(POV Aidan)
Tak sengaja aku melihat Sassy di parkiran stasiun kereta api, ketika tengah menjemput Clara tunangan ku. Sebuah nama, yang tidak pernah terhapus dari hati ku. Walaupun aku sudah mendapatkan gantinya, tetapi Sassy selalu ada dalam setiap hembusan nafas ku. Katakanlah aku lelaki bodoh, masih mencintai mantan yang telah berkhianat. Lima tahun lamanya aku mencari keberadaannya, hingga aku lelah dan menyerah menerima perjodohan yang di atur oleh keluarga. Kini setelah aku mendapatkan gantinya, ia datang seperti angin. Tak berwujud, tetapi terasa keberadaannya. Aku terbuai oleh kenangan masa lalu, saat kami masih bersama. Di luar ekspektasi ku, Ia semakin cantik, dan terlihat dewasa. Berbeda jauh dengan penampilannya dulu yang terkesan cupu.
Aku menyandarkan kepala pada kursi kerja, dengan sebelah tangan menutupi mata. Kenangan itu berputar-putar seperti kaleidoskop, timbul tenggelam dalam ingatan ku. Sassy yang imut dan manja, selalu terbayang di setiap tidur malam ku. Namun kini ketika kembali bersua, kedewasaan membangkitkan kembali rasa rinduku padanya. 'Ah Sassy, nama yang indah seindah parasnya yang rupawan.' Aku tergoda untuk kembali merajut kasih bersamanya, tetapi maukah ia menerima ku lagi? Itu satu hal yang mustahil, akan terjadi. Selain keluarga besar ku akan menentangnya, aku pun sudah bertunangan. Tantangannya, begitu sulit aku tembus.
"Mas...mas Aidan!"
Sebuah tepukan pelan terasa di bahu, dengan malas aku menurunkan tangan lalu membuka mata. Ku dapati seraut wajah cantik, menatap ku khawatir. "Clara" ucap ku dengan masih setengah sadar.
"Mas Aidan, dari tadi aku ketuk-ketuk pintu" ucap Clara merajuk, bibir merah merona nya maju beberapa senti. "Jadi aku langsung masuk, kebetulan sekretaris mu juga gak ada di tempat."
Maaf, mas kelelahan" balas ku beralasan, sembari menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan. "Ada apa ke sini?" dengan malas aku bertanya.
"Aku mau ngajak kamu makan siang, kebetulan ada pembukaan resto baru. Ini sudah jam istirahat, kenapa kamu masih di kantor?" tanya Clara bertubi-tubi.
"Kamu makan aja sendiri, aku gak berselera" tolak ku halus.
"Ayolah...aku udah jauh-jauh menjemput mu, masa di tolak sih!?" gerutu Clara kesal. "Ada yang ingin aku bicarakan, tetapi gak di sini."
"Oke!" dengan berat hati akhirnya aku mengalah, mengikuti kemauan Clara. Merapihkan berkas-berkas yang berserakan berada di atas meja kerja, serta mematikan laptop sebelum keluar dari ruangan.
Kami berdua berjalan bersisian, dengan tangan Clara terselip di lengan ku. Ruangan kantor terlihat lengang, karena sudah waktunya istirahat.
Begitu memasuki lift, Clara memeluk ku erat. Ia mencium pipi ku dengan lembut, sambil membisikkan kata-kata rayuan. "Aku rindu pada mu, kapan kamu mau tinggal bersama dengan ku? Please, jangan tolak aku!"
Aku mencium wangi shampo dari rambutnya yang tergerai indah, menahan pinggang rampingnya yang menempel di tubuh ku. Untuk sesaat aku terbuai, menangkup ke dua pipinya dan membalas sentuhannya. Tetapi bayangan Sassy yang menatap ku dengan tatapan kecewa, membuat ku melepaskan pagutan Clara.
"Sorry" ucap ku pelan.
"Kenapa Mas?" tanya Clara, berbisik dengan wajah kecewa mendapati penolakan dari ku. Ada semburat merah di wajahnya, dan dengusan nafasnya yang memburu. "Biasanya, kamu gak seperti ini."
"Sorry, aku lelah dan banyak pikiran" ku usap rambutnya, untuk meredakan kemarahannya. "Tunggu, sampai kita menikah."
"Tapi kita bukan remaja ingusan, hubungan kita sudah resmi. Ke dua keluarga sudah merestui, tinggal apa lagi yang kurang?" bantahnya dengan menggebu. "Kita sudah dewasa, dan kamu tau pernikahan kita tinggal menghitung bulan."
"Oke, sekali lagi aku minta maaf. Hari ini, aku banyak kerjaan. Tolong jangan kamu tambahin lagi dengan persoalan lain."
"Kenapa hanya aku yang harus mengerti kamu? Aku capek Mas, hubungan kita hanya jalan di tempat gak ada kemajuan" keluh Clara dengan suara tercekat. "Kalo kamu gak cinta aku, kenapa menyetujui pertunangan ini" sambungnya marah, jemari lentiknya menghapus airmata yang luruh di kedua pipinya.
"Maaf" hanya itu yang bisa ku ucapkan, melihat kesedihan di wajah cantiknya. Aku pun tak mengerti, kenapa dulu mau menerima usulan Mama untuk bertunangan? Jika akhirnya, membuat hati Clara terluka. Untuk meredakan emosinya, ku peluk tubuhnya serta mengecup keningnya menenangkan. "Sudah jangan nangis, nanti cantiknya hilang. Katanya mau makan siang, tapi malah jadi sedih" ucap ku menghiburnya.
Ku lihat pipi Clara bersemu merah, lalu memukul dada ku pelan. "Lihat, make up ku pasti berantakan!" rajuknya manja.
"Tapi kamu tetap cantik, kok!"
Rayuan ku berhasil, terbukti Clara melupakan perselisihan kami. Ia kembali menggamit tangan ku mesra, luluh dengan gombalan ku. 'Maafkan aku Clara, yang belum bisa move on dari mantan ku.'
****
Tiba di restoran yang kami tuju, suasana terlihat ramai. Kursi-kursi sudah terisi penuh, hanya bagian luar yang masih kosong. Sehingga aku memutuskan, untuk memilih tempat di luar ruangan. Selain suasananya sejuk, juga terasa segar dengan angin sepoi-sepoi menerpa wajah. Seorang pramusaji menghampiri kami, dengan buku menu di tangannya. Sambil menunggu pesanan tiba, aku mengamati sekeliling tempat makan.
"Gimana Mas? Enakkan suasananya" ucap Clara menatap wajah ku yang sedang melihat-lihat keadaan.
"Hmm!" jawab ku pendek. "Jadi ada apa? kamu mengajak ku keluar."
"Orangtua ku meminta, agar kita segera meresmikan hubungan ini" balasnya lirih. "Bagaimana menurut mu?"
Aku menarik nafas panjang, membalas tatapannya yang menanti jawaban dari ku. "Beri aku waktu sedikit lagi..."
"Sampai kapan?" potongnya cepat.
Aku dilanda kebimbangan, hati ku tak karu-karuan. Di satu sisi aku memahami Clara membutuhkan kepastian, tetapi sisi hati ku yang lain ada keraguan. Entah sejak kapan? keragu-raguan ini menghampiri ku. Apakah sejak bertemu kembali dengan Sassy? Atau rasa ragu itu telah lama ada. Ah, aku jadi pusing.
Sassy yang kini telah berubah banyak, semakin dewasa dan jelita. Siapa yang tidak akan tergoda? Sebagai seorang mantan terindahnya, aku masih menyimpan kenangan manis yang tak terlupakan. Tetapi aku ragu, Sassy mau menerima ku kembali. Setelah apa yang kulakukan dulu, menalaknya tanpa mau mendengar alasannya.
"Mas Aidan!" suara Clara memutus lamunan, hingga aku sadar ia masih menanti kalimat yang akan keluar dari bibir ku.
"Aku gak tau, Clara" bisik ku parau. "Katakanlah aku lelaki pengecut, atau gak punya pendirian. Tapi aku masih trauma, dengan pernikahan mu yang dulu."
"Jangan khawatir, aku akan membantu melupakan mantan mu" janji Clara, sembari menggenggam tangan ku yang ada di atas meja. "Sekarang makan dulu, pesanan kita udah datang."
Kami berdua menyantap hidangan, yang di antarkan sang waiters. Menikmati sajian restoran ala Nusantara, dalam diam.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments