Entah sudah berapa lama, Sassy tertidur di kasur empuknya. Ketika ia terbangun matahari telah bersinar terang, memasuki jendela kamarnya yang terbuka lebar. Setelah tadi subuh Sassy menunaikan ibadah sholat, ia tertidur kembali karena kecapean. Ia memandangi seisi kamarnya, yang tidak berubah semenjak masih belum menikah. Ibunya memang membiarkan setiap barang pada tempatnya, tidak merubah tata letak maupun isinya.
Hari ini Sassy memang ingin bermalas-malasan, setelah melakukan perjalanan panjang dari Surabaya menuju tempat orangtuanya berada. Sedih hatinya mengingat sudah lima tahun ia bermukim di kota yang di juluki kota pahlawan itu, meninggalkan semua pencapaiannya di sana beserta teman-temannya yang sudah dianggapnya seperti saudara.
Hatinya yang semula rapuh, sedikit demi sedikit mulai dapat tertata kembali. Namun saat melihat Aidan bersama wanita lain, kembali luka itu berdarah. Pernikahan yang di jalani Sassy, hanya mampu bertahan satu tahun lamanya. Ketika badai itu menghempaskan bahtera rumah tangganya, seketika kapal oleng hingga karam di lautan. Sebagai nakhoda yang memimpin kapal, Aidan tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Memang pada awalnya Sassy ragu, untuk meneruskan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Perbedaan sosial yang teramat tinggi, membuat keadaan menjadi timpang. Sassy hanya karyawan biasa dibagian administrasi ringan, harus bersanding dengan Aidan yang seorang manager keuangan di perusahaan mereka kerja kala itu.
Namun Aidan mampu meyakinkannya, untuk meneruskan kisah cinta mereka. Hingga akhirnya Sassy luluh dan mengiyakan ajakan itu. Namun tidak semudah membalikkan telapak tangan, ternyata semesta belum berpihak. Terlalu banyak orang, yang ikut campur dalam perjalanan asmara dua insan berbeda strata sosial tersebut. Ibu mertuanya, juga keluarga besar Aidan.
Pada akhirnya, Sassy menyerah sebelum sampai ke tujuan. Pernikahan mereka, hanya bertahan satu tahun lamanya. Ia menyerah kalah pada keadaan, menangis pasrah dalam rengkuhan sang Ibu.
"Tok...tok...tok!" ketukan di pintu kamarnya terdengar, lalu perlahan terbuka lebar. Wajah teduh sang Ibu, terlihat memasuki kamar. "Sudah bangun, nak" sapanya lembut.
"Udah Bu, tapi masih mager" balas Sassy, sambil merentangkan kedua tangannya.
"Jangan malas-malasan, ini udah siang lho" Bu Wina menasehati putrinya, sembari duduk di sisi pembaringan.
"Lima menit lagi ya, Bu" rajuk Sassy, sembari menaruh kepalanya di pangkuan Ibunya.
"Hadeuh, gak berubah juga kelakuan kamu" ucap Wina, mengelus sayang surai hitam Sassy. "Gimana kabar keluarga di Surabaya? Apa mereka sehat semua?" tanyanya menatap mata terpejam sang putri.
"Alhamdulillah, semua sehat Bu. Mereka juga titip pesan, kapan Ayah dan Ibu pulang kampung?"
"Insyaallah lebaran tahun ini, kita sekeluarga bisa mudik."
"Oo ya Bu, kemaren aku liat Aidan di stasiun kedatangan. Tapi, dia gak sendirian." ucap Sassy, dengan nada getir. Ia mengangkat kepalanya dari pangkuan Ibunya, lalu duduk di head board.
"Apa kamu masih mencintai, Aidan?" tanya Wina menelisik raut wajah Sassy.
"Lima tahun aku mencoba melupakannya bu, tetapi kemarin saat melihat wajahnya..." Sassy menjeda kalimatnya. "Entahlah..." lanjutnya lesu.
"Berarti, kamu masih mencintainya" tebak Wina tersenyum penuh arti.
"Aku pikir jarak dan waktu yang memisahkan kami berdua, bisa mengikis rasa cinta itu. Ah, tapi rasanya aku lancang sekali bu" keluh Sassy frustrasi. "Aidan sudah melupakan diriku, dan mendapatkan gantinya. Cinta yang dulu menggebu, tersapu angin dalam sekejap waktu. Tapi memang bukan salah Aidan, aku yang terlalu besar mencintainya sehingga semesta merenggutnya paksa dari ku."
"Kenapa waktu itu, gak kamu katakan apa yang sebenarnya terjadi?"
"Aku sudah berusaha, Bu. Tetapi Aidan mempercayai semua ucapan Cindy, sepupunya."
"Jadi apa yang akan kamu lakukan, seandainya bertemu Aidan? Kalian tinggal di kota yang sama, satu waktu pasti akan bertemu."
Sassy menghela nafas panjang, menatap jari manisnya yang kini tanpa ada cincin belah rotan tersemat di sana. "Enggak tau, Bu. Mungkin aku akan menyingkir menjauh. Apalagi, Aidan sudah bahagia dengan pasangan barunya!? Sementara aku masih diam di tempat, tanpa tau apa yang harus di lakukan."
"Ya udah kalo gitu, kamu mandi dulu. Ayah mu, ingin berbicara dengan mu."
"Ada apa sih, Bu? Aku jadi takut, Ayah akan menjodohkan ku dengan anak temannya."
"Hust! Jangan suudzon, mungkin beliau punya nasehat untuk bisa melupakan mantan mu. Cepetan, nanti Ayahmu keburu pergi ke rumah kakak mu."
"Ih Ibu kok gitu, sih!" rajuk Sassy manja, namun ia menuruti perintah Ibunya untuk segera membersihkan diri dan segera menemui ayahnya.
****
Benar apa yang menjadi prediksi Sassy, ia sudah khatam dengan kelakuan Ayahnya. Karena sudah beberapa kali, beliau selalu mendekatkan dia pada putra dari teman-temannya. Bukan hanya Ayahnya, tetapi kakaknya pun ikut andil di dalamnya. Dengan harapan Sassy bisa memilih satu diantaranya, dan melupakan bajingan seperti Aidan. Sebagai anak yang berbakti, ia hanya mengiyakan saja.
Setelah mendapat wejangan dari sang Ayah, ia pamit ingin menegok huniannya yang dulu. Sassy ingin melihat-lihat rumah, yang di berikan mantannya. Rumah impiannya, yang sudah sekian lama ia tinggalkan.
Dengan mengendarai sepeda motor, ia melaju membelah jalanan yang lengang. Tiba di tempat yang di tuju, rumah dalam keadaan rapih juga bersih. Mungkin Ayahnya, yang meminta orang untuk membersihkannya. Sassy mengeluarkan kunci, dan segera membuka pintu rumah. Begitu pintu terbuka lebar, bau apek bertebaran dimana-mana. Di bukanya semua jendela kaca, juga kamar-kamar yang pintunya tertutup rapat. Begitu pun dengan lantai dua, debu-debu menempel di susuran tangganya.
Rumah pemberian Aidan ketika mereka bercerai, adalah sebuah hunian yang cukup nyaman dan asri. Rumah minimalis berlantai dua yang elegan, lokasinya berada di sebuah perumahan elite. Dengan keamanan yang terjamin, dan penghuninya kebanyakan adalah pasangan muda. Hadiah cukup mahal buat Sassy, yang hanya seorang wanita dari kalangan menengah. Buat Aidan mungkin tidak seberapa, tetapi sangat berharga baginya. Awalnya ia enggan menerima pemberian mantannya, tetapi Aidan bersikeras memaksa.
Sassy berniat menempatinya, dan keluar dari rumah orangtuanya. Karena bila ia masih di sana, bukan tidaknya mungkin Ayahnya akan memaksanya menerima lelaki yang di sodorkan beliau. 'Huh! Hidup sungguh rumit.' Untuk saat ini, Sassy hanya ingin hidup sendiri. Esok atau lusa, seandainya ia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan jodoh kembali. Sassy hanya ingin, berjalan sesuai alur yang sudah Tuhan takdirkan.
Rumah masih dalam keadaan kosong melompong, tanpa ada perabotan. Ia berniat membeli barang-barang, untuk melengkapi isi rumahnya. Sambil bersandar di tembok depan rumah, Sassy menghubungi sang kakak. Tetapi panggilannya tidak terjawab, barangkali Rian masih sibuk di restoran miliknya. Saking asyiknya mengutak-atik gawainya, ia tidak menyadari seorang pria gagah keluar dari mobil sportnya. Ketika pria itu berdehem, barulah ia menyadari keberadaannya yang tidak sendiri.
"Eghm!"
"Kamu !" pekik Sassy tertahan. "Apa yang kamu lakukan di sini, Aidan?" tanyanya setelah tersadar dari keterkejutannya. Ia tak menyangka, akan begitu cepat bertemu dengan sang mantan.
"Jangan ge-er, babe!" seringai Aidan dengan senyum jenaka, memindai Sassy dari atas ke bawah berulang-ulang. "Kamu agak kurusan, tapi masih tetap cantik sekaligus menawan seperti yang terakhir ku ingat dulu" tambahnya merayu.
"Huh!" dengus Sassy jengkel. "Simpan saja rayuan mu, aku gak butuh" sentak Sassy galak.
"Tapi dulu, kamu seneng aku gombalin."
"Berisik! Kamu belum jawab pertanyaan ku" ucap Sassy, sembari bersedekap.
"Pertanyaan yang mana?" Aidan berlagak lupa.
"Ah, lupakan saja!"
Aidan memasuki rumah pemberiannya dulu, ia memindai sekelilingnya dengan mata tajamnya. "Hmm, bagaimana kamu suka dengan rumahnya?" tanya Aidan, melirik Sassy yang mengikutinya dari belakang.
"Lumayan lah, sebagai kompensasi dari tuduhan mu yang gak berdasar" sindir Sassy telak.
"Kenapa kamu ngomongnya begitu?" tanya Aidan, sembari menyipitkan matanya. Ia membalikkan badannya, berhadapan dengan perempuan yang pernah menjungkirbalikkan dunianya.
Sassy mengangkat bahunya lelah, harus kembali mengingat kejadian yang sudah berlalu. "Lebih baik kamu pulang, Aidan. Keberadaan mu di sini, hanya menggali luka lama" ucapnya lirih.
"Oke, aku pulang. Tapi aku masih menunggu, keterangan dari mu" Aidan berbalik pergi, meninggalkan mantan istrinya yang masih ia cintai itu. Lima tahun lalu, mungkin ia terbawa emosi. Lebih mendengarkan satu pihak saja, tanpa mau berkompromi lagi.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Putu Suciptawati
akak cantik ada typo sassy jadi aina.... jadi inget aina larasati😀
2024-03-05
1