Berselang beberapa hari setelah pernikahanku selesai.
Keluarga besar Aan mengadakan acara rekreasi bersama, jalan - jalan ke pantai.
Aku mulai merasa ada kejanggalan yang kutemui pada Aan.
Di keluarga besarnya Aan adalah anak paling besar, cucu paling besar baik dari pihak ayah mertua maupun pihak mama mertua. Aan 4 bersaudara, 1 laki - laki dan 3 perempuan.
Aku masih menganggap kejanggalan yang kurasakan adalah karena latar belakang kehidupan, misalnya aku orang batak sudah diajarkan dari kecil untuk tidak sembarangan dalam berbicara ataupun bertindak terhadap saudara laki - laki, karena itu dianggap tidak sopan dan sangat bertentangan dengan prinsip dasar adat orang batak yang istilahnya" somba marhula - hula".
Sementara Aan didalam keluarganya terkesan diabaikan bahkan dianggap becandaan oleh 3 adik perempuannya.
Adik - adiknya sangat tidak hormat padanya sedikitpun sebagai saudara tertua atau apalah istilahnya.
Tidak ada yang mau mendengarkan pendapatnya, sehingga yang terjadi hanya sebagai pengikut dan menurut saja.
Hal ini membuat aku menjadi khawatir apa yang salah dengannya? kenapa sebegitunya mereka memperlakukannya? namun semua kupendam dalam hati saja.
Seperti saat acara rekreasi pun aku merasa tidak bisa terima dengan perlakuan mereka.
Aan ikut dalam acara itu bukan sebagai keluarga atau pria yang baru saja menikah, melainkan sebagai tukang angkat atau kasarnya babu.
Aan harus mengangkat semua keperluan adik - adik perempuannya, belum lagi keperluan mamanya ditambah sekarang dengan diriku yang sedang hamil.
Tentu saja keperluan itu bisa dibawa sendiri oleh yang bersangkutan menurut sudut pandangku, tapi entah mengapa harus ia yang membawanya.
Masih banyak kejanggalan yang kurasakan, namun hal - hal ini yang menurutku terlalu ketara sekali.
Aku sebisa mungkin untuk mandiri, karena tidak mungkin lagi rasaku untuk berharap penuh padanya melihat situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Aku mengerjakan segala sesuatunya sebisaku, dan yang anehnya mereka hanya diam ketika itu kukerjakan.
Hingga tiba pada titik dimana aku merasa bahwa mereka hendak memperlakukanku sama seperti mereka memperlakukan Aan , abang kandungnya sendiri.
Aku masih berusaha menerima kenyataan itu walaupun sungguh tidak menduga.
Yang paling tidak bisa diterima oleh akal sehatku, ketika ia harus tetap berada disamping mama dan saudara - saudara perempuannya hanya untuk sekedar berbelanja, meninggalkan aku sendirian yang sedang hamil dengan segudang pekerjaan rumah.
Aku mulai berontak dan menunjukkan reaksi yang nyata didepan Aan terutama.
Pemberontakanku untuk yang pertama kali adalah membiarkan rumah tetap seperti semula berantakan pada saat mereka berangkat.
Ketika mereka pulang aku langsung masuk kamar dan tidak perduli dengan kepulangan mereka.
Hal ini membuat Aan langsung mencariku kekamar, dan menanyakanku mengapa tidak keluar.
"Oh...maksudnya aku harus menyambut kedatangan kalian gitu?", bantahku pada Aan.
Aan bereaksi terkejut dengan ucapanku.
" Kenapa nda? kok langsung sewot sih?",
tanyanya masih belum mengerti.
"Kamu sadar gak sih sudah beristri? sadar gak bentar lagi bakal punya anak?",tanyaku sewot
Aan mengangguk saja, tetap tidak mengerti apa maksudku.
' Trus klo iya, apa yang harusnya kamu lakukan sebagai suami dan ayah? apa?",
Aku bertanya mulai tersulut amarah .
Ditambah suara iparku terdengar di luar seperti menyindir tentang keadaan rumah yang tidak kubereskan.
Aan menjadi bingung dengan sikapku.
" Tidak mengerti juga? gak sadar? kamu menikahiku hanya supaya ada teman tidurmu kan? tempat birahimu semata kan?",
Aku sengaja meninggikan suara agar terdengar oleh ipar- iparku dan bahkan mama mertuaku.
" Mana tanggung jawabmu sebagai suami mana?! hari - harimu sibuk dengan urusan yang tidak ada hubungannya denganku dan anak! bahkan untuk mengisi perutku saja agar tetap hidup supaya bisa kau tiduri saja dari orangtuamu, mau bagaimana maksudmu?",
tantangku pada Aan.
Mungkin suaraku terdengar oleh mereka, sehingga tidak ada lagi suara - suara berisik diluar, sepi.
Aan mendekatiku, berusaha menenangkanku. Namun aku makin menjadi.
"Aku berpikir kamu akan bertanggung jawab penuh dengan berusaha bekerja, menghasilkan uang dengan keringatmu sendiri untuk anak istri tapi ternyata tidak!, wajar saja jika kamu tidak dihargai sama sekali sama adik- adikmu!, kamu itu hanya benalu dalam keluarga ini lalu membawaku juga untuk menambah benalu lagi!",
Aku teriak bersamaan dengan itu mama mertuaku masuk.
" Apanya ucapanmu itu kak? kami tidak menganggap ada benalu - benaluan disini?", sahut mama mertuaku.
" Jika ada yang tidak berkenan dihatimu, kan bisa diomongkan?", tambah mertuaku
Aku hanya tersenyum meringis mendengar omongan mama mertuaku.
" Sudah bang, biarkan istrimu istirahat dulu, sebaiknya ikut mama keluar dulu,biar tenang dulu",
Seraya menarik tangan Aan bergegas meninggalkanku dikamar.
Aku hanya terdiam melihat cara mama mertuaku.
Aku memutuskan untuk tetap berada didalam kamar sampai ayah mertuaku pulang kerja.
Sore tepatnya menjelang maghrib, ayah mertuaku pulang.
Seperti biasa ayah mertuaku akan selalu membawa buah yang beliau beli di pinggir jalan yang ia lewati dan akan segera memberinya padaku.
Melihatku tidak menyambut kepulangannya, beliau pun bertanya pada adik iparku yang bungsu.
" Kakak mana?tumben gak nyambut ayah pulang?",
tanya ayah mertuaku lembut pada si bungsu.
" Ada yah, dikamar lagi merajuk sama abang", jawabnya polos.
terdengar langkah kaki ayah mertuaku mendekati kamarku.
" Kak...ini ayah bawa buah ni....makan ya..ayah letak dimeja makan...", kata ayah mertuaku.
Aku hanya diam tidak menjawab.
Ayah mertuaku bergegas menuju kamar mandi,sudah kebiasaan ayah mertuaku setelah menyapaku pulang kerja akan langsung ambil wudhu untuk sholat maghrib, dan biasanya ia akan mengajak semuanya.
"Kak...sholat yuk...", sahut ayah mertuaku lagi.
Aku tidak berani menolak ajakan sholat ayah mertuaku.
Segera ku bergegas dan keluar menuju tempat sholat. Ayah mertuaku memandangku sekilas dan segera sholat.
Begitu siap sholat, tanpa salim , aku segera masuk kamar lagi. aku tau itu sungguh tidak sopan tapi melihat Aan serta yang lainnya membuat aku muak.
Terdengar tapi tidak jelas, ayah mertuaku berbicara dengan semuanya di ruang tv.
Entah apa yang mereka bicarakan.
Tidak lama berselang terdengar suara pintu dibuka.
ceklek
Aan muncul didepan pintu. ia mendekatiku dan menyuruh untuk makan.
Semua sudah berkumpul.
Aku tetap tidak mau dengan alasan bahwa aku tidak lapar. Aku menyuruh mereka makan duluan.
Aan pun keluar.
Aku mendengar sekilas suara - suara yang menunjukkan pada akhirnya mereka makan tanpa aku.
Aku kembali membaringkan tubuhku dengan posisi menyamping karena perutku yang sudah mulai membesar,
ceklek...
Pintu terbuka dan langkah kaki mendekatiku
"Kak...makan dulu yuk... gak baik buat janin loh ...ayah gak tau apa yang membuat kakak marah tapi yang jelasnya isi dulu perut, kasian bayi dalam kandunganmu...sambil makan kakak kalau berkenan cerita sama ayah, siapa tau ayah bisa bantu...",
Begitulah ayah mertuaku.
Berbeda pada saat persiapan pernikahan dan masa pernikahanku.
Setelah menikah ayah semakin baik padaku melebihi yang lainnya.
aku hanya menurut saja, keluar kamar dan makan.
Aan segera mengambilkan makan untukku berusaha mencari cara untuk mengambil hati,
" Tidak usah, aku bisa sendiri!",
sembari mengambil piring dari tangannya begitu saja.
Ipar - iparku terlihat menahan tawa seakan hendak mengejek Aan lagi. Namun kali ini tidak bersuara. semua diam dan sibuk dengan makanan masing - masing.
Biasanya siap makan, aku akan membereskan meja dan semuanya.
Tapi kali ini tidak.
Aku tetap pada pendirianku untuk memberontak. Aku langsung masuk kamar tapi diikuti Aan. Sesampainya dikamar Aan menutup pintu dan mendekatiku.
"Bunda...maaf, aku betul - betul tidak paham, ada apa?",
tanyanya terlihat cemas.
" Aku ingin punya suami yang bertanggung jawab, bekerja untuk anak istrinya, mengutamakan anak istrinya dan menghabiskan waktu luangnya untuk anak istrinya", jawabku.
Aan diam.
" Maaf bunda...aku akan berusaha menjadi suami yang seperti bunda mau...tapi sabar ya bun....ayah akan usahakan sebisa ayah...",
tuturnya dengan lembut.
Aan punya kebiasaan selalu menciumi perutku dan akan bercerita pada bayi dalam perutku jika menjelang tidur malam.
" Ayah sungguh menyayangi kalian, jadi jangan marah ya...ayah bingung jika kalian marah pada ayah",
ucapnya sambil mencium keningku dan membaringkan tubuhnya disampingku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments