Pintu ruangan ditendang dengan keras oleh salah satu oknum polisi yang menggeledah bangunan terbengkalai tempat Yasmin dan Eridanus bersembunyi.
Senjata api mengacung, moncongnya diarahkan ke dalam ruangan. Dalam posisi siap menembak, si polisi melangkah memasuki ruangan sempit itu, dan dengan gerakan cepat ia mengarahkan senjatanya ke sana-kemari, dengan mata awas, mencari-cari keberadaan seorang anggota yang bergabung dalam sindikat perdagangan organ manusia.
"Keluarlah kalian. Percuma saja bersembunyi. Tempat ini telah dikepung." Si polisi berteriak, masih terus melangkah lebih jauh ke dalam ruangan.
Sesaat kemudian langkahnya terhenti saat ia melihat tumpukan pakaian, dan ransel yang berserakan di lantai.
"Hai! Ke sini sebentar!" si polisi meneriaki salah satu temannya yang berdiri di luar ruangan.
"Lihat!" polisi yang pertama masuk menunjuk pakaian-pakaian yang berserakan di lantai. "Sita semua dan bawa ke kantor sebagai barang bukti," titahnya, pada oknum polisi lainnya.
Setelah mengeluarkan perintah, ia melanjutkan pencarian; menyibak tirai yang berdebu hingga ia terbatuk-batuk, menyingkirkan tumpukan seng-seng bekas yang tergeletak tak beraturan di sudut ruangan, barangkali ia dapat menemukan penjahat yang ia cari.
Akan tetapi, setelah beberapa saat berlalu, si polisi tidak menemukan apa pun selain tumpukan pakaian di lantai. Tubuhnya mulai berkeringat karena panas, dan ia kelelahan.
"Kenapa panas sekali," ujar si polisi, sembari mengusap peluh di wajahnya.
"Bagaimana, apa kau menemukan sesuatu?" teriak salah seorang temannya dari bingkai pintu.
Si polisi yang berada di dalam ruangan menggeleng. "Nihil! Tidak ada apa pun di sini."
"Kalau begitu ayo kita pergi. Mungkin entah bagaimana caranya penjahat itu sudah melarikan diri."
Si polisi di dalam ruangan mengangguk, lalu dengan wajah kesal karena kehilangan target, ia pun melangkah keluar dari dalam ruangan.
***
Yasmin berpegangan pada lengan Eridanus di sebelah kanan, sementara Elvira dengan wajah semringah menggelantung manja di lengan sebelah kiri Eridanus.
Sudah hampir 20 menit ketiganya bertahan pada posisi tidak nyaman itu di atas atap. Merasakan angin menampar wajah mereka dan debu-debu yang diterbangkan angin mulai menempel di mana-mana.
Ya, di atas atap! Eridanus, Yasmin, dan Elvira bersembunyi di atas atap untuk menghindari petugas polisi yang menggeledah tempat persembunyian mereka.
Yasmin mulai kelelahan, tubuhnya berkeringat karena menahan hawa panas dari kedua sayap Eridanus yang terbuka lebar, ditambah lagi dengan panasnya matahari yang bersinar begitu terik pagi ini. Rasanya sungguh tidak tertahankan.
"Aku sudah berusaha mengendalikan panas di tubuhku agar kalian berdua tidak terbakar. Apa masih terasa terlalu panas?" tanya Eridanus, pada Yasmin. Ia khawatir karena Yasmin terlihat hampir pingsan.
"Tidak terlalu panas. Wajahmu dapat membuat hawa di sekitarku menjadi sejuk." Elvira yang menjawab, karena Yasmin terlihat tidak ingin mengeluarkan sepatah kata pun.
"Bagaimana denganmu, Yasmin? Apa kau baik-baik saja?" Eridanus kembali bertanya pada Yasmin.
Mendengar namanya disebut, Yasmin pun mendongak untuk menatap wajah Eridanus, dan ketika matanya bertemu dengan iris kebiruan milik Eridanus, jantungnya sontak berdetak hebat tak beraturan.
"Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Rasanya aku ingin turun dan membu_nuh Mico saat ini juga. Lihat saja nanti! Pokoknya lihat saja. Aku akan memotong-motong mulutnya dan memberikan potongan mulutnya ke sekumpulan burung bangkai! Argh, dasar Mico sialan!" teriak Yasmin, menjawab pertanyaan Eridanus.
Eridanus terkejut mendengar ucapan Yasmin. Ia tidak menyangka jika ternyata Yasmin adalah seorang pembu_nuh berdarah dingin. Yasmin bahkan tidak ragu untuk memotong-motong anggota tubuh korbannya. Sadis sekali.
Jika Eridanus terlihat terkejut, tidak dengan Elvira yang tertawa terbahak-bahak.
"Dia tidak serius. Jangan kaget begitu." Elvira mencubit pinggang Eridanus, saat ia melihat ketegangan yang nyata di wajah tampan pria itu.
Yasmin melirik Elvira. "Siapa bilang aku tidak serius. Aku sangat serius saat ini. Gara-gara dia kita harus terjebak di atap seperti ini. Ini sangat konyol!"
"Ck, siapa bilang ini sangat konyol. Ini sangat indah. Indah sekali." Elvira menimpali ucapan Yasmin dengan sorot mata penuh kekaguman yang tertuju ke Eridanus. Seperti tatapan seorang anak kecil yang mengagumi boneka Hello Kitty.
Melihat tingkah Elvira, Yasmin hanya menggelengkan kepala, sementara Eridanus ... ia tidak menanggapi apa pun yang Elvira katakan. Ia hanya fokus ke Yasmin, wajah Yasmin, suara Yasmin, hingga rambut Yasmin yang kini membelai wajahnya terus saja menarik perhatiannya. Seperti tidak ada hal lain di hadapannya saat ini. Hanya ada Yasmin seorang.
Suara sirine di bawah bangunan mengejutkan Eridanus. Ia mengalihkan pandangan ke bagian bawah bangunan dan melihat sedikitnya lima mobil patroli menjauh dari bangunan.
"Mereka pergi," gumam Yasmin, yang kini ikut memperhatikan halaman yang berada jauh di bawahnya.
"Ya, peti-peti yang bisa berjalan itu akhirnya pergi," ujar Eridanus, lega.
Elvira tertawa. "Peti?"
"Ayo kita turun sekarang. Tanganku sudah pegal terus berpegangan di lenganmu," ujar Yasmin.
Eridanus mengangguk, dan menukik perlahan memasuki lubang di atap yang ia ciptakan beberapa waktu kalau saat keadaan darurat.
Tidak lama kemudian, Eridanus, Yasmin, dan Elvira kembali tiba di dalam gedung. Eridanus mendarat perlahan di lantai yang berdebu, dan segera melepaskan rangkulannya di pingang Elvira dan Yasmin.
"Aaaah!" Elvira tiba-tiba memekik.
Yasmin yang panik segera menghampiri Elvira dan menyentuh pundak temannya itu.
"Ada apa, Vir?" tanya Yasmin.
Elvira menatap Yasmin dengan wajah ngeri, lalu menunjuk lantai tempat Eridanus berbaring beberapa saat lalu sebelum polisi datang.
"Apa?" Yasmin masih belum mengerti.
"Beha kita, sempak kita, semuanya hilang, Yas!"
Yasmin memukul dahi. "Aku pikir kenapa. Aku punya banyak di rumahku, tenang saja."
Elvira menyembik sambil menyentuh payudaranya. "Tapi yang hilang adalah yang paling aku sukai. Saat memakainya payudaraku akan terlihat lebih besar tiga kali lipat. Busanya tebal sekali, asal kau tahu saja."
"Sudahlah, jangan cemberut begitu. Kita ada di kota sekarang. Kita bisa beli selusin beha seperti itu jika kau mau. Payudaramu akan kembali terlihat besar, tenang saja."
Eridanus terbatuk, dan segera menjauh dari kedua wanita yang sedang sibuk membahas tentang payudara.
"Apa-apaan mereka berdua itu. Kenapa membicarkan payudara di hadapan seorang pria. Aneh sekali."
Eridanus melangkah keluar dari ruangan sambil berkonsentrasi agar sayapnya kembali tak kasat mata. Tidak sulit untuk dilakukan setelah ia mendapatkan cukup energi. Hanya dalam hitungan detik sayapnya perlahan memudar dan kemudian menghilang, membuat penampilannya kembali senormal manusia pada umumnya.
"Ternyata aku hanya butuh panas dari matahari untuk membuat tubuhku menjadi lebih baik. Lukaku bahkan sembuh total. Kekuatanku juga kembali berfungsi." Eridanus bergumam, lalu melanjutkan langkah, melihat-lihat setiap jengkal bangunan.
Eridanus melangkah menuju bagian luar bangunan, ia tiba di teras tepat saat sebuah mobil sport berhenti di halaman, dan seorang pria keluar dari dalam mobil beberapa saat kemudian, lalu bergegas menghampirinya dengan wajah khawatir.
"Siapa kau?" tanya Eridanus, sambil menahan tubuh pria itu dengan tangannya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments