Apa maksud dari perkataan Sinta.
"Kamu nggak suka minum susu?" tanya Luna.
"Ryan itu pecinta kopi. Dia nggak suka susu, jadi tante kaget aja saat lihat kamu nyiapin susu untuk Ryan." kata Sinta lagi.
Tentu saja perkataan itu membuat Luna terkejut kembali. Kenapa Ryan tidak pernah bilang. Padahal sudah seminggu ini dia selalu menyiapkan susu untuk suaminya. Luna menjadi teringat pertama kali ia menyiapkan sarapan untuk Ryan. Saat itu Ryan sempat bertanya.
"Kenapa kamu siapin susu?" tanya Ryan pada saat itu.
"Karena susu baik untuk memberi kamu kekuatan. Kamu kan kerja seharian, jadi kamu perlu banyak energi untuk kekuatan." jawab Luna pada saat itu.
Melihat wajah Luna yang berubah. Ryan segera menyadari sesuatu. "Aku butuh energi karena seharian bekerja. Lagipula apapun yang istriku siapkan aku pasti suka." celetuk Ryan. Dia tidak ingin membuat Luna menjadi berpikir yang tidak-tidak.
Tiba-tiba Rose muncul di rumah itu. "Pagi semuanya.." sapa Rose dengan wajah berseri. Dia merangkul Ryan di depan Luna dan Sinta.
"Ngapain kamu kesini?" tanya Ryan sembari melirik Luna yang berada di sebelah kanannya.
"Mama yang minta Rose datang. Kan ada istri kamu, mama mau kenalin juga ke Rose." sahut Sinta.
"Kita sudah kenal kok tan, kak Rose kan sahabat kakak Aku, Lita." jawab Luna masih menatap Ryan tajam.
"Oh iya, sampai lupa, kamu adiknya Lita ya? Istri pertama Ryan yang kecelakaan sama mama kamu itu kan?" kata Sinta.
"Kamu beruntung banget ya, kamu nggak ikut dalam mobil itu malam itu. Kamu pasti anak yang baik sehingga Tuhan masih memberi kamu kesempatan." imbuh Sinta.
Tapi perkataan Sinta tersebut kembali membuka luka dihati Luna. Wajahnya berubah menjadi sedih. Ia kembali menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan Luna hampir meneteskan air matanya.
"Maaf, tante minta maaf ya, tante bukan ingin membuat kamu ingat kejadian itu. Maafin tante ya." Sinta segera meraih tangan Luna.
"Nggak apa kok tan. Aku mau mandi dulu." Luna segera bangkit dari tempat duduknya. Ia bergegas ke kamar Ryan dengan wajah sedih.
Menyadari kesedihan istrinya. Ryan segera bangkit untuk menyusul. Namun, ia sempat menegur Sinta agar tidak lagi membahas apapun tentang kecelakaan Lita dan mamanya. "Kalau kamu berani lagi, aku pasti akan bertindak." kata Ryan.
Ryan menyusul Luna ke kamarnya. Dia melihat Luna yang sedang menangis. Perlahan ia maju mendekatinya. "Udah ya, jangan dipikirkan lagi!" kata Ryan. Ia bahkan memeluk Luna yang sedang menangis. Tak tahu kenapa hatinya terasa sakit juga.
"Kamu juga mau nuduh aku yang celakai kakak dan mamaku?" Ryan tak menjawab, ia mempererat pelukannya. Hatinya juga merasa sedih.
Cukup lama Luna menangis dalam dekapan Ryan. Sampai Dito mengetuk pintu kamar Ryan. Tok. Tok. Tok. "Bos, perawat sudah datang." ucap Dito dari luar kamar Ryan.
"Ya." jawabnya.
Ryan menatap Luna dan mengusap air matanya. "Udah ya. Kita temuin perawat dulu yuk! Katanya kamu juga mau rawat papa." Luna menganggukan kepalanya.
Ia dan suaminya keluar untuk menemui perawat yang akan bertugas merawat papanya. Perawat itu akan tinggal di rumah tersebut selama merawat Dewangga. Karena Ryan maupun Luna tidak bisa terus-terusan menjaga Dewangga, karena pekerjaan masing-masing.
Ryan mengarahkan apa aja yang harus dipatuhi oleh perawat wanita tersebut. Ryan tidak mau salah dalam merawat papanya. "Kamu tidur di kamar ini juga, semua kebutuhan kamu akan kita sediain. Kamu hanya perlu bilang ke Dito!" perawat bernama April itu menganggukan kepalanya.
"Terima kasih, mohon kerja samanya!" April mengangguk kembali. April sudah berpengalaman di bidangnya. Jadi dia tidak kesulitan untuk menangkap maksud dari perkataan Ryan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
❤ Nadia Sari ❤
Mudah2an April bukan pelakor 😊
2024-03-15
0