Luna menyiapkan sarapan untuk suaminya sebelum ia berangkat ke kampus. Meskipun ia terpaksa menikahi Ryan, tapi dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Luna sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. Dulu ia selalu membantu mamanya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
Lita?
Ah jangan ditanya. Dia hanya ongkang-ongkang kaki saja. Tak pernah sama sekali Lita membantu pekerjaan rumah. Dia bahkan tidak mau bekerja sama sekali setelah lulus kuliah. Meskipun terlahir dari rahim yang sama. Tapi sifat dan karakter Luna dan Lita sangat bertolak belakang.
Luna menyiapkan roti lapis telur untuk sarapan suaminya. Karena bahan makanan di kulkas hanya ada itu saja. Meskipun badannya masih belum fit 100% tapi Luna harus bergerak. Ia tidak bisa hanya diam saja.
Sebelumnya ia membersihkan rumah terlebih dahulu. Kemudian ia membuat sarapan untuk Ryan. Setelah selesai, ia segera membangunkan Ryan.
Luna menggoyang-goyangkan tubuh Ryan perlahan. "Bangun Ryan! Udah siang, kamu nggak ke kantor?" katanya.
Namun ternyata Ryan sangat susah dibangunkan. Butuh beberapa kali usaha untuk bisa membuatnya bangun. "Uh..." Ryan mulai membuka matanya. Dia sempat kaget saat melihat Luna. Namun kemudian ia ingat jika mereka telah menjadi suami istri.
"Sarapan kamu sudah aku siapin! Aku mau mandi terus ke kampus." kata Luna meninggalkan Ryan yang masih malas untuk bangun.
"Kamu udah sembuh?" tanya Ryan saat ia membuka mata dan melihat Luna sudah bisa berdiri bahkan membuat sarapan.
"Ems.."
Ryan segera menarik tangan Luna membuat Luna terjatuh ke dalam pelukannya. "Jadi kita udah bisa....?" bisik Ryan tepat di telinga Luna. Bulu kuduk Luna berdiri. Ia tidak terbiasa dengan perilaku intim seperti itu. Telinganya pun nampak memerah.
"Apaan sih..." dengan cepat Luna bangkit dan memukul lengan Ryan. Ia pun segera bergegas ke kamar mandi.
"Itu kewajiban kamu." seru Ryan yang masih berbaring di kasur empuknya.
"Tsk.." Ryan berdecak saat Luna mengacungkan kepalan tangan ke arahnya. Ia menyenderkan tubuhnya sembari tersenyum kecil. Ia masih tak percaya jika dalam beberapa hari saja ia sudah menikah dengan dua wanita berbeda. Dimana kedua wanita tersebut merupakan teman masa kecilnya.
Ryan menunggu Luna sampai selesai mandi. Kemudian ia menarik Luna ke dalam pelukannya lagi. Kali ini ia harus mendapatkan haknya sebagai seorang suami. Ryan mencium Luna dengan lembut. Luna sempat terkejut dengan tindakan Ryan, namun ia kemudian teringat akan kewajibannya sebagai seorang istri. ia terlena dengan kelembutan Ryan. Sampai akhirnya mereka melaksanakan tugas suami istri di pagi hari yang indah.
Luna sempat mengomel karena dia harus kembali mandi setelah menunaikan kewajibannya. Sedangkan Ryan hanya tersenyum melihat istrinya yang merasa kesal sembari sesekali menggodanya. "Nggak usah ngomel! Tadi aja kamu menikmati." katanya.
"Ish..." Luna kembali merasa kesal karenanya.
Ia lebih memilih untuk segera menuju meja makan. Lebih baik sarapan daripada harus menanggapi suaminya yang membuatnya semakin kesal. Disusul oleh Ryan yang masih saja berusaha menggoda Luna.
Ryan melihat roti lapis di meja dan juga segelas susu. Ia pun tersenyum. "Kamu masih ingat aja kesukaan aku." katanya sembari menggigit roti lapis buatan Luna.
Akan tetapi Luna hanya diam. Ia lebih suka menikmati sarapannya dibanding harus menanggapi pertanyaan suaminya yang pasti akan membuat ia kesal.
"Emm.. Sarapan pagiku enak sekali." ucap Ryan, ia menjilat lidahnya setelah meminum susu. Ia melirik Luna lagi dengan senyuman menggoda.
"Mulai besok aku mau sarapan seperti tadi." imbuhnya.
Baru lah Luna mulai melirik Ryan. Ia sekarang paham apa maksud dari sarapan yang Ryan maksud. "Jangan harap!" kata Luna.
"Kalau kamu nggak takut dosa ya silahkan nolak." kata Ryan dengan santai.
"Ish, nyebelin." Luna lagi-lagi kesal karena ulah Ryan. Ia pun segera bangkit membereskan gelas dan piring di depannya. Kemudian ia segera mencucinya.
Setelah itu Luna segera mengambil tas dan pamit. Ia buru-buru berangkat ke kampus karena tidak mau meladeni kekonyolan suaminya. "Aku mau berangkat."
"Tunggu dulu!" Ryan menghentikan langkah Luna. Ia segera mendekat kemudian memberi Luna sebuah kartu debit.
"Sandinya tanggal pernikahan kita." sebagai seorang suami, Ryan ingin bertanggung jawab dengan memberi Luna nafkah. Lagipula Luna juga telah membantunya mengamankan warisan papanya dari ibu tirinya. Selama ini Ryan tidak percaya jika ibu tirinya itu tulus kepada papanya. Ibu tirinya dulu merupakan pembantu di rumahnya sebelum akhirnya dinikahi oleh papanya setelah mamanya meninggal.
"Terima! Ini hak kamu!" imbuh Ryan.
Luna pun menerima kartu tersebut karena tidak mau melukai harga diri Ryan. Meskipun ia sebenarnya tidak butuh uang tersebut. Dia bisa mencari uang sendiri untuk biaya kehidupannya sehari-hari. Namun Luna akan menyimpan kartu itu karena ia tahu itu adalah bentuk tanggung jawab Ryan sebagai seorang suami.
"Tenang saja, selama menjadi istriku dan kamu menjalankan tugas dengan baik, aku akan bertanggung jawab atas hidup kamu. Juga mungkin saja kamu bisa menebus kesalahan kamu ke kakak kamu." Luna membulatkan matanya.
Kata-kata terakhir Ryan membuat Luna kembali merasa kesal dan bersalah. Luna tidak tahu lagi dengan cara apa ia meyakinkan orang-orang jika dia tidak pernah mencelakai kakak dan mamanya. Kejadian itu murni kecelakaan dan Luna sama sekali tidak tahu menahu.
Luna menatap Ryan dengan kecewa. Sembari tersenyum sinis ia segera meninggalkan tempat tersebut. "Buat apa dijelasin, dimata mereka aku orang yang seperti itu. Udahlah.." gumamnya seorang diri.
Akan tetapi, ternyata Ryan mengejarnya. "Kamu naik apa ke kampus?" tanya Ryan begitu mereka masuk ke dalam lift bersama.
"Bus." jawab Luna singkat.
"Aku anter!" Ryan menarik tangan Luna, membawanya masuk ke dalam mobil.
Di parkiran bawah tanah, Dito sudah menunggu di depan mobil. Setelah melihat Ryan dan Luna, ia segera membukakan pintu untuk mereka berdua. Luna masih menolak ikut ke dalam mobil Ryan. Tapi Ryan terus menarik tangannya sehingga ia terpaksa ikut ke mobil Ryan.
"Anter Luna ke kampusnya!" perintah Ryan.
Dengan segera Dito melajukan mobilnya menuju kampus Luna. Luna sempat meminta supaya mereka berhenti di seberang jalan yang agak jauh dari kampus. Tentu saja permintaan itu langsung ditolak oleh Ryan. "Kamu malu aku anterin? Atau ada hati yang harus kamu jaga?" tanya Ryan.
Luna memutar bola matanya mendengar pertanyaan Ryan. "Katanya pernikahan kita harus disembunyikan?"
Mendengar jawaban Luna itu. Ryan menjadi kesal sendiri. Ia menghela nafas menahan amarahnya. Kemudian menghentikan mobilnya di tempat yang diminta oleh Luna. Dengan segera Luna turun dari mobil dan berlari menuju kampus. Sementara Ryan terus memperhatikan istrinya dari dalam mobil. Ia bahkan hampir keluar dari mobil saat Luna berjalan dengan seorang teman lelaki.
Namun dengan cepat ia sadar. Ia menyadari jika pernikahan itu hanya untuk memenuhi syarat penerimaan warisan dari papanya. "Jalan!" perintahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
❤ Nadia Sari ❤
Tumben MP nya gak detail😄😄
2024-03-13
0