KEMBALI KE KOTA

Yasmin berlari menghampiri Elvira, lalu berlutut di hadapan Elvira yang masih tidak sadarkan diri. Perlahan ia mengguncang tubuh temannya itu, bermaksud untuk membuat Elvira sadar. Baginya sangatlah tidak bijaksana jika ia meninggalkan Elvira begitu saja. Elvira bisa saja membuat keributan ke sana-kemari saat sadar nanti jika ia tidak me jelaskan apa pun pada temannya itu.

Melihat apa yang Yasmin lakukan, Eridanus bermaksud untuk membantu. Bagaimana pun juga Elvira pingsan karena dirinya, dan ia harus membuat Elvira sadar sebagai bentuk pertanggungjawabannya.

Akan tetapi, bukannya membuat segalanya menjadi lebih mudah, Eridanus malah membuat segalanya menjadi berantakan. Setiap gerakan pria itu membuat kebisingan di malam yang tenang. Sayap Eridanus menabrak dan menjatuhkan benda apa saja yang Eridanus lewati, hingga Yasmin yakin sekali kebisingan yang terjadi di kamar Elvira akan terdengar hingga ke seluruh pelosok desa.

"Diamlah di sana dan jangan bergerak!" Yasmin memelototi Eridanus saat sebuah vas berisi bunga hias kembali terjatuh dari raknya, disusul dengan jatuhnya lampu hias dari langit-langit kamar Elvira yang memang tergolong rendah.

Seketika langkah Eridanus terhenti, dan ia memilih untuk berdiri bagai patung sesuai dengan perintah yang Yasmin berikan.

"Bagus. Itu lebih baik," gumam Yasmin, sambil melirik ke jendela, berharap tidak ada yang mengintip mereka. "Dan tolong lakukan sesuatu pada sayapmu itu, Eridanus!" Setelah berkata demikian, Yasmin kembali mengguncang tubuh Elvira.

Butuh waktu hampir lima menit lamanya untuk membuat Elvira kembali sadar.

Yasmin menghela napas lega saat perlahan kedua mata Elvira terbuka, dan dengan gerakan secepat kilat Yasmin menutup mulut Elvira dengan kedua telapak tangannya saat Elvira tiba-tiba saja berteriak.

"Shut, diamlah. Kamu bisa membangunkan seluruh warga desa," pinta Yasmin.

Elvira menjauhkan tangan Yasmin dari mulutnya, lalu ia berkata, "Dan kamu bisa mengejutkan seluruh warga negara dengan bawaanmu itu." Elvira menunjuk Eridanus yang masih berdiri di tengah kamar sambil bersusah payah mengendalikan sayapnya yang mengepak liar ke sana-kemari. "Makhluk apa dia itu?!" tambah Elvira dengan kedua mata yang melotot.

Yasmin mengalihkan pandangan dari Elvira ke Eridanus. "Aku pun tidak tahu, tapi karena kau sudah tahu, bagaimana kalau kita jadikan semua ini rahasia di antara kita saja."

Elvira menggeleng. "Tidak bisa. Kita tidak tahu dia itu apa! Dia bisa membahayakan kita semua, dan bisa-bisanya kau berencana pergi dengannya."

Mendengar ucapan Elvira, Eridanus pun mendekat, lalu ia berlutut di samping Yasmin dan Elvira. "Apa aku terlihat berbahaya?" tanyanya. Kedua matanya yang berkilat menatap langsung ke dalam mata Elvira, membuat jantung Elvira berdegup cepat.

Elvira menatap Eridanus lamat-lamat sebelum ia berkata, "Sial! Sayangnya tidak."

Yasmin menahan senyum. Ia setuju pada pendapat Elvira. Eridanus memang sama sekali tidak terlihat berbahaya.

"Dia tidak memiliki kesan itu. Dia sama sekali tidak berbahaya."

"Ya, jika dilihat memang tidak. Justru saat melihatnya aku ingin membuka seluruh pakaianku dan menariknya ke atas ranjang." Elvira berujar sambil kembali menjelajahi setiap senti bagian tubuh Eridanus yang berotot.

"Jaga bicaramu, dia bukan anak kecil. Apa yang kau ucapkan sama sekali tidak sopan." Yasmin mencubit pinggang Elvira. Pipinya seketika merona begitu bayangan Eridanus yang tanpa busana berbaring di atas ranjang muncul di dalam kepalanya.

"Itu justru bagus. Bagaimana kalau kamu keluar sekarang, dan biarkan aku berduaan dengannya." Elvira memberi saran, setengah bercanda, setengah serius.

Yasmin mengetuk kepala Elvira kali ini. "Bagaimana kalau kamu saja yang keluar dan cepat ambilkan pakaian untuknya. Dia butuh pakaian. Tidak mungkin dia keluar dari sini hanya dengan celana yang sudah compang-camping kan."

Sambil meringis karena menahan sakit di kepalanya Elvira pun mencondongkan tubuh ke Yasmin, lalu ia berujar, "Aku akan ambilkan pakaian kakaku, tapi ada syaratnya."

Eridanus memperhatikan Elvira dan Yasmin dengan dahi berkerut. Wajahnya menegang, dan ia siap mengambil tindakan apa saja jika keadaan membahayakan dirinya atau Yasmin, karena di dunianya sebuah syarat hanya akan diajukan jika terjadi hal-hal yang tidak biasa, misalnya pertukaran sandera dalam peperangan, gencatan senjata, dan berbagai hal yang bisa dikatagorikan sangat genting. Pengajuan persyaratan bukan hal yang biasa.

"Syarat. Apa syaratnya?" tanya Yasmin.

Elvira tersenyum puas. "Aku ikut dengan kalian berdua."

Eridanus menghela napas lega, dan ia kembali rileks.

***

Mico berkendara sambil bersenandung pelan membelah jalanan kota yang padat. Suasana hatinya sedang bagus pagi ini. Sebagai pengantin baru, ia sangat bangga pada statusnya. Ia bercinta semalaman dengan Aurel yang seksi tanpa takut ketahuan oleh Yasmin, dan saat ia terbangun dari tidur untuk memulai aktivitas, sarapan telah tersedia di atas meja makan. Ya, memang tidak banyak, hanya telur dadar dan sepiring nasi goreng, tetapi itu saja sudah cukup baginya. Toh, menu sarapan bukan hal yang patut dipermasalahkan. Ia bisa makan apa saja di restoran jika ia mau, dengan atau tanpa istrinya. Sesimpel itu.

Mico adalah seorang pria yang tampan, dan mapan. Di usianya yang menginjak 35-tahun, ia telah mendapat posisi paling baik di kantor tempatnya bekerja. Ia juga memiliki rumah mungil yang bisa dikatakan cukup mewah, dan juga kendaraan roda empat. Tidak ada kekurangan yang dimiliki Mico. Tubuhnya tinggi, berwajah runcing, dan berkulit putih. Ia sempurna. Banyak wanita yang tergila-gila padanya, dan hal itu membuatnya menjadi seorang pria playboy. Tidak heran jika akhirnya ia mengkhianati Yasmin dengan sahabat Yasmin sendiri, karena sahabat Yasmin termasuk ke dalam katagori wanita yang tergila-gila padanya.

Aku memang pencinta wanita

Namun kubukan buaya

Yang setia pada seribu gadis

kuhanya mencintai dia!

Bibir Mico terus bergerak mengikuti lirik lagu yang mengalun dari Head Unit yang ada di dalam mobilnya. Jemarinya bergerak-gerak di roda kemudi, mengikuti setiap ketukan dari irama lagu yang sedang ia nyanyikan. Ia terlihat santai, bebas, tanpa beban.

Akan tetapi, sikap santainya seketika menghilang dalam hitungan detik. Kakinya refleks menginjak pedal rem hingga mobil yang ia kendarai berhenti mendadak, mengundang suara klakson yang saling bersahutan tepat di belakang mobilnya.

Mico tampak tidak peduli pada suara klakson atau pun pada kemacetan yang terjadi karena ulahnya. Tatapannya saat ini tertuju ke satu titik di seberang jalan, tepat di depan bangunan apotek.

"Yasmin. Sedang apa dia di sana? Apa dia memutuskan untuk kembali." Mico bergumam.

Kehadiran Yasmin yang berdiri di depan bangunan apotek membuat Mico terkejut. Bukan hanya terkejut, tetapi ia juga terlihat tidak suka.

"Dia tidak seharusnya kembali. Bukankah dia sudah berjanji. Dasar pembuat onar!"

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!