Terjawab sudah berbagai keanehan dan kejanggalan yang aku rasakan.
Aan adalah seorang pengangguran, bisa dibilang anak mami. Selama hidupnya ia tidak pernah serius dalam melakukan pekerjaan apapun.
Semua kebutuhannya dipenuhi oleh mamanya, tentunya dengan cara terselubung tanpa sepengetahuan ayahnya.
Mama dan ayahnya memiliki pola pandang yang berbeda dalam mendidik anak.
Mama lebih kepada memanjakan sedangkan ayah cenderung keras dan tegas, tentunya mengingat bahwa Aan adalah seorang pria yang mana harus bertanggungjawab atas pasangan hidupnya kelak.
Keadaan inilah yang membuat adik - adiknya tidak pernah menghargainya sebagai abang.
Mereka merasa bahwa abangnya itu tidak berguna, hanya menambah masalah dan biaya hidup saja. lebih tepatnya parasit.
Dan yang membuat mereka semakin gila adalah ketika mereka mendengar bahwa abang mereka sudah menghamili perempuan, mereka menghinakan abangnya yang tidak memiliki apapun, berani - beraninya menghamili anak orang.
Hal itu yang kerap membuat mereka untuk menyuruh- nyuruh abangnya, agar ada sedikit peran dan fungsi nya dalam keluarga.
Tentu saja keadaan ini sangat menyakitkan bagiku. Melihat kenyataan suamiku tidak merasa tersinggung sama sekali dengan perlakuan mereka.
Aku harus mengubah keadaan ini, demi keutuhan rumahtanggaku dan khususnya untuk anakku.
Perlahan tapi pasti aku mulai berani menuntut Aan menunaikan kewajibannya sebagai suami, yakni untuk menafkahi aku dengan hasil keringatnya sendiri.
Aan pun menyanggupi dengan bekerja sebagai penarik becak, karena keluarga Aan punya becak.
Nsmun sayangnya, Aan lebih banyak mengantar jemput adik -adiknya dengan berbagai urusan.
Terlebih saat itu ayah dan kedua adik iparku masih tinggal di rumah kontrakan yang memang sudah mereka tempati sebelum kehadiranku, alasannya karena lebih dekat dengan tempat kerja ayahku.
Alhasil, pendapatan tentu saja sangat minim.
Ketika aku mulai mengeluhkan masalah keuangan, maka ia akan selalu bilang iya dan yang terjadi adalah menghubungi mamanya untuk meminta dikirimi sejumlah uang.
Keadaan itu menyebabkan kemurkaan pada adik - adiknya.
Mereka tidak terima jika mamanya harus selalu mengirimi uang.
Sebenarnya secara tidak langsung mereka menyuruh abangnya itu untuk mencari uang sendiri dan menghidupi istri dengan keringat sendiri. Namun, suamiku tidak pernah mengambil pusing dengan sifat mereka.
Beberapa bulan kemudian, mama mertuaku dan adik iparku pulang dari luar kota untuk beberapa hari menetap dirumah yang kami tempati. Begitupun dengan ayah mertuaku serta dua adik iparku yang lainnya.
Kami berkumpul.
Entah bagaimana ceritanya, ayah mertuaku memutuskan untuk tinggal bersama kami dirumah yang kami tempati.
Dan hal itu disetujui oleh mama mertuaku dengan alasan karena akupun sudah hamil tua dan perlu ditemani.
Begitulah pada akhirnya kami tinggal bersama. Namun setelah tinggal bersama, alih - alih untuk menemaniku dan membantuku karena kondisi hamil tua malah pekerjaan rumah yang semakin menumpuk.
Aku harus mempersiapkan seluruh keperluan ayah mertuaku pada saat berangkat kerja dan setelah pulang kerja, mulai dari pakaian sampai makanan.
Belum lagi mencuci pakaian adik iparku. Melelahkan sekali.
Hanya nenek dan omnya yang mengerti posisiku saat itu, mereka geram dengan perlakuan keluarga inti suamiku kepadaku.
Terkadang nenek mengajak aku sekedar hanya ke pasar tradisional untuk keliling saja karena hari - hariku memang 24 jam full dirumah dengan semua pekerjaan rumah.
Sedangkan suamiku, tetap setia sebagai pengawal pribadi keluarganya tanpa pernah memikirkan betapa tertekannya diriku.
Ada orang tua pernah berkata:
" bayi hasil hubungan luar nikah biasanya kuat",
dan itu kuakui, karena syukurnya dalam tekanan dan kelelahan seperti apapun bayiku tidak pernah membuat masalah dalam perutku.
aku tetap leluasa bergerak.
Begitulah hari - hari kulewati setelah menikah.
Hingga pada suatu pagi, ayah mertuaku menemukan surat di meja teras rumah, ia melihat atas nama universitas tempatku kuliah, ia segera menyerahkan padaku dan menyuruhku untuk segera membacanya.
Ternyata itu adalah surat pemberitahuan masa tenggang penyelesaian skripsiku. Aku hanya diberikan waktu dalam semester itu juga untuk menyelesaikannya.
" Apa bisa kamu mengejarnya kak?", tanya ayah mertuaku.
" Jika biaya administrasi terpenuhi, bisa yah...", jawabku.
" Oh kira - kira berapa biaya yang dibutuhkan?", tanya ayah mertuaku lagi.
" Jika tidak ada perubahan ketentuan dari pihak kampus, lebih kurang 3 juta yah...", jawabku.
Ayahku mengangguk - angguk.
"Jika memang kakak bisa maka nanti sore pulang kerja ayah kasi uangnya", jelas ayah mertuaku.
Aku pun menyanggupinya dan memint ijin hari itu juga aku akan mengambil komputer dan semua barang - barangku yang ada di kostku sebelumnya.
Setelah ayah berangkat kerja, aku dan Aan pun segera menuju kost lamaku.
Semua penghuni kost lama menyambutku terharu, bercerita - cerita dengan beberapa penghuni kost yang ada setelah itu menemui pemilik kost untuk minta ijin.
Aku ingin sudah berada dirumah sebelum ayah mertuaku pulang kerja.
Sore pun tiba, semua sudah tersusun rapi.
Ayah mertuaku tersenyum sumringah begitu melihat segala keperluan skripsiku tersusun. Ayah mertuaku duduk sembari membaca proposal - proposal skripsiku yang sudah di ACC oleh dosen pembimbingku.
segera ayah mertuaku menyerahkan sejumlah uang yang telah kami bicarakan sebelumnya.
" Jika ada lagi yang dibutuhkan, segera beritahu ayah ya kak", ucap ayah .
Adik - adikku seakan bereaksi tak percaya dengan semua yang ada didepan mereka.
Mereka sepertinya telah menyepelekan kebenaran tentang statusku sebagai mahasiswa di salah satu universitas nomor satu saat itu.
Mereka terlihat memastikan seluruh berkas yang ada di meja dan beberapa kartu identitas, berupa kartu tanda mahasiswa(KTM), kartu keanggotaan perpustakaan umum universitas, keanggotaan perpustakaan jurusan, transkip nilai dan banyak lagi hal lainnya.
Aku membiarkan mereka sibuk dengan segala rasa penasaran mereka, sembari aku mulai memasang dan mengotak atik komputer sampai pada akhirnya kembali siap untuk digunakan.
" Sholat yuk..", ajak ayah mertuaku.
Semua bergegas untuk sholat maghrib bersama.
Seperti biasanya, setelah sholat maghrib maka saatnya makan malam bersama,
" Kapan kakak mulai kekampus?", tanya mertuaku di sela makan malam.
" Besok yah...", jawabku.
" Emang udah ada persiapan?", tanya ayah lagi.
"Sudah yah tapi belum rampung, sebelumnya aku sudah masuk di bab 1 dan ada beberapa perbaikan, rencananya malam ini akan kuselesaikan", jawabku bersemangat.
"Baguslah kalau begitu, tetapi ingat kandunganmu kak", imbuh ayah lagi.
Hening sejenak, yang terdengar hanya suara sendok yang beradu dengan piring.
" Seandainya saja adikmu bisa menyelesaikannya ...", ucap ayah mertuaku sembari melihat kearah adik iparku yang nomor 2.
"Bisa yah...", jawabku.
" Bagaimana caranya?", tanya ayah penuh harapan
" Selama semua data dan berkas lengkap, masih bisa dilanjut, seandainya pun tidak mau dikampus yang dulu bisa sistem transfer ke kampus yang diinginkan", cecarku.
" Coba nanti dibantu adikmu ya kak", sahut ayah lagi.
" Baik yah...", jawabku sambil memandang adik iparku.
Namun adik iparku sepertinya tidak merespon situasi itu dengan baik seakan tidak suka untuk membicarakan tentang kuliahnya dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments