Eridanus duduk di sofa, menatap secangkir cokelat panas yang masih mengepulkan asap tebal. Di hadapannya, duduklah Elvira dan juga Aldi yang sedang asyik mengobrol. Sesekali Elvira mencuri pandang ke arah Eridanus, sulit sekali baginya mengabaikan Eridanus yang rupawan, walaupun Aldi juga memiliki wajah yang sangat tampan, tetapi Eridanus jelas jauh lebih tampan dan lebih seksi.
"Aku terkejut saat Yasmin memintaku untuk bertemu di gedung terbengkalai itu. Aku pikir dia akan gantung diri, dan dia menghubungiku hanya untuk memastikan agar jenazahnya ditemukan setelahnya." Aldi berujar, sambil menyesap sedikit demi sedikit cokelat panasnya.
Elvira berdecak. "Tidak mungkin dia melakukan itu. Apa untungnya mati di usia muda."
"Siapa yang tahu. Dia kan sedang sakit hati." Aldi mengangkat bahunya. "Bukan hal mudah menghadapi situasi seperti yang Yasmin alami. Apalagi, kekasihnya berselingkuh dengan sahabat Yasmin sendiri."
Elvira kembali berdecak, terlihat tidak terlalu suka pada pernyataan Aldi.
"Ada banyak pria di dunia ini, bahkan di dunia lain." Elvira melirik Eridanus, lalu melanjutkan, "Untuk apa mengakhiri hidup hanya demi pria brengsek seperti mantannya. Aku rasa Yasmin tidak selemah itu."
Aldi mengangguk setuju, kemudian ia menatap Eridanus yang sejak tadi hanya diam mendengarkan.
"Di mana kalian berdua bertemu dengan dia, dan sebenarnya dia itu apa?" tanya Aldi.
Elvira menggeleng. "Aku pun tidak tahu dia itu apa. Bagiku yang penting dia tampan."
Mendengar jawaban yang keluar dari bibir Elvira membuat Aldi kesal. Apalagi, yang dikatakan oleh Elvira adalah kenyataan. Eridanus memang sangat tampan, bahkan Aldi beranggapan jika dirinya adalah seorang wanita, pasti ia pun akan jatuh cinta pada Eridanus juga, sama seperti Elvira.
"Dia terluka saat kami baru tiba di sini. Itulah sebabnya Yasmin menghubungimu. Yas bilang kalau kau adalah seorang dokter, dan hanya kaulah yang bisa menolong Eridanus saat itu."
Aldi mengernyitkan dahi. "Hanya aku. Kenapa hanya aku yang bisa menolongnya? Ada banyak dokter di kota ini."
"Ya, tentu saja karena kau adalah teman Yasmin. Menurut Yasmin, kau bisa menjaga rahasia. Yasmin tidak ingin jika ada orang lain yang menyadari bahwa Eridanus bukan manusia biasa."
Aldi mengangguk paham. "Ya, aku mengerti. Tapi, dokter mana pun tidak akan menyadari bahwa dia bukan manusia. Dia bisa menyembunyikan kedua sayapnya dengan baik. Lihatlah, dia senormal manusia kebanyakan, kecuali rambutnya yang terlalu panjang itu."
"Masalahnya bukan hanya sayapnya, tapi darahnya juga. Dokter mana pun akan terkejut saat melihat darah Eridanus."
"Darahnya. Memangnya ada apa dengan darahnya?" Aldi semakin penasaran.
Elvira menghela napas, lalu menjawab pertanyaan Aldi, "Darahnya berwarna perak. "
Aldi menutup mulut dengan tangannya. Ia terlihat sangat terkejut. Bagaimana pun juga ia belum pernah menemukan makhluk apa pun di dunia ini yang memiliki darah berwarna perak.
"Perak katamu?!"
Elvira mengangguk.
"Astaga bagaimana bisa?!"
Elvira menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Tapi bukankah tidak terlalu mengejutkan. Dia berbeda dengan kita, dia juga berasal dari dunia antah berantah, jadi sangat wajar jika warna darahnya dan warna darah kita berbeda."
***
Yasmin telah selesai membersihkan diri. Ia memilih dress selutut berwarna putih yang melekat pas di tubuh langsingnya.
Setelah mengenakan pakaian, Yasmin menyisir rambut panjangnya, mengikat ekor kuda rambut tersebut, dan segera mengaplikasikan makeup tipis di wajahnya.
"Done," ujar Yasmin, sambil bangkit berdiri dari kursi yang letaknya tepat di depan meja rias.
Sebenarnya saat ini Yasmin merasa sangat lelah. Ia ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk, menarik selimut hingga menutup seluruh tubuhnya dan segera jatuh tertidur. Namun, ia tidak mungkin melakukan itu, karena sekarang ia sedang memiliki banyak tamu.
Sambil menatap ranjangnya dengan tatapan sedih, Yasmin melenggang keluar dari kamar, menuju ruang tamu, tempat di mana Eridanus sedang menunggunya bersama dengan Elvira dan Aldi.
Suara gelak tawa Elvira menyambut Yasmin yang baru saja memasuki ruang tamu.
"Sedang apa kalian?" tanya Yasmin, sambil terus melangkah menuju sofa. Namun, ia tidak butuh jawaban untuk pertanyaan yang baru saja ia lontarkan, toh begitu tiba di sofa, ia dapat melihat apa yang membuat Elvira tertawa terbahak-bahak.
Ya, Eridanus adalah objek yang sedang menjadi pusat perhatian dari Elvira dan Aldi, dan Eridanus jugalah yang sedang Elvira tertawai saat ini.
Eridanus sedang asyik memelototi televisi yang menyala. Bukan hanya memelototi layar televisi saja, tetapi pria itu bahkan mengomel panjang lebar saat melihat adegan ciuman yang terpampang dengan jelas di layar televisi.
"Apa kalian tidak tahu malu!" seru Eridanus. "Kalian berdua jangan seperti ini. Bagaimana kalau ada yang lihat selain kami di sini, hah?!" Eridanus menunjuk-nunjuk layar televisi dengan kasar.
Aldi yang kesal karena Eridanus ternyata sangat bodoh pun berkata, "Mereka hanya berciuman. Kenapa kau heboh sekali!"
"Hanya katamu?!" Kedua mata Eridanus yang beriris kemerahan menatap Aldi dengan sebal. "Hal seperti ini bukan untuk dilihat orang banyak. Lagi pula, mereka bukan hanya berciuman, tapi lihatlah ... coba perhatikan baik-baik, tangan pria itu bahkan menyentuh payu_dara si wanita."
Elvira terkikik. "Itu hanya film, bukan sungguhan. Aku bahkan pernah melihat yang lebih dari ini. Apa kau mau lihat juga, Dan?" Elvira menggoda Eridanus.
Mendengar ucapan Elvira, Eridanus pun menggeleng cepat. "Tidak. Terima kasih."
Akan tetapi, penolakan Eridanus justru membuat Elvira gemas, apalagi kedua pipi Eridanus kini berubah warna semerah tomat matang. Elvira seolah sedang melihat seorang pria tampan yang polos dan tidak berpengalaman tentang kehidupan percintaan.
Elvira bangkit dari sofa, dan kemudian menghampiri Eridanus yang masih berdiri di depan televisi. Begitu tiba di hadapan Eridanus, Elvira mendorong tubuh Eridanus hingga tubuh besar pria itu terhempas ke sofa.
kemudian dengan gerakan secepat kilat, Elvira menduduki tubuh Eridanus, membuat wanita itu memiliki akses penuh pada setiap jengkal tubuh Eridanus.
Eridanus diam saja, dengan dahi berkerut ia bertanya, "Apa yang kau lakukan?"
"Bercintalah denganku." Elvira berbisik di telinga Eridanus. "Akan aku ajari jika memang belum pernah."
"Astaga, apa dia serius ingin melakukannya di sini?" tanya Aldi, menatap Elvira dan Eridanus dengan mulut terbuka lebar.
Yasmin berdecak. "Tidak. Dia hanya menggoda," ujarnya, lalu meneriaki Elvira dan melempar bantal sofa ke temannya itu. "Berhentilah, Vir."
"Sst, jangan ganggu!" Elvira berdesis sambil memandang Yasmin dengan tatapan nakal. Detik berikutnya ia kembali fokus pada Eridanus.
Elvira menundukkan wajah, mendekatkan wajahnya dengan wajah Eridanus. Kini Elvira dapat membaui aroma manis di sekitar leher Eridanus yang memiliki urat kebiruan menonjol.
"Astaga, kau semakin dilihat dari dekat, semakin membuatku basah." Elvira berkomentar.
Mendengar ucapan Elvira, Yasmin meringis, dan Aldi mengalihkan pandangan ke langit-langit.
"Apa kau pernah berciuman? Jika belum, sini aku ajarkan." Elvira menyentuh pipi Eridanus. Jarak antara bibirnya dan bibir Eridanus sudah semakin dekat sekarang.
Tinggal sedikit lagi.
Sedikit lagi.
Wuussh!
Eridanus menghilang dari hadapan Elvira secepat angin yang berembus, membuat tubuh Elvira terjembab, bibir Elvira mendarat di sandaran sofa.
Eridanus mengibaskan tangannya di lengan, dan di wajah sambil bergidik. Seolah hendak menghilangkan jejak Elvira di tubuh dan wajahnya.
Melihat apa yang baru saja terjadi, Yasmin dan Aldi tertawa terbahak-bahak.
"Kasihan sekali kau." Aldi berkomentar sambil menunjuk Elvira yang kini telah duduk tegak di sofa dengan wajah cemberut.
"Kelewatan. Bibirku jadi mubazir tahu! Kenapa sih tidak mau kucium?" protes Elvira.
"Jaga harga dirimu, Kawan. Jangan memaksa pria yang tidak mau dicium. Mungkin kau bukan seleranya, atau mungkin juga dia belum pernah berciuman." Yasmin kembali melempar Elvira dengan bantal sofa, kemudian ia bangkit berdiri, berniat untuk meraih remote control yang ada di atas rak tv.
Akan tetapi, baru saja melangkah, tiba-tiba saja Eridanus meraih tangannya, menariknya hingga tubuhnya menempel di tubuh Eridanus.
Walau terkejut, tetapi Yasmin dapat menguasai emosinya. Ia dengan mudah menepis keterkejutan dan debar aneh di dadanya saat Eridanus menatapnya lekat-lekat sambil memeluknya.
"Bagaimana kalau kau saya yang ajari aku," ucap Eridanus setelah beberapa saat.
Yasmin menelan ludah sambil mengerjap. "Ajari apa?" tanyanya pura-pura bodoh.
"Berciuman."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments