DUNIA LAIN

Eridanus menjejakkan kakinya dengan lembut di atas rerumputan hingga tubuhnya melayang menjauh dari tanah. Sayapnya yang besar dan berwarna kelabu terbuka lebar, terlihat begitu indah dengan lidah api yang menari-nari di setiap helainya.

Dengan sedikit mencondongkan tubuh, Eridanus pun menghampiri Yasmin. Suara derik lidah api berbaur bersama kicau burung yang saling bersahutan di udara, serta membakar dahan-dahan pohon yang tidak sengaja tersentuh oleh sayap Eridanus. Dalam waktu sekejap bukit menjadi lebih terang dari yang seharusnya karena kobaran api.

"Merepotkan sekali," ucap Eridanus, saat ia menyadari apa yang terjadi di belakangnya. Dengan malas ia menggerakkan tangannya, membentuk gerakan-gerakan rumit yang seketika dari gerakan itu terciptalah cahaya kebiruan sebesar bola sepak di telapak tangannya.

Wuuush!

Cahaya kebiruan yang Eridanus ciptakan melayang tinggi seperti hendak menyentuh langit, lalu terpecah, memisahkan diri dalam bentuk benang-benang halus yang berhamburan ke segala arah, memadamkan kobaran api yang semakin membesar di dahan-dahan pepohonan, hingga yang tersisa hanyalah kepulan asap dan aroma gosong di hampir setiap jengkal bukit.

Setelah membereskan kekacauan yang ia buat, Eridanus kembali mencondongkan tubuhnya untuk menghampiri Yasmin. Semilir angin yang begitu sejuk menyentuh wajahnya, dan menerbangkan rambutnya yang panjang.

Kedua mata Eridanus yang tajam memandang ke segala arah, memperhatikan apa saja yang masih berada dalam jangkauannya, dan kemudian seulas senyum tipis tersungging di bibirnya yang merah.

"Semuanya indah," gumam Eridanus.

Saat jaraknya dengan Yasmin semakin dekat, Eridanus pun mendarat, lalu kembali memangkas sisa jarak yang ada antara dirinya dan Yasmin dengan langkah cepat.

"Kau menyihirku!" seru Yasmin, saat Eridanus muncul di hadapannya sambil tersenyum tanpa rasa bersalah. "Kau penyihir!" tambahnya, dengan suara lantang walaupun tubuhnya gemetar hebat.

Eridanus tidak menjawab. Ia sibuk memindai Yasmin dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Apa kau kedinginan?" tanya Eridanus.

"Tidak." Yasmin menjawab dengan ketus.

"Tubuhmu gemetar."

Yasmin menunduk untuk menatap kedua kakinya yang ternyata memang gemetar hebat. Bukan hanya kedua kakinya, bahkan tangannya pun ikut gemetar. Ia merasa bodoh sekarang, kenapa juga ia harus gemetar saat ini. Memalukan sekali. Ia terlihat seperti seorang penakut.

"Aku akan menghangatkanmu," ucap Eridanus.

Yasmin menelan ludah. Kalimat 'Menghangatkanmu' sukses membentuk bayangan mesum di dalam kepala Yasmin. Ia pun segera memeluk tubuhnya sendiri dengan cara menyilangkan lengan di depan dada, lalu memelototi Eridanus.

"Kau mau apa?" desis Yasmin.

Melihat reaksi Yasmin, Eridanus tertawa, dan di saat yang sama ia juga meringis sembari memegangi dadanya. Ia terlihat kesakitan, tetapi tetap berusaha agar terlihat baik-baik saja.

"Apa yang ada di dalam pikiranmu? Apa kamu berpikir kalau aku akan mencumbumu saat ini, di sini?"

kedua pipi Yasmin merona merah begitu mendengar kesimpulan yang Eridanus ambil karena reaksinya yang berlebihan.

"Bukan begitu! Aku hanya berusaha melindungi diri dari orang asing ... hem, makhluk asing tepatnya."

Eridanus berdecak dan menatap Yasmin dengan tatapan merendahkan. "Jangan khawatir. Kau sama sekali bukan seleraku."

Yasmin tercengang. Ia membuka mulut, bersiap untuk mengatakan pada Eridanus bahwa pria itu pun bukan tipenya. Namun, belum lagi ia mengeluarkan sepatah kata pun, Eridanus mendadak mendekat, lalu merangkul tubuhnya dengan kedua sayap yang Eridanus miliki, bukan dengan kedua tangan Eridanus.

"Dengan begini kamu tidak akan kedinginan. Anggap saja aku sedang membalas kebaikanmu, toh kamu menolongku semalam."

Yasmin diam saja, walaupun ia sangat terkejut karena lidah-lidah api di kedua sayap Eridanus tidak membakarnya. Sebenarnya saat ini, ia ingin berontak; mendorong Eridanus agar menjauh darinya, dan kemudian ia berlari kembali ke rumah, lalu bersembunyi di bawah selimut di dalam kamarnya. Namun, tidak dapat ia pungkiri bahwa kehadiran Eridanus di dekatnya membuat ia merasa nyaman, dan aman. Hingga pada akhirnya ia memilih untuk membiarkan Eridanus menghangatkannya. Yasmin mulai berpikir, mungkin inilah yang disebut pelarian. Ya, ternyata seseorang memang membutuhkan pelarian saat sedang merasa amat kecewa.

"Kenapa kau tidak memiliki sayap?" tanya Eridanus tiba-tiba, membuyarkan lamunan Yasmin.

Yasmin mendongak. Tubuhnya memang tidak cukup tinggi untuk dapat menatap Eridanus secara langsung. Walaupun ia memiliki kaki yang jenjang, tetapi Eridanus jelas jauh lebih tinggi daripada dirinya.

"Kenapa kau punya sayap?" Yasmin balik bertanya.

Eridanus menghela napas. "Aku sudah seperti ini sejak aku kecil."

"Begitu pula denganku. Aku sudah seperti ini sejak aku kecil. Di tempat ini sayap bukanlah hal yang lumrah dan dapat diterima oleh akal sehat. Tidak ada satu pun penduduk di muka bumi ini yang memiliki sayap. Kami semua hanya memiliki dua tangan, dan dua kaki." Yasmin menjawab.

Dahi Eridanus mengernyit. "Jadi maksudmu masih banyak yang sepertimu di sini? Bukan hanya dirimu sendiri?"

"Tentu. Jumlah kami sangat banyak, dan kalau sampai mereka mengetahui keberadaanmu, bisa saja kau ditangkap dan dijadikan bahan eksperimen."

Eridanus berdecak. "Tidak ada yang bisa menangkapku. Aku bisa terbang, sedangkan kalian tidak."

Benar apa yang dikatakan oleh Eridanus. Yasmin sendiri ragu jika ada satu manusia di muka bumi ini yang bisa menangkap Eridanus dan mengurung Eridanus layaknya menangkap dan mengurung seekor burung di dalam sangkar. Eridanus besar, gagah, dan kuat, tidak ada yang bisa menandinginya, dan satu tambahan lagi, Eridanus memiliki kekuatan sihir yang tidak dimiliki oleh makhluk bumi.

Lama Yasmin dan Eridanus hanya berdiri diam dan saling berhadapan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing dan merasa nyaman pada kehadiran satu sama lain.

Setelah beberapa menit berlalu, Yasmin menyadari ada sesuatu yang berbeda. Udara hangat yang sejak tadi mengurung dirinya mulai menghilang, lidah api di sayap Eridanus mulai padam, dan wajah pria itu sekarang terlihat sangat pucat--pucat bagai mayat.

Yasmin memberanikan diri menyentuh wajah Eridanus dengan ujung jemarinya, untuk memastikan apakah kulit Eridanus masih sepanas sebelumnya. Namun, yang Yasmin rasakan justru sebaliknya, kulit Eridanus sangat dingin, bahkan lebih dingin dari sebongkah es.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Yasmin.

Eridanus mengangguk. "Aku baik-baik saja."

"Tidak. Kau tidak baik-baik saja. Kau ...."

Buk!

Yasmin menggantung ucapannya, karena mendadak tubuh besar Eridanus roboh dan tersungkur di tanah.

"Astaga. Kau kenapa?!"

***

Sirius mengamuk, ia mengayunkan pedangnya ke segala arah hingga melukai beberapa pengawal yang berdiri di dekatnya.

Darah segar berwarna keperakan berceceran di atas batu pualam, dan suara rintihan menggema di ruangan tempat Sirius berada.

"Kalian harus cari dia. Bagaimana bisa dia menghilang begitu saja. Dia hanya jatuh ke jurang, dan jurang itu pun tidak terlalu berbahaya. Seharusnya dia ada di sana. Seharusnya dia tidak menghilang! Kenapa satu pun dari kalian tidak ada yang bisa menemukannya, hah?!"

Sirius adalah sahabat terbaik Eridanus. Ia terlihat panik dan murka saat ini. Bagaimana tidak, jika baru beberapa saat yang lalu ia kehilangan Eridanus di La Hortus, sebuah dataran tinggi yang letaknya cukup jauh dari pusat pemerintahan.

Saat itu, ia dan Eridanus sedang sibuk memanah, memanah binatang buruan yang berkeliaran di sekitar La Hortus. Namun, tiba-tiba saja Eridanus terperosok ke dalam jurang dengan cara yang sedikit janggal.

"Bagaimana bisa? Bagaimana dia bisa terjatuh? Selama ini Dan memiliki keseimbangan yang baik. Pijakannya selalu kuat. Dia tidak pernah goyah, bahkan ketika puluhan lawan menyerangnya!" Lyrae berujar, terlihat sama paniknya seperti Sirius.

Jika Sirius adalah seorang serdadu pria yang memiliki wajah tampan, tubuh besar dan kekar dengan sayap kelabu yang terlihat kokoh, Lyrae kebalikannya. Lyrae adalah wanita yang anggun, memiliki wajah cantik yang tak terperikan, sayap putih cemerlang, dan tubuh langsing, serta tutur kata yang begitu lembut.

"Dia tersedot ke dalam pusaran angin. Aku yakin sekali. Aku sungguh melihat sesuatu yang berputar-putar di tepi jurang. Namun, ya, aku ... aku tidak terlalu yakin." Sirius menjawab.

"Kalau begitu percuma saja kau mengirim banyak pengawal untuk mencari Dan, jika memang dia menghilang dengan cara seperti yang kau katakan." Lyrae berujar, bijaksana, lalu menatap seluruh pengawal yang ada di sekitarnya. "Pergilah. Sembuhkan diri kalian, dan tolong rahasiakan ini. Tidak ada yang boleh tahu jika Dan menghilang."

Para pengawal mengangguk, lalu segera beranjak dari hadapan Sirius dan Lyrae.

Setelah hanya tersisa mereka berdua di dalam ruangan, Sirius mendekat ke Lyrae, lalu bertanya, "Apa yang akan kita lakukan sekarang? Dia tidak boleh pergi terlalu lama. Kau tahu peraturannya, 'kan?"

Lyrae menarik napas panjang, dan berkata, "Pertama-tama aku akan mencari tahu dunia apa yang paling dekat dengan La Hortus. Kemungkinan besar Dan terbawa ke dunia itu."

"Tidak mungkin. Apa kau pikir ada dunia lain selain dunia yang kita diami, Lyra?" Sirius sangsi pada pernyataan Lyrae.

Lyrae mengangguk. "Sudah aku katakan berulang kali, ada kehidupan lain selain kehidupan kita. Dan aku akan mencari tahu sekarang."

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!