Banyak tekanan yang didapat oleh Sassy tentang pekerjaan, selain jadwal padat sang bos juga cibiran dari Kinan. Kadang ia membiarkan ulah seniornya itu, tetapi tak jarang juga melawannya. Bagi Sassy semua itu adalah konsekwensinya dalam pekerjaan, yang menuntutnya bertindak bijak. Usianya yang masih muda dan pengetahuannya yang terbatas mengenai seluk-beluk pekerjaan, tak jarang membuat ia kesulitan. Harus bertanya dan berhadapan dengan Kinan, tentang apa yang harus di lakukan. Sebagai Senior, kadang Kinan mau memberikan petunjuknya. Selebihnya ia akan bungkam, dan marah-marah. Untungnya Mbak Wiwit sang supervisor, mau berbaik hati memberikan informasi.
Sebagai seorang PA, Sassy di tuntut untuk bisa menghandle tugas-tugas Bian. Menjawab dan mengirimkan email pada rekan bisnis, juga mengatur jadwal kunjungan sang bos. Terkadang menjadi kekasih sementara Bian, guna mengusir wanita-wanita cantik yang berusaha menggodanya. Sassy sempat heran dengan kelakuan sang bos, yang sepertinya alergi bila berhadapan dengan makhluk berjenis kelamin wanita. Terbersit dalam benaknya, jangan-jangan Bian seorang gay. Kalau benar seperti rumor yang beredar, tentunya amat sangat disayangkan.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Bian sudah stand by di depan rumah. Menunggu Sassy, keluar dari rumahnya. Kadang ia merasa sungkan, menerima perlakuan khusus dari bosnya. Pernah ia komplain pada Bian, yang ditanggapi dengan wajah datar. "Kamu kan asisten aku, wajarlah sering bersama" kata-kata sakti itu yang selalu ia dengar. Lama-lama ia jadi tak enak hati, terutama pada Kinan yang terlihat memasang tampang permusuhan. Setiap bekerja selalu saja, perempuan yang lebih tua itu menyindirnya. Ia mengatakan, Sassy hanya modal tampang polos dan lugu. Untuk menggaet hati atasannya, yang masih lajang.
"Kenapa masih pagi tampang kamu udah bete, gitu?" tanya Bian, demi melihat muka asistennya yang tertekuk.
"Udah saya bilang, bapak jangan jemput" ucap Sassy, berdiri di sisi kendaraan yang mesinnya sudah menyala.
"Masuk Sassy! Saya gak mau Rian marah, karena membiarkan mu naik Go-Jek."
Dengan berat hati, ia masuk ke dalam mobil di bagian kursi penumpang. Ia harus komplain pada sang kakak, karena membuatnya menjadi serba salah.
"Apa, jadwal saya hari ini?" tanya Bian, melirik kearah Sassy.
"Hari ini, bapak gak ada kunjungan ke mana-mana. Cuma tadi saya dapat telpon dari Ibu Laras, supaya hadir pada anniversary beliau di hotel grand Hyatt."
"CK, saya malas datang di pesta-pesta seperti itu" decak Bian kesal.
"Tapi Ibu Laras, mengharapkan kehadiran bapak" ujar Sassy seolah mendesak.
"Kenapa kamu jadi maksa, sih?"
"Abis saya di wanti-wanti beliau, supaya membujuk bapak" jawab Sassy pelan. "Kata beliau, kalo gak mau seret aja."
"Jadi kamu sekongkol sama bunda, buat maksa saya."
"Hehehe! Abis lumayan bos, saya bakal di kasih bonus kenaikan gaji." ucap Sassy terkekeh geli.
"Yang bayar upah kamu tuh, saya. Kenapa jadi bunda ikut campur" keluh Bian.
"Kenapa sih, Pak? Sulit sekali untuk mengiyakan permintaannya, padahal beliau adalah ibunda bapak sendiri."
"Saya usahakan datang, tapi sama kamu!"
"What!" pekik Sassy keras. "Malam ini saya ingin istirahat, besok hari minggu ada janji dengan teman-teman." kilahnya.
"Hanya sebentar, setor muka doang. Terus, langsung pulang" bujuk Bian manis.
"Enggan ah, saya benar-benar capek pak!" tolak Sassy keras. "Masa sih, ketemu orangtua sendiri harus di temani? Ajak saja, Mbak Kinan. Dia pasti dengan senang hati, mau ikut bersama Pak bos."
"Kalo gitu, saya gak mau datang. Buat apa, saya punya PA? kalo kemana-mana, masih sendiri."
"Hah! bapak seperti anak kecil aja" cibir Sassy meledek.
"Bagaimana? Mau ya!"
"Whatever!"
Sassy sudah kehilangan kata-kata untuk menolak. Memang sih, itu juga sebagian dari tugas sebagai seorang asisten. 'Yah, gimana nanti aja?' pikirnya pasrah.
****
Ballroom Hotel grand Hyatt, sudah di sulap sedemikian megah. Maklum, yang punya acara orang cukup berpengaruh. Pukul 20.00 WIB, pasangan Bian dan Sassy tiba di pelataran hotel. Bian menggamit tangan Sassy untuk memasuki tempat acara berlangsung, dan menyelipkannya di lengannya. Sassy berusaha menarik tangannya, tetapi Bian menahannya. Jadilah dengan terpaksa perempuan muda itu menerimanya.
Beberapa kali Bian berhenti berjalan, ia bercakap-cakap dengan saudara maupun koleganya yang hadir. Sassy merasa tidak nyaman, berada di pesta anniversary pernikahan orangtua Bian. Ia berpamitan untuk mencari minuman, ketika bosnya terlibat pembicaraan yang serius. Sassy melenggang diantara banyaknya tamu undangan, menghampiri meja dan memilih-milih makanan.
Ketika sedang berdiri di dekat meja prasmanan, matanya menangkap sosok yang amat sangat di kenalnya. Nyonya Rianty dan sang suami Hendra Prayoga mantan mertuanya, kini mereka terlihat menaiki panggung untuk menyalami pemilik acara. Hati Sassy ketar-ketir, berharap ia tidak akan bertemu.
"Sassy, sedang apa kamu?" tanya Bian panik. "Saya cari kemana-mana, malah ketemu di sini" lanjutnya. "Ku pikir kamu hilang, di kerumunan orang."
"Aduh, jangan konyol Pak!" seru Sassy kesal. "Kan saya udah bilang, mau cari minuman."
"Saya gak denger! Ayo kita ke atas, Bunda udah nungguin" ucap Bian tanpa mau di bantah. "Katanya kamu mau menunjukkan sama Bunda, kalo sudah berhasil membawa saya kehadapan beliau" tutur Bian panjang lebar.
"Nantilah! Aku mau makan dulu" tolaknya halus. Padahal yang sebenarnya, Sassy tidak ingin bertemu dengan Nyonya Rianty dan suaminya. Ia takut Maminya Aidan, berbuat keributan di pesta Ibu Laras.
"Sebentar aja Sassy, setelahnya baru kita makan" Bian sedikit memaksa.
"Oke!"
Sambil berdoa dalam hati, Sassy berjalan mengikuti langkah Bian. Namun dengan cepat lelaki itu, merangkul pundaknya.
"Jangan berjalan di belakang, memangnya kamu bodyguard saya" cetus Bian sok akrab.
"CK!" decak Sassy pasrah.
Untungnya orangtua Aidan sudah turun, ketika ke duanya tiba di hadapan Ibunda Bian.
"Sassy, terimakasih ya. Udah berhasil bawa Bian, biasanya ini anak gak pernah mau datang" ucap Ibu Laras sumringah.
"Iya, Tan. Selamat ulang tahun pernikahan, semoga langgeng selamanya" balas Sassy, sambil menempelkan pipinya kiri kanan.
"Selamat anniversary, Bun" Bian memeluk ibunya, ketika mereka sudah berhadapan. Kemudian pada ayahnya, yang tampak gagah diusianya yang tak lagi muda.
Karena banyak tamu yang akan mengucapkan selamat, ke duanya lalu memberikan kesempatan pada yang lain. Mereka turun dari panggung, setelah sesi pemotretan.
Sassy berjalan ke meja prasmanan, sedangkan Bian tertahan ketika hendak mengikutinya. Seorang pemuda tampan menyapa Bian, dan mereka terlibat dalam pembicaraan yang seru. Sehingga melupakan niatnya, untuk mengambil mengambil makanan.
Sambil membawa piring, Sassy mencari tempat untuk duduk. Setelah menemukannya, lalu ia mulai menyantap hidangannya. Dari kejauhan, matanya bersirobok dengan pandangan menghujam Nyonya Rianty. Perempuan setengah baya itu, mendatangi tempatnya duduk.
"Wah, ternyata kamu kenal juga dengan yang punya pesta" ucap Nyonya Rianty mencibir. "Pintar juga kamu, mencari mangsa."
"Selamat malam, Nyonya" sapa Sassy, mengabaikan cibiran dan perkataan nyelekitnya.
"Huh!" dengusnya keras. "Hebat juga kamu, sudah dapat pengganti Aidan."
"Maaf Nyonya, saya gak punya kepentingan dengan anda" tutur Sassy sopan. Ia beranjak dari kursinya, dan mencari Bian diantara banyaknya manusia yang berlalu-lalang. Nafsu makannya langsung menghilang dan berniat segera keluar dari tempat itu.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments