KAU BAGIAN DARI DIRIKU

Aurel dan Mico menatap Yasmin dengan kedua mata yang membulat sempurna, dan mulut terbuka lebar. Keduanya seperti baru saja melihat penampakan makhluk dari dunia lain yang sama langkanya seperti alien.

Baik Aurel dan juga Mico sama sekali tidak menyangka jika mereka akan bertemu dengan Yasmin di dalam mal. Apalagi, Yasmin tidak seorang diri, wanita itu datang bersama dengan pria rupawan yang memperkenalkan diri sebagai suami Yasmin.

Mana mungkin Yasmin secepat itu untuk move on.

Itulah yang ada di dalam pikiran Aurel dan Mico saat ini.

Tentu saja Mico dan Aurel terkejut, karena Yasmin bukanlah tipe wanita yang begitu mudah jatuh cinta.

"Kau sudah menikah?" tanya Aurel, tidak sanggup menahan rasa penasarannya lebih lama lagi.

Pertanyaan yang muncul tiba-tiba dari Aurel membuat Yasmin terkejut. Ia ingin mengatakan tidak, karena pada kenyataannya Eridanus memang bukan suaminya. Namun, Yasmin mengurungkan niatnya itu. Ia senang dapat mengungguli Aurel. Eridanus jelas jauh lebih tampan dari Mico, dan jauh lebih seksi juga. Aurel pasti tidak suka karena Mico yang dipuja-puja ternyata memiliki saingan berat.

Walaupun saat ini Yasmin masih diliputi dengan keterkejutan akan pengakuan Eridanus, dan juga pertanyaan Aurel, ia tetap saja mengaitkan tangannya di lengan Eridanus, lalu menyandarkan kepalanya di dada pria itu, seolah Eridanus memang suaminya.

"Ya, aku sudah menikah. Kami berdua pengantin baru," jawab Yasmin, sambil mengedipkan matanya dengan genit.

Eridanus menyambut hangat sikap Yasmin. Ia mengusap puncak kepala Yasmin dengan lembut, sementara sebelah tangannya masih berada di pinggang Yasmin.

Melihat mantan kekasihnya begitu mesra dengan pasangan baru, hati Mico menjadi sakit. Ia merasa harga dirinya terinjak-injak karena Yasmin mendapat pengganti dirinya semudah membeli kacang goreng di pinggir jalan.

"Kau pasti bohong," ujar Mico, dengan mata menyipit curiga.

"Bohong katamu. Kenapa aku harus berbohong?" Yasmin melepaskan diri dari rangkulan Eridanus, lalu melipat tangan di depan dada dan memelototi Mico.

"Karena kau tidak mungkin semudah itu melupakanku. Kau cinta mati padaku, Yas!" Mico kembali berujar, kali ini lebih percaya diri daripada sebelumnya.

Mendengar ucapan Mico, Yasmin tertawa. Ia kemudian menghampiri Mico, hingga jarak antara dirinya dan Mico sangatlah tipis.

"Asal kau tahu saja, Mic, kau itu sangat mudah untuk dilupakan. Hanya saja aku yang terlalu bodoh karena memeliharamu terlalu lama di dalam hatiku. Untungnya sekarang hatiku telah menjadi milik suamiku. Kau bukan siapa-siapa sekarang. Kau itu bagai upil yang bisa kusingkirkan dan kuinjak kapan saja, di mana saja!" ucap Yasmin, sinis.

Setelah puas menghina Mico, Yasmin berbalik, menjauh dari Mico, dan kembali menghampiri Eridanus yang hanya diam menonton apa yang terjadi. Yasmin yakin sekali jika saat ini Eridanus sama sekali tidak mengerti dengan situasi yang tengah terjadi. Namun, ia tidak peduli.

"Ayo," ajak Yasmin, ia meraih telapak tangan Eridanus, menggenggamnya dan segera menjauh dari hadapan Mico dan Aurel.

Eridanus mengekor langkah Yasmin sambil tersenyum. Ia seperti seorang kecil yang manis dan penurut.

Setelah berada di luar mal, Yasmin segera melepaskan genggaman tangannya dari tangan Eridanus, lalu ia duduk di salah satu kursi tunggu yang disediakan di setiap sudut pelataran mal.

Sambil memegangi dadanya, Yasmin mulai menangis. Ia menangis tersedu-sedu hingga membuat Eridanus kebingungan. Bertemu dengan Mico saja sudah cukup menyakitkan. Apalagi, bertemu dengan Aurel, sahabat yang tega mengkhianatinya.

Melihat tangis Yasmin yang semakin menjadi, Eridanus memutuskan untuk bertanya.

"Yas, apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba ...?" Eridanus tidak melanjutkan ucapannya. Ia memilih untuk berlutut di hadapan Yasmin. "Jangan menangis, Yas," ujarnya lagi, sembari menengadahkan tangan tepat di bawah wajah Yasmin, hingga setiap tetes air mata Yasmin berjatuhan di telapak tangannya.

Melihat apa yang Eridanus lakukan, Yasmin menghentikan tangisnya, lalu menatap Eridanus dengan kedua mata yang masih berembun.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Yasmin.

"Air mata ini terlalu berharga. Aku akan simpan. Tidak akan aku biarkan bagian dari dirimu menghilang begitu saja."

Deg!

Dada Yasmin seketika menghangat begitu ia mendengar ucapan Eridanus. Setiap kalimat yang Eridanus ucapkan bagaikan mantra yang membuat Yasmin merasa sangat dihargai, disayangi, dan dicintai sepenuhnya. Apalagi, Eridanus terdengar sangat tulus saat mengatakan semua itu.

"Bagaimana caranya kau menyimpan air mataku?" tanya Yasmin. Ia hanya asal bertanya, karena ia tahu air mata tidak mungkin bisa disimpan, kecuali Eridanus membawa botol kaca saat ini.

"Lihat saja sendiri," jawab Eridanus, meminta Yasmin untuk memandang telapak tangannya.

Yasmin lalu mengalihkan pandangannya ke telapak tangan Eridanus, dan ia terkesima saat melihat bulir air matanya menyerap masuk ke dalam kulit Eridanus, meninggalkan seberkas cahaya samar sebelum bulir itu benar-benar menghilang.

"Wow, bagaimana bisa?"

Eridanus tersenyum. "Sekarang, kau adalah bagian dari diriku. Saat kau sedih, pikirkan saja aku, aku akan datang saat itu juga."

"Semudah itu?"

Eridanus mengangguk. "Sebenarnya setiap air matamu keluar, aku akan segera muncul di sampingmu. Bahkan tanpa kau minta sekalipun."

Yasmin berdecak. Ia tidak percaya, tetapi tetap saja ia mengangguk, karena ia tidak ingin berdebat dengan Eridanus saat ini.

"Nah, jadi di mana Elvira dan Aldi?" tanya Eridanus, sambil bangkit berdiri dan mulai mengedarkan pandangan.

Belum lagi Yasmin menjawab pertanyaan Eridanus, yang dicari--Aldi dan Elvira--terlihat berdiri di ambang pintu keluar mal. Keduanya melambai dan segera menghampiri Yasmin dan Eridanus.

"Kau menghilang begitu saja. Aku pikir, aku tidak akan bisa bertemu denganmu lagi, Ganteng." Elvira segera memeluk Eridanus, begitu ia tiba di hadapan pria itu.

"Ck, jangan peluk dia begitu!" Yasmin menjauhkan Elvira dari Eridanus. Iya merasa terganggu saat melihat Elvira menyentuh Eridanus.

"Wah, apa-apaan ini. Kenapa aku tidak boleh memeluknya? Apa kau naksir padanya juga?" Elvira menusuk pinggang Yasmin dengan telunjuknya.

"Tidak. Bukan begitu." Yasmin mengelak, tetapi Elvira tetap saja menggodanya.

Merasa kesal karena Elvira tidak mau mendengar penjelasannya, Yasmin pun segera berlari menuju area parkir. Elvira mengekor, masih terus menggoda Yasmin.

"Ayolah mengaku saja. Kau jatuh cinta padanya, ya?"

"Bukan begitu!"

"Ayolah."

Eridanus tersenyum melihat tingkah Yasmin dan Elvira. Senyumnya yang begitu menawan tidak luput dari perhatian Aldi.

"Terjadi sesuatu di antara kalian?" tanya Aldi, penasaran.

"Ya. Kami menikah. Dia istriku sekarang." Eridanus menjawab, tanpa tahu apa arti dari setiap ucapannya.

"Hah! Kapan? Jangan bercanda." Aldi sangat terkejut mendengar jawaban Eridanus.

"Tadi di dalam. Aku menciumnya, dan dia menciumku. Dia bahkan bilang kalau kami sudah menikah." Wajah Eridanus berseri saat mengatakan semuanya pada Aldi, sementara Aldi hanya bisa menatap Eridanus dengan mulut terbuka lebar.

"Ayo, kita harus susul istriku dan temannya." Eridanus menepuk bahu Aldi, dan segera berlalu dari hadapan Aldi.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!