Satu bulan kemudian.
Luna masih merasa kehilangan dengan kepergian kakak dan mamanya. Ia masih sering merasa sedih. Belum lagi tuduhan dari beberapa orang atas insiden kecelakaan yang mengakibatkan kakak dan mamanya meninggal. Tentu saja itu mempengaruhi kuliahnya. Luna bahkan hampir menyerah pada kuliahnya. Namun, tinggal beberapa bulan lagi ia sudah akan lulus. Mengingat janjinya kepada mamanya, Luna kembali menatap masa depannya.
Meskipun banyak orang yang menuduhnya telah merencanakan kecelakaan kakak dan mamanya. Namun masih ada orang yang percaya bahwa dia tidak mungkin melakukan hal semacam itu.
Anabella memeluk Luna. "Jangan mikir yang aneh-aneh!" katanya.
"Menurut kamu, apa aku mungkin melakukan hal konyol itu?" tanya Luna kepada Anabella.
"Nggak lah. Aku kenal kamu, kamu nggak akan pernah lakuin hal itu. Jangan dipikirin lagi ya!" Anabella semakin erat memeluk Luna.
"Makasih ya An.."
Perkenalan Anabella dengan Luna cukup berkesan. Saat itu Anabella melihat Luna, seorang gadis yang baru saja menjadi mahasiswi, ia bertekad mencari pekerjaan sampingan untuk membantu orang tuanya. Pada pandangan pertama, Anabella sudah merasa tertarik dengan semangat Luna. Meskipun Anabella seusia kakaknya Luna, namun ia bisa menjadi teman dan kakak yang baik untuk Luna.
Luna menjalani kehidupan seperti biasa. Ia kuliah sembari bekerja. Namun kini, rumahnya terasa sepi. Hanya tersisa kenangan demi kenangan. Luna masih sering berpikir jika kakak dan kedua orang tuanya masih hidup. Rasanya baru kemarin mereka masih bersendau gurau. Masih makan bersama dan bercengkerama bersama.
Air mata Luna kembali menetes. Ia masih belum percaya jika ia kini hidup seorang diri. Luna mengambil foto keluarga yang ada di ruang tamu. "Kenapa kalian ninggalin aku sendiri? Kenapa kalian nggak ajak aku? Kenapa kalian selalu memperlakukan aku seperti ini?" air matanya sudah tak bisa terbendung.
Dulu Luna juga sering ditinggal sendiri. Tapi waktu itu kakak dan kedua orang tuanya masih hidup. Jadi dia masih bisa melihat mereka. Namun kini, mereka sudah pergi jauh meninggalkan dunia ini. "Pa, ma, kak, aku kangen.." lirihnya. Ia kembali menangis sambil memeluk foto tersebut.
"Ternyata, rindu yang paling menyakitkan ialah rindu kepada mereka yang sudah tidak lagi bisa kita lihat, sudah tidak bisa lagi kita sentuh." Luna semakin tersedu.
*******
Tiba-tiba Dewangga jatuh sakit. Ia harus dilarikan ke rumah sakit. Tentu saja keadaan Dewangga itu membuat Ryan gelisah. Sepanjang hari ia menunggu papanya bangun. Sudah hampir seminggu Dewangga tak sadarkan diri.
"Pak Ryan, ada yang ingin aku sampaikan mengenai permintaan pak Dewangga sebelum jatuh sakit." kata pengacara Dewangga.
"Apa papa sudah menulis wasiat?" pengacara itu menganggukan kepalanya. Kemudian ia menyerahkan berkas yang merupakan wasiat dari Dewangga yang Dewangga tulis sendiri.
Ryan membaca wasiat itu. Namun matanya terbelalak. Ada sebuah permintaan papanya yang membuatnya tidak senang. "Bisa nggak kalau poin ini dihapus?" Ryan menunjuk sebuah poin yang menurutnya tidak masuk akal.
"Bisa, tapi pak Ryan tidak akan mendapat apapun dari warisan pak Dewangga." kata sang pengacara.
"Kalau bapak ingin warisan pak Dewangga jatuh ke ibu Sinta, silahkan abaikan poin ini!" imbuh sang pengacara.
Ryan mulai berpikir keras. Ia menjadi kesal karena. "Kenapa dia tidak membiarkan aku hidup tenang sih?" gumam Ryan seorang diri.
Setelah membaca surat wasiat dari papanya. Ryan mulai berpikir keras lagi. Ia memikirkan bagaimana memenuhi permintaan papanya itu.
Ryan menemui Luna di tempat kerjanya. "Aku mau bicara sama kamu!" kata Ryan masih bersikap dingin.
Luna mengikuti Ryan. Ia duduk bersebrangan dengan Ryan. "Ada apa? Kamu juga mau nyalahin aku atas kematian kakak dan mamaku?" tanya Luna dengan ketus.
"Papaku sakit."
"Om Dewangga sakit apa?" Luna nampak begitu khawatir.
"Parah, papa sakit parah. Tapi, sebelumnya ia meminta aku agar menikahi kamu." Ryan tidak berbasa basi. Ia langsung bicara ke intinya.
Tentu saja perkataan Ryan itu membuat Luna terkejut. Mulutnya mangap saat mendengar perkataan Ryan tersebut. "Aku nggak mau. Gila apa ya, kamu mantan suami kakakku. Nggak mungkin aku nikahi kamu." dengan cepat Luna menolak. Selain dia tidak menyukai Ryan. Luna juga memikirkan pandangan orang terhadapnya.
"Aku nggak butuh jawaban kamu. Lagipula kamu harus mempertanggungjawabkan atas kematian kakak kamu." kata Ryan yang begitu sangat melukai hati Luna.
"Karena kamu, aku sekarang menjadi seorang duda." imbuh Ryan.
Brakk..
Luna menggebrak meja. Ia marah karena tuduhan itu. "Aku nggak pernah celakai kakak aku!" serunya dengan kesal.
"Kenapa kamu bisa selamat? Kenapa cuma Lita dan mama yang ada di mobil itu?"
"Ak.. Aku.."
"Udah cukup! Aku nggak butuh alasan kamu. Aku kesini cuma kasih tahu kamu. Kalau kamu masih punya hati nurani, kamu pasti akan penuhi permintaan papaku, sekaligus mempertanggungjawabkan kematian kakak kamu." Luna sampai terdiam. Ia tak percaya jika Ryan akan menuduhnya seperti itu.
Ryan pun segera beranjak. "Besok pagi jam 10, datang ke rumah sakit! Kita menikah di depan papaku. Kita juga bisa rahasiain masalah pernikahan ini!" kata Ryan sebelum ia meninggalkan tempat tersebut.
"Hufff.." Brakkk..
Luna memukul meja karena kesal. Ia bahkan sama sekali tidak bisa melawan Ryan. "Hah.." Luna menyangga kepalanya. Ia berusaha untuk meredam amarahnya.
"Kenapa semua orang mikir aku yang celakai kakak dan mama aku? Mereka tak tahu seberapa hancurnya aku saat menerima kabar itu." gumamnya seorang diri.
Luna kembali merasa tertekan. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Luna kemudian memikirkan kembali akan kebaikan Dewangga kepada dirinya dan keluarganya. Mendengar Dewangga sakit parah, hati Luna menjadi sedih.
Ryan kembali ke kantor. Ia meminta Dito, assistennya untuk menyiapkan pernikahannya besok. Ia sangat yakin Luna akan setuju menikah dengannya. Ia tahu bahwa Luna merasa bersalah kepada kakaknya. "Jam 10 di rumah sakit! Siapin semua dan jaga rahasia pernikahan ini!" pinta Ryan.
"Siap laksanakan." jawab Dito.
Selain keluarga, Ryan tak ingin orang lain tahu mengenai pernikahan keduanya. Apalagi istrinya adalah adik kandung dari istrinya sebelumnya.
"Setidaknya warisan papa aman dari wanita rubah tua itu." gumam Ryan.
Ia sama sekali tidak mau, semua harta warisan papanya akan jatuh ke tangan mama tirinya. Sejak kecil, ia sangat tidak menyukai wanita itu. Ryan selalu merasa jika mama tirinya itu memiliki niat tak baik terhadap papanya.
"Ryan, aku bawa makan siang buat kamu." Rose masuk ke ruangan Ryan dengan senang.
Setelah kematian Lita, Rose mulai terang-terangan mendekati Ryan. Ia memang menyukai Ryan sejak dulu. "Taruh aja disitu, aku udah makan tadi." jawab Ryan. Meskipun Ryan nampak tak senang. Tapi ia masih bersikap baik ke Rose.
"Besok aku mau nikah sama Luna." kata Ryan.
Tentu saja berita itu membuat Rose terbelalak tak percaya. Ia merasa kesal karena Ryan kembali menikahi orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Mesri Sihaloho
wah Jagan jangan rose dalang dari kecelakaan itu,,
2025-04-14
0