"Pengantin pria datang.."
Lita beserta mama dan adiknya segera bersiap-siap. Hatinya merasa sangat bahagia karena dia akan segera menikahi lelaki yang selama ini ia suka. Sekali lagi ia merapikan riasan wajahnya. Senyumannya kembali tersungging. Ia merasa sangat cantik dan cocok dengan pakaian pengantinnya. "Hari ini akhirnya kamu menjadi milikku, Ryan." gumamnya sembari tersenyum kecil.
Seorang lelaki bertubuh tinggi terlihat begitu tampan menggunakan pakaian formal dengan jas dan dasi kupu-kupunya. Wajahnya yang tegas membuat penampilannya begitu menawan. Di sampingnya seorang lelaki paruh baya berjalan dengan wajah bahagia. Ia adalah Dewangga, papa dari si pengantin pria.
Pasalnya, pernikahan itu merupakan dari Dewangga. Ia telah berjanji kepada Hendra, sahabatnya, yang merupakan papa dari Lita, sang pengantin wanita untuk menikahkan anaknya dengan anak perempuan Hendra. Karena ada suatu hal yang membuat Dewangga harus membuat janji itu.
Di samping Dewangga ada Sinta, istri keduanya, juga mama tiri Ryan. Ia juga nampak bahagia dengan pernikahan tersebut. Biar bagaimanapun, ia telah merawat Ryan dari kecil. Tentu saja ia bahagia dengan pernikahan tersebut.
Jujur saja, Luna sempat terpukau melihat ketampanan Ryan. Namun sesaat saja ia sudah tersadar. Segera ia menepuk kepalanya sendiri. "Kamu mikir apa sih Luna? Dia suami kakak kamu, ingat itu!" gumamnya seorang diri.
Luna segera mengalihkan pandangannya. Hari ini adalah hari bahagia kakaknya. Ia tak mau merusak itu. "Hai om.." Luna menyapa Dewangga dengan mencium tangannya. Ia melakukan hal tersebut kepada orang yang lebih tua. Tak lupa ia juga mencium tangan mama tiri Ryan. "Hallo tante.." sapanya.
"Hai Lun, kamu sehat?" tanya Dewangga. Ia juga sudah lama kenal dengan Luna.
"Sehat om.. Om sendiri?"
"Om juga sehat."
"Jaga kesehatan ya om!"
"Makasih ya nak." Dewangga menyentuh wajah Luna dengan lembut.
Sementara Ryan hanya melirik tajam ke arah Luna. Ia tak tahu apa yang membuat Ryan seperti membencinya. Padahal waktu kecil mereka cukup dekat.
Acara pernikahan tersebut berjalan dengan cukup meriah dan lancar. Namun wajah Ryan masih saja nampak dingin. Dia seperti tidak suka dengan pernikahannya itu.
****
Malam hari.
"Oh ya aku paham." kata Ryan dengan seseorang di seberang telepon.
Ia segera bersiap dan hendak pergi. "Kamu mau kemana mas?" tanya Lita saat melihat suaminya hendak pergi.
"Aku ada urusan. Kamu ke apartemen sendiri aja sama mama kamu!" kata Ryan kemudian berlalu begitu saja. Dia tidak peduli dengan malam pertamanya, sepertinya urusannya juga sangat mendesak.
Lita hanya bisa menghela nafas melihat kepergiaan suaminya. Ia pun segera bersiap untuk pindah ke apartemen yang telah disiapkan oleh Dewangga sebagai hadiah pernikahannya.
Luna ikut membantu kakak dan mamanya beberes. Meskipun ia tidak diajak untuk tinggal bersama kakaknya. Namun Luna tak merasa sakit hati sama sekali. Ia menerima dan menghargai keputusan kakaknya.
"Lun, kamu baik-baik ya dirumah!" kata Anita, ia sebenarnya tidak tega meninggalkan Luna sendiri di rumah.
"Iya ma.. Mama dan kakak jaga kesehatan ya!" kata Luna dengan besar hati. Mungkin jika orang lain, ia tak akan sanggup mengatakan hal baik tersebut.
"Kalau ada apa-apa kasih tahu mama ya!" kata Anita masih berat meninggalkan Luna.
"Ayo ma buruan!" Lita mendesaknya agar segera masuk ke mobil. Dengan enggan Anita melepaskan tangan Luna.
"Udah masuk.. Masuk.." kata Luna. Ia tak ingin menjadi beban untuk mamanya.
Perlahan mobil honda jazz berwarna merah itu melaju meninggalkan rumah tersebut. Luna menatap kepergian kakak dan mamanya dengan hati yang besar. "Huh.." terdengar ia menghela nafas.
"Semoga kalian sehat selalu.." gumamnya. Namun ada yang membuat hatinya merasa gelisah. Entah apa itu, mungkin karena ia belum terbiasa berpisah dengan mama dan kakaknya.
Luna memegangi dadanya. Rasa tak enak semakin membuatnya gelisah. Ia pun kemudian masuk ke dalam rumah. Agar menghindari rasa gelisahnya, Luna memilih untuk beberes, membersihkan rumah sisa acara pernikahan kakaknya.
Kringgg.. Kringgg..
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Luna sempat mengerutkan keningnya. Ia tidak tahu nomor siapa yang memanggilnya. "Ya?"
Mata Luna terbelalak, ia seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar. Tiba-tiba ia kembali panik. Segera ia mematikan telepon dan bergegas keluar rumah.
Beberapa waktu yang lalu.
Lita merasa mobilnya ada yang aneh. Rem yang ia injak tak berfungsi. Lita dan mamanya menjadi panik. Ia pun lepas kendali dan membanting stir ke arah pembatas jalan.
Derrr..
Mobil itu menabrak dengan begitu kencang kemudian mobil terbalik. "Akh.." kedua wanita di dalam mobil berteriak. Akan tetapi karena guncangan yang begitu keras membuat keduanya tak sadarkan diri.
Saat Luna sampai di lokasi kecelakaan. Kakak dan mamanya sudah dibawa ambulans menuju rumah sakit terdekat. Dengan perasaan cemas Luna segera menuju rumah sakit terdekat menggunakan motor matic bututnya.
Namun naas tak bisa dihindari. Kakak dan mamanya meninggal dunia sebelum mendapat pertolongan. Tentu saja itu membuat Luna tak bisa menahan dirinya. Ia menangis dan membuatnya pingsan.
Setelah pingsan beberapa jam. Luna pun mulai sadar. Ia bingung kenapa ia berada di kamar rawat. Ia melihat Anabella, sahabatnya berada di ruangan tersebut. "An? Mamaku dimana? Kakakku dimana?" Luna mulai teringat kejadian semalam.
"Kamu tenang dulu! Suami kakak kamu sudah urus semuanya." kata Anabella menenangkan Luna yang masih syok.
"Aku harus datang ke pemakaman mereka. Aku harus datang." Luna memaksa turun dari ranjang. Ia ingin mengantar mama dan kakaknya untuk yang terakhir kalinya di peristirahatan yang terakhir.
Anabella tidak menahan Luna. Dia sangat tahu bagaimana perasaan Luna saat ini. Ia menemani Luna untuk menghadiri pemakaman mama dan kakaknya Luna.
Sampai di pemakaman, Luna tidak bisa menahan dirinya. Ia menangis begitu menyedihkan. Bahkan ia sempat membuat prosesi pemakaman tertunda. Luna terus memeluk jenazah mama dan kakaknya.
"Lun, kamu harus ikhlas!" Anabella memeluk Luna. Ia meminta Luna agar tidak menghambat proses pemakaman.
Anabella ikut menangis melihat Luna yang begitu menyedihkan. "Aku nggak punya siapa-siapa lagi, An.." ucap Luna yang semakin membuat Anabella menangis.
"Masih ada aku.." ucap Anabella dengan suara serak.
"Lun, kamu nggak sendiri, masih ada om.." Dewangga tak kalah sedih. Ia mendekati Luna kemudian memeluknya.
Dewangga merasa kasihan dengan Luna. Ia telah kehilangan kakak dan mamanya dalam waktu bersamaan. Padahal baru kemarin mereka tertawa bahagia atas pernikahan Lita dengan Ryan. Tapi takdir Tuhan berkata lain.
Sedangkan Ryan tidak berekspresi apa-apa. Dia hanya terus menatap pusara istrinya dengan wajah dingin. Entah apa yang ia pikirkan. Namun, ia merasa sedih ketika melihat Luna yang menangis.
Di pemakaman itu juga nampak Rose, sahabat kakaknya. Ia juga terlihat begitu kehilangan. Sesekali ia mengusap air matanya. Duka yang mendalam juga ia rasakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Merylivi
ceritanya menarik
2024-03-29
0