Keesokan harinya, Sassy merasa dadanya plong. Pengganggu yang selalu membuatnya naik darah, tidak terlihat keberadaannya. Mungkin Aidan sudah menyerah? Berhenti berharap padanya, karena sudah memiliki kekasih. Padahal semua yang keluar dari bibir Sassy, adalah kebohongan belaka. Untuk mencegah sang mantan mengusik ketenangan hidupnya. Kini Ia mulai menata rumahnya, dengan membeli beberapa jenis tanaman bunga dari penjual keliling. Bunga-bunga itu, akan ia tanam di samping rumahnya.
Sambil mengenakan sarung tangan juga topi dengan pinggiran lebar, Sassy mulai mencangkul tanah. Menggali lubang untuk di tanami bunga mawar, berselang seling dengan bunga aster. Kegiatan untuk mengisi waktu luangnya, ternyata cukup membuatnya peluhnya bercucuran. Sesekali Sassy menyeka keringatnya, dengan punggung tangan.
"Huft, panasnya!" keluh Sassy, sambil membuka topinya. Lalu mengipas-ngipas wajahnya, yang memerah karena terkena sinar matahari.
"Non Sassy, minum dulu!" Bik Marni memanggil majikannya, sembari membawa seteko minuman dingin dan sepiring kudapan.
"Makasih, bik" ucap Sassy tulus.
"Mau ditaruh di mana, Non?" tanyanya lagi.
"Simpan aja di teras depan, bik. Sebentar lagi, saya ke sana."
Setelah menaruh baki diatas meja, bik Marni menghampiri Sassy dan membantu membersihkan tanaman serta tanah yang berserekan.
"Sisanya biar bibik yang bersihkan, Non" ucap bik Marni mengambil alih pekerjaan Sassy.
"Iya bik, makasih ya."
Duduk di teras sambil menikmati sepiring seblak buatan bik Marni, Sassy memandang sekilas rumah di seberangnya. Rumah berlantai dua sama seperti miliknya, tetapi dengan model berbeda. Sassy heran, kenapa Aidan membeli rumah berdekatan dengan dirinya?
Tiba-tiba pintu gerbang di depan rumahnya terbuka, terlihat kendaraan milik Aidan keluar. Sassy pura-pura sibuk dengan gawainya, enggan menatap mobil sang mantan. Namun rupanya, Aidan senang mengusili Sassy. Lelaki tampan itu, menghentikan kendaraannya didepan rumah pemberiannya.
"Selamat, pagi tetangga!" ucap Aidan riang, menggoda sang mantan yang terlihat dingin.
"Situ sehat" balas Sassy ketus. "Udah tau matahari bersinar terang, anda masih belum sadar juga."
"Hehehe! Jangan galak-galak, kerutan di wajah semakin jelas kelihatan" Aidan semakin senang mengusilinya.
"Bodo amat!" teriak Sassy, sembari membawa piringnya ke dalam rumah.
"Hei mantan! kamu, gak say goodbye dulu."
Sassy menghentikan langkahnya di depan pintu, kemudian balas berteriak. "Ogah!"
"Aku mau keluar kota, barangkali aja kamu merindukan ku?"
"Dalam mimpi pun, aku gak akan pernah mengingat mu."
"Baik-baik, di rumah ya. Kalo ada sesuatu, minta tolong sama Pak Udin" pesan Aidan, tanpa menghiraukan perkataan Sassy ataupun wajah jutek wanita itu.
"Braak!" hanya bantingan pintu sebagai jawaban.
Aidan tersenyum senang, berhasil membuat sang mantan bereaksi. Ia lalu menghidupkan kembali kendaraannya, dan meninggalkan rumah. Masih sama seperti dulu, Sassy selalu merajuk menampilkan wajah menggemaskan. 'Damn, aku bakal merindukan mu' gumam Aidan pelan.
Di sisi lain, Sassy memandang kepergian mobil Aidan dari jendela kaca ruang tamunya. Begitu tak terlihat lagi, ia kembali keluar untuk menghabiskan cemilannya dan bersantai ria.
Belum puas menikmati kesendiriannya, sebuah moge berhenti dengan pengendaranya yang sudah ia hafal.
"Mas Rian!" pekiknya senang, setengah berlari ia menuruni teras. Menyambut kakak lelakinya, dengan pelukan hangat.
"Hei, Dek!" balas Rian, tak kalah semangat. "Gimana, betah tinggal di sini?" sambungnya ceria.
"Betah dong!" jawab Sassy, sambil melepaskan pelukannya. Kemudian, menarik tangan kakak lelakinya.
Diantara saudaranya yang lain, Sassy paling dekat dengan Rian. Sebagai kakak tertua dan satu-satunya lelaki di keluarga Hartoyo, ia adalah panutan bagi adik-adiknya. Keduanya adik perempuannya semua sudah menikah, sedangkan dirinya masih melajang di usia tiga puluh tahun. Adiknya Laras menikah dengan abdi negara, dan di boyong suaminya ke luar Jawa. Sementara si bungsu Sassy harus menelan pil pahit, rumahtangganya hancur karena hasutan orang ketiga.
"Wah, habis berkebun rupanya" ucap Rian, melihat bunga-bunga yang ditanami sang adik.
"Heum!" balas Sassy pendek. "Mas, mau minum apa? Biar nanti, bik Marni buatkan."
"Enggak usah repot-repot, biar Mas nanti ambil sendiri" tolak Rian, mengambil duduk di samping adiknya.
"Tumben ke sini, biasanya juga gak ada waktu. Aku ke rumah juga, Mas Rian malahan belum pulang kerja" ujar Sassy mencibir.
"Makanya Mas Rian berkunjung, sekalian mau menawarkan pekerjaan" tuturnya sambil tersenyum.
"Kerja apaan, Mas?" tanya Sassy semangat. "Tapi, aku gak mau kerja bareng Mas Rian."
"Enggaklah. Kebetulan teman Mas, mau buka cabang resto baru. Mas Rian, jadi keingetan kamu. Berminat gak, kamu kerja di sana?!"
"Maulah Mas! Kebetulan banget, aku bete diem di rumah terus."
"Tapi, kamu jangan kaget ya."
"Emangnya kenapa?"
"Teman Mas Rian itu orangnya Perfect banget, segala sesuatunya ingin sempurna. Selain keras orangnya, juga disiplin tinggi. Tetapi walaupun begitu, beliau orangnya baik."
"Setiap pekerjaan, tentu saja ada konsekuensinya. Aku gak takut kok, asalkan teman Mas Rian mau membimbing."
"Tentu saja. Apalagi dia tau, kamu adik kesayanganku." tutur Rian lembut. "Btw, Mas dengar Ibunya Aidan datang ke rumah" Rian mengalihkannya pokok pembicaraan. "Mau apa, dia sebenarnya?"
Sassy mengangkat bahunya, malas membahas mengenai mantan mertuanya.
"Enggak ada kerjaan, kali!"
"Apa perlu Mas, mendatangi Aidan? Agar melarang ibunya, ikut campur." Suara Rian agak meninggi.
"Jangan Mas, biarkan saja" Sassy menepuk-nepuk punggung tangan kakaknya, untuk jangan terbawa emosi.
"Gimana, Mas gak kesal? selain anaknya, ibunya pun tidak tinggal diam ikut merecoki kamu."
"Tapi, aku udah kebal. Anjing menggonggong kafilah berlalu, itu kata pepatah. Nanti juga, mereka capek sendiri."
"Huh, Mas benci banget sama Aidan" keluh Rian gemas. "Dari dulu, ia selalu di ketiak ibunya."
"Wajarlah Mas, Aidan anak tunggal. Orangtuanya takut dia kembali gagal, dalam memilih pasangan hidup."
"Jangan sok bijak, bilang aja kamu juga terluka karena perpisahan kalian" ucap Rian, melirik sekilas Sassy.
"Kalo di ingat-ingat sih, masih terasa perih. Tapi hidup terus berjalan, jangan sampai stuck di tempat."
"Ternyata adiknya Mas, sudah dewasa. Mas jadi kepikiran, ingin menjodohkan kamu dengan..."
"Stop deh! Jangan mulai lagi, dulu juga Mas bilang Aidan itu baik juga dewasa tetapi kenyataannya!?" sergah Sassy panik. Ia takut kakaknya kembali menjadi mak comblang, sementara kehidupannya kini sudah mulai tenang. Aidan itu adalah sahabat terbaik Rian, tetapi tidak menjamin hidupnya bahagia. Namun tidak di pungkiri, Sassy pernah mengalami masa-masa penuh kebahagiaan. Sebelum badai melanda, pernikahannya dengan Aidan baik-baik saja.
"Maaf dek" pinta Rian pelan. "Mas juga gak menyangka, Aidan seperti itu. Barangkali, pengaruh keluarganya yang begitu besar? Sehingga Aidan takut menjadi anak durhaka, bila gak nurut perkataan Maminya."
"Mungkin juga?!" ucap Sassy pasrah.
Apalagi yang harus ia perbuat, cinta tulus Aidan terkalahkan oleh ego orangtuanya.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Uthie
Susah kalau masih berada dalam ketiak orang tua yg egois 😤
2024-06-10
0