Bab.10

"Alan, kok kamu yang datang?" tanya Bi Sarti saat melihat jika putranya lah yang datang menjemputnya saat akan pulang ke mansion.

Bukan sopir pribadi Erwin yang biasa mengantar jemput Bi Sarti selama ditugaskan untuk mengawasi Ghina dan merawat apartemen nya.

"Kebetulan Pak Maman sedang tidak sehat Ma, jadi aku yang menggantikan nya untuk menjemput kalian. Lagi pula aku kan juga sedang libur kuliah dan tidak ada kegiatan, jadi sesekali bantuin Pak Maman tidak masalah kan Ma?" jawab pemuda yang diperkirakan seumuran dengan Ghina itu tersenyum ramah saat netranya bertemu dengan netra Ghina yang sedang menatapnya penuh dengan tanya.

"Iya tidak apa apa, ya sudah ayo. Kita harus segera tiba di mansion sebelum hari gelap,"

"Siap komandan,"

Pemuda yang bernama Alan itupun langsung bergerak membuka kan pintu mobil di bagian belakangnya untuk Mamanya dan juga untuk wanita muda yang saat ini ikut bersama dengan Bi Sarti.

Wanita muda yang tampak asing di mata Alan, karena ini pertama kalinya Alan melihat wanita itu.

Setelah memastikan Ghina dan Bi Sarti duduk dengan nyaman di dalam mobil. Alan pun segera menyusul, lalu mulai melajukan mobil itu untuk kembali ke mansion milik Erwin.

Dimana, tempat itu telah menajdi rumah kedua untuk dirinya dan juga Bi Sarti. Karena selama bekerja dengan Erwin, Bi Sarti dan keluarganya memang tinggal di paviliun mansion.

Meski begitu, Bi Sarti pun sebenarnya memiliki rumah. Hanya saja, rumah yang Bi Sarti bangun berada di kampung halaman. Karena Alan harus melanjutkan kuliah di kota, jadilah pemuda itu pun ikut tinggal dengan sang Mama di tempat kerjanya.

***

Setelah menempuh perjalanan selama hampir satu jam lamanya. Akhirnya mobil yang dibawa oleh Alan pun tiba di sebuah bangunan yang cukup besar dan juga mewah.

Bangunan yang tampak seperti sebuah istana di mata Ghina dan membuat wanita itu berdecak kagum saat melihat bangunan itu. Bahkan mulut Ghina sampai menganga saat melihat betapa besar dan mewahnya mansion yang dimiliki oleh Erwin.

Tidak heran jika Erwin memiliki apartemen yang cukup mewah, jika rumah nya saja bak istana di dalam cerita yang ada di negeri dongeng.

“Ayo turun dan kita masuk,” titah Bi Sarti yang hanya dijawab sebuah anggukan kepala oleh Ghina. Saking speechless nya wanita itu saat melihat bangunan yang merupakan rumah utama milik pria arogan yang selama satu minggu ini mengurung dirinya, entah karena kesalahan apa.

Bi Sarti pun membawa Ghina memasuki rumah besar dan mewah itu. Di saat mereka masuk, Ghina kembali dibuat kagum dengan apa yang ada di dalam nya.

Hingga tak ada kata yang terucap dari mulut cerewetnya saking kagum dan shock nya seorang Ghina saat melihat seisi rumah yang begitu besar dan mewah itu, yang di lengkapi oleh barang barang antik dan juga mahal di dalam nya.

Bi Sarti terus membawa Ghina masuk semakin dalam. Lebih tepatnya ke arah belakang rumah mewah itu. Bi Sarti membawa Ghina ke sebuah kamar yang terletak tepat di samping kolam renang yang besar dan panjang yang ada di bagian belakang rumah itu.

“Mulai sekarang kamu akan menempati kamar ini. Jika ada yang kamu butuhkan kamu bisa datang ke paviliun tempat Bibi tinggal. Itu pintu penghubung antara mansion ini dan paviliun, kamu mengerti?” ucapnya saat sudah tiba di kamar yang akan ditempati oleh Ghina, lalu menunjuk ke sebuah pintu gerbang kecil yang tidak jauh dari sana.

"Iya, baik Bi. Terima kasih,"

"Ya sudah, sekarang lebih baik kamu istirahat dulu. Nanti sore bantu Bibi di dapur, ok?"

"Iya, baik Bi,"

"Baiklah. Kalau begitu Bibi ke paviliun dulu ya. Kamu istirahat saja dulu,"

"Iya, Bi. Terima kasih."

Bi Sarti pun akhirnya meninggalkan Ghina di dalam kamarnya. Sepeninggalan wanita baya itu, Ghina pun segera membereskan semua barang barang nya untuk dia simpan di dalam lemari yang ada di sana.

Setelah itu, Ghina pun memilih membaringkan tubuhnya sebelum kembali beraktivitas untuk membantu Bi Sarti.

*

*

"Hai, lagi ngapain?" Suara bariton seseorang mengalihkan perhatian Ghina dari lamunan nya.

Setelah melakukan tugasnya membantu Bi Sarti di dapur dan sedikit membersihkan rumah mewah dan besar itu, Ghina pun memilih untuk duduk, diam menyendiri di samping kolam renang yang ada di sana.

Menatap gelapnya langit malam yang di hiasi oleh kerlap kerlip bintang di atas sana. Yang membuat gelapnya langit malam kala itu menjadi cukup indah untuk di pandangi.

Mencoba melepas semua risalah hati yang selama satu minggu ini terus saja menghimpit dadanya.

"Hai juga. Seperti yang kamu lihat, cuma duduk sambil menikmati indahnya langit malam. Kamu sendiri ngapain? Kenapa belum pulang?" jawab Ghina dengan balik bertanya.

"Ini jadwalku menjaga rumah ini, selain Mama yang kerja di sini. Aku juga ikut kerja dengan membantu Pak Maman menjaga rumah ini. Karena beliau sedang tidak sehat, jadi aku yang jaga. Oh iya, nama kamu siapa? Aku Alan," jawab pemuda tampan itu mengulurkan tangan nya ke arah Ghina.

Dengan senyum manis yang terpasang di wajahnya, Ghina pun menerima uluran tangan dari Alan sebagai tanda perkenalan mereka.

"Sudah tahu kok. Aku Ghina," jawab Ghina saat menerima uluran tangan dari Alan.

"Ok. Ngomong ngomong, umur kamu berapa tahun? Kok bisa kenal sama Tuan besar?" tanya Mario lagi, sambil mendudukkan dirinya di samping Ghina.

"Tahun ini 20 tahun, emm kalau itu. Aku juga bingung jawab nya bagaimana, ceritanya panjang dan juga membingungkan. Jadi, lebih jangan dibahas dulu aja ya. Kita bahas yang lain saja," jawab Ghina yang enggan membahas apapun tentang dirinya dan Erwin pada Alan.

Terlebih, mereka baru saja saling kenal. Mana mungkin Ghina menceritakan aib dirinya dan juga Tuan arogan itu pada orang yang baru dia kenal.

"Baiklah, jika itu hal yang tidak ingin kamu bagi, aku akan menghargainya." jawab Alan tidak ingin memaksa. Toh mereka juga baru saling kenal, jadi wajar jika Ghina masih enggan menceritakan kisahnya dengan Erwin.

"Kamu sendiri, berapa tahun dan apa yang saat ini sedang kamu kerjakan?" tanya Ghina balik.

"Sekarang ini 24 tahun, baru selesai sidang skripsi dan saat ini lagi jadi pengangguran karena masih nunggu jadwal wisuda. Kamu sendiri kuliah dimana?"

"Kuliah, seandainya bisa aku akan jadi orang yang sangat bahagia saat menyandang status mahasiswi. Namun, sayang aku tidak seberuntung kamu yang bisa lanjut kuliah hingga menyandang status seorang sarjana," jawab Ghina sendu, hingga membuat Alan merasa tidak enak hati.

"Tidak apa apa, semua orang punya jalan takdirnya masing masing," jawab Alan mencoba menghibur Ghina.

"Iya, kamu benar dan tidak semua orang memiliki keberuntungan untuk melanjutkan kuliah." jawab Ghina lagi ynag kini mencoba memasang senyuman di wajahnya.

Keduanya pun akhirnya terlibat obrolan yang cukup mengasyikkan untuk sekedar mengisi waktu di tengah tengah kekosongan dan kehampaan yang Ghina rasakan selama ini.

Obrolan dua insan itu pun mulai mengalir begitu saja sehingga menciptakan keakraban tersendiri meski mereka berdua baru saja saling mengenal satu sama lain.

Tanpa keduanya sadari, jika ada sepasang mata tengah menatap tajam ke arah mereka. Dengan rahang yang mengeras dan kedua tangan yang terkepal kuat. Orang itu tidak melepaskan pandangan nya dari sosok wanita muda yang saat ini sudah berhasil mengusik hidup dan juga hatinya.

Terpopuler

Comments

Tria Hartanto

Tria Hartanto

wah pak tua cemburu

2024-03-14

0

Teh Yen

Teh Yen

jangan macam" Alan ghina punya tuan besar dan jangan terlalu dekat jg ada yg cemburu tuh

2024-03-14

1

Aisyah farhana

Aisyah farhana

si om cemburu yahhh emang ada hak gitu aneh

2024-03-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!