MY GUARDIANS -Love, Hope, And Farewell-

MY GUARDIANS -Love, Hope, And Farewell-

BINTANG JATUH

"Ini tidak adil! Bagaimana bisa dia meninggalkan putri kita begitu saja, dan malah menikah dengan wanita lain. Ini sama sekali tidak adil. Bagaimana nasib Yasmin kita, Suamiku? Bagaimana nasib Yasmin kita tersayang. Dia pasti terpukul sekali sekarang. Dia pasti patah hati!"

"Hust, jangan keras-keras. Apa kau mau semua tetangga mendengar ocehanmu, hah!"

"Biar saja. Biar saja mereka dengar. Kasihan putri kita. Kasihan sekali dia."

"Biar saja mereka dengar katamu? Yasmin akan malu karena dikasihani oleh seluruh penduduk desa. Dia tidak suka dikasihani."

Yasmin menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan kasar begitu ia mendengar perdebatan tidak penting yang terjadi di dalam kamar kedua orang tuanya. Parahnya lagi, ibu dan ayahnya bukan hanya sekadar berdebat, tetapi keduanya juga menangis. Yasmin dapat mendengar suara isakkan sang ibu yang tanpa henti, seolah sedang menangisi seseorang yang telah wafat.

Yasmin sama sekali tidak mengerti, kenapa orang tuanya harus repot-repot menangisi nasibnya yang akan ditinggal menikah. Padahal dirinya saja sudah tidak begitu sedih. Toh, pria sampah harus berakhir di tangan wanita sampah juga. Hal itu justru baik baginya.

Dengan enggan, Yasmin melangkah menuju dapur, membuka lemari pendingin dan meraih beberapa batang cokelat serta sebotol air mineral berukuran kecil. Ia memasukan cokelat dan air mineral ke dalam saku jaketnya, lalu ia mengendap-endap menuju pintu belakang, mendorong daun pintu hingga terbuka, dan segera melompat ke halaman belakang.

Hawa dingin yang mengigit menyambut kehadiran Yasmin, membuat tubuhnya seketika menggigil kedinginan.

"Jika di sini saja sedingin ini, bagaimana di bukit nanti. Aku bisa mati kedinginan di sana," gumamnya, sembari meraih selembar selimut tipis dan senter yang terdapat di lemari penyimpanan di teras belakang.

Setelah merasa persiapannya sudah lengkap, Yasmin pun melanjutkan langkah menuju jalan setapak yang akan membawanya ke salah satu bukit favoritnya, yaitu Bukit Bintang.

***

Bayangan kurus dan tinggi mengikuti setiap langkah Yasmin, menemani wanita itu di dalam kegelapan yang liar dan mencekam. Rambut Yasmin yang tergerai, berkibar ditiup angin. Membuat bayangan Yasmin terlihat menakutkan, seperti bayangan seorang penyihir yang sedang menjelajah di tengah hutan.

"Ah, rambut sialan. Membuat seram saja," gumam Yasmin, sembari merapikan rambutnya begitu ia melihat bayangannya sendiri.

Yasmin adalah wanita yang cantik, dan terbilang sukses. Usianya baru memasuki awal 30-an, tetapi ia telah memiliki jabatan penting di kantor tempatnya bekerja.

Tubuh Yasmin tinggi dan langsing, kakinya panjang dengan tungkai yang indah, kulitnya seputih susu, sangat kontras dengan rambutnya yang berwarna hitam legam.

Sedangkan wajah Yasmin jangan ditanya lagi, ia cantik. Matanya bulat dan besar, tulang pipinya tinggi, dan dagunya yang runcing memiliki belahan tepat ditengahnya. Alisnya tebal dan tertata rapi, bulu matanya lentik, dan saat menatap seseorang, tatapannya begitu tajam.

Bisa dikatakan bahwa Yasmin terlihat seperti boneka hidup. Setiap senti tubuhnya mengandung kesempurnaan yang tidak masuk akal. Namun, ternyata cantik saja tidak cukup untuk membuat seorang pria bertahan pada kesetiaan. Nyatanya kekasih Yasmin berselingkuh dengan sahabat Yasmin sendiri--Aurel--dan parahnya lagi Aurel sampai mengandung.

Yasmin tidak tahu kapan, dan di mana tepatnya Aurel dan Mico bertemu, lalu saling melucuti pakaian dan bercinta habis-habisan, karena selama ini Mico selalu berada di sisinya, begitu juga dengan Aurel, hingga rasanya mustahil sekali jika keduanya bertemu diam-diam dan mulai bermain cinta di belakangnya. Memikirkan hal itu membuat Yasmin sakit kepala, hingga ia berusaha setengah mati agar tidak lagi memikirkan bagaimana kisah cinta terlarang antara Mico dan Aurel.

Setelah menghabiskan waktu lebih-kurang setengah jam, Yasmin akhirnya tiba di atas bukit. Ia tersenyum, dan berputar di tempat dengan kedua lengan yang terbuka lebar.

"Ah, akhirnya aku berada di sini lagi. Yuhuuu!" teriak Yasmin.

Berada di atas bukit merupakan hal yang paling menyenangkan bagi Yasmin. Ia merasa bebas, merasa lega, dan tenang. Seolah beban yang salama ini menghimpit dadanya menguap dan menghilang ditiup oleh angin.

Sejak kembali ke desa, Yasmin memang kerap menghabiskan waktu di atas bukit. Terkadang ia datang ke bukit di pagi hari untuk melihat matahari terbit, terkadang ia datang di sore hari untuk melihat matahari tenggelam, dan kali ini ia datang di malam hari untuk pertama kalinya. Ia datang untuk menangisi malam ini, karena malam ini adalah malam pernikahan Mico dan Aurel.

Yasmin duduk di atas rerumputan yang sedikit basah karena embun, kemudian ia mengeluarkan cokelat dan air mineral dari dalam saku jaketnya dan meletakkan semua perbekalannya itu tepat di sampingnya sebelum ia memutuskan untuk berbaring telentang dan menatap langit yang penuh bintang. Sesekali jemarinya yang lentik mengusap sudut matanya yang mulai basah karena air mata. Berpura-pura tegar memang mudah saat ia berada di sekitar ayah dan ibunya, tetapi saat ia sedang sendiri seperti sekarang, sulit sekali menahan air matanya agar tidak tumpah.

"Indahnya," gumam Yasmin. "Itu rasi bintang Orion. Yang itu ... sepertinya Sirius," gumamnya lagi, sembari menunjuk ke langit, menghubungkan garis antara satu bintang dengan bintang lain.

Yasmin suka melakukan hal itu. Menatap langit, mencari-cari rasi bintang sambil berbicara sendiri. Ia telah melakukan hal demikian sejak masih kecil, dan sekarang ia melakukannya lagi saat ia sedang sedih.

Saat sedang asyik menebak-nebak rasi bintang yang ada di langit, tiba-tiba saja sudut matanya menangkap sesuatu yang melesat dengan cepat dari langit menuju bumi.

Yasmin segera bangkit untuk duduk, dan kedua matanya memandang cahaya yang meluncur turun dengan gerakan yang begitu cepat.

"Wah, bintang jatuh!" serunya. "Bagus. Ini bagus sekali. Aku akan mengajukan permohonan." Yasmin menegakkan duduknya, menutup mata, lalu menyatukan kedua tangan dan berujar. "Wahai bintang jatuh. Kabulkan keinginanku. Aku ingin agar Mico dan Aurel gagal melakukan malam pertama mereka malam ini. Buatlah Mico tidak bisa membuka celananya, dan ... Apa lagi, ya? Ah, buat saja senjata Mico tidak dapat berdiri tegak! Pokoknya tidak bisa berdiri tegak!"

Dum!

Yasmin tersentak saat ia merasakan sesuatu yang berat mendarat di tanah di dekatnya, dan seketika itu juga udara yang dingin perlahan menjadi hangat, bahkan cenderung panas hingga mampu menimbulkan sensasi membakar di kulitnya.

Yasmin mengatupkan bibir, dan segera membuka kedua matanya, lalu bangkit berdiri sambil terbatuk-batuk, karena debu dan asap kini memenuhi udara di sekitarnya.

Tangan Yasmin mengibas, berusaha menyingkirkan debu dan asap yang menghalangi pandangannya, dan detik berikutnya ia pun memekik begitu pandangannya mulai jelas, dan ia bisa melihat apa yang ada di hadapannya.

"Aaaaah! Burung raksasa!"

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!