Aku Ini Siapa?

Sudah hampir dua jam lebih Akira berjalan menembus rimbunan rimba. Dan selama waktu itu, kecurigaan kalau ternyata ia memang benar berada di daerah lereng selatan Gunung Merapi meningkat semakin kuat. Meski hampir tak mungkin untuk memastikan lokasi di hutan tanpa peralatan khusus, namun beberapa tempat tertentu sangat mudah untuk diingat. Dan sayangnya, dari beberapa tempat itu sangat akrab dengan ingatan Akira. Sisi selatan lereng Gunung Merapi Yogyakarta hampir bisa dibilang adalah taman belakang rumah bagi Akira. Sepanjang tahun, organisasi Mapala tempatnya bergabung semasa kuliah selalu mengambil lokasi itu sebagai tempat latihan bagi anggota-anggotanya. Bahkan hingga ketika ia lulus dan mulai sibuk dengan hidupnya sendiri, Akira masih terus aktif disana sebagai salah satu senior yang jarang absen dari berbagai kegiatannya. Pada akhirnya, ketika ia mengambil peta itu kembali dan mengidentifikasi jalur yang sudah ia ambil, ia segera mengenali posisinya saat ini.

Sial... Bagaimana cara mereka bisa melakukan ini?

Mau tak mau, Akira mulai menerima kenyataan kalau ia saat ini memang berada di Yogyakarta. Meski beragam pertanyaan tak henti terus mengganggunya, ia memutuskan untuk mempercepat langkah. Setelah memastikan posisinya, Akira segera bergerak dan menuruni jalur yang makin lama makin akrab dalam penglihatannya. Tak akan butuh waktu lama sebelum ia mencapai area pemukiman.

Hanya saja, teriakan-teriakan mulai samar terdengar dari arah bawahnya. Teriakan itu nampaknya memanggil seseorang. Ketika itu terdengar, senyum kecil muncul di bibirnya.

Mapala mana ini, bulan begini Diksar? Tampaknya mereka baru latihan SAR, desah pikiran Akira senang.

Segera ia mengarahkan kakinya menuju suara teriakan-teriakan itu. Dan tak butuh waktu lama, ia segera melihat salah satu dari orang yang berteriak-teriak itu.

"Koleps! Koleps! Kolleeeppss!!!"

Koleps... Nama yang bagus, cengir pikiran Akira. Nama rimba setiap anggota mapala seringkali menggambarkan si empunya nama itu sendiri.

Dan kolep?

Mungkin si empunya nama adalah orang dengan kepribadian kacau yang seringkali membuat situasi jadi makin berantakan dengan kekacauan yang ia sebabkan.

Mungkin saja begitu. Kreatif juga seniornya, kikik batin Akira.

Hanya saja, ketika akhirnya orang yang tadinya berteriak-teriak memanggil-manggil itu melihatnya, pandangan kaget muncul darinya.

"Kolep!!! Hoiiii, iki Kolep nang kene! Hoiiiii... (ini Kolep disini)" teriaknya lagi dengan kuat, dan setelah itu, ia segera berlari menuju Akira.

Tak menghiraukan protes Akira, pemuda itu segera membawanya berjalan sambil terus berteriak kalau ia sudah menemukan Kolep, sementara itu, beberapa teriakan balasan muncul dari berbagai tempat.

"Bilangin sama dia, Kon, dia SARAP!!!"

"Kok yo nggak mati aja, heran aku. Nyusahin!!!"

"Kolep Jancuk! Suruh loncat ke jurang aja Kon!!!"

Seiring beragam teriakan itu terdengar, kerutan di dahi Akira muncul semakin dalam. Belum lagi fakta dimana pemuda disampingnya ini, yang terus saja mengomel tentang bagaimana tidak bertanggung jawabnya dia dan bagaimana kelakuannya sudah membuat mereka semua kerepotan. Semakin lama, berbagai hal ini mulai membuat Akira sedikit sebal, hingga akhirnya ia tak mampu lagi menahannya.

"Tunggu sebentar. Ini ada apa sebenarnya?" sergahnya sambil memberontak lepas dari pemuda yang berjalan sambil setengah merangkulnya itu.

"Kowe iki ngopo, Lep? Kowe ra popo to? (Kamu ini kenapa, Lep? Kamu nggak papa kan?)" sahut si pemuda itu pelan ketika melihat perkembangan ini. Sorot khawatir nampak muncul di matanya.

Akira memberengut. Sekilas ingatan yang ia tahu kalau itu bukan miliknya, muncul dalam pikirannnya.

Ia tahu pemuda ini!

Pemuda ini Panji. Penggiat kegiatan luar ruangan di SMU tempat mereka bersekolah.

Tunggu dulu. Tempat mereka bersekolah??!

Ketika pikiran ini menghantamnya, Akira mulai melihat ke dirinya sendiri, dan hanya butuh beberapa detik untuknya menyadari.

Ini bahkan bukan tubuhnya!!!

Ketika ia menyadari hal ini, ingatan yang bukan miliknya mengalir masuk kedalam ruang pikirannya. Kepalanya berdenyut ketika perlahan Akira mencoba menarik nafas yang tersengal saat banjir ingatan menyesaki pikirannya.

Ia hanya mengangkat tangan, berharap agar Panji mau menjaga jarak sementara ia terus berusaha mencerna memory yang mengalir masuk ini, atau mungkin memory itu memang sudah disana sejak awal. Dialah yang tampaknya "menerobos" masuk ke tubuh pemuda ini...

Astaga, terlempar ke cerita fiksi macam apa aku ini?

Nama pemuda ini Anton, Anton Prawira Perkasa, berusia genap 17 tahun bulan ini. SMU kelas II, berasal dari keluarga menengah yang lumayan kacau balau. Kondisi rumah pula yang sebelumnya mendorong Anton pergi ke gunung sendirian, dan berharap untuk mati ketika ia meminum belasan butir pil tidur. Tampaknya keinginannya terwujud, dan sayangnya, entah bagaimana caranya, Akira tersesat masuk ke badannya...

???!

Sialan, aku terlempar kesini... Dan bahkan tampaknya tahunnya juga salah.... Setan!!!

Akira terus mencoba menenangkan diri sambil menata pikirannya yang berantakan. Ia sering membaca novel tentang orang yang terlempar ke lain masa dan menghuni tubuh manusia lain di tempat itu. Biasanya ia akan berpikir bahwa itu menyenangkan, tapi rupanya ketika mengalami hal ini sendiri, Akira tak mampu menemukan rasa senang sedikitpun.

"Lep, Kolep? Kamu kenapa? Apa ada luka atau cedera dalam gitu?"

Pertanyaan yang penuh berselimut rasa khawatir yang tulus itu segera menarik pikiran kalut Akira kembali dunia nyata. Pemuda di depannya itu memang tampak sangat khawatir.

Menurut ingatan Anton, Panji memang memiliki solidaritas sangat tinggi dan selalu memiliki kecenderungan untuk menolong orang lain, meski seringkali merepotkan dirinya sendiri.

"Ah, maaf, Nji. Kepalaku agak sakit tadi. Tapi sudah baikan sekarang..." jawab Akira sambil mengelus kepalanya.

"Owh, baguslah kalau begitu. Tapi bagaimana jika misalnya kita langsung ke rumah sakit saja?" sahut Panji lagi, yang hanya dijawab dengan gelengan kepala.

"Mendingan kita balik saja. Aku baik-baik saja kok..." ujar Akira sambil tersenyum, mencoba menenangkan pemuda yang masih tampak khawatir didepannya itu.

Mendengar jawaban itu, Panji hanya mengangkat bahu dan mengulurkan tangan untuk membantu "Anton" berdiri.

"Lain kali, tolong jangan ragu untuk minta bantuan atau apapun ketika kau butuh teman, Lep..." kata Panji tanpa mampu sepenuhnya menyembunyikan rasa khawatir dalam suaranya.

Akira tersenyum tulus kali ini ketika sekelumit rasa hangat muncul di hatinya. Sudah lumayan lama sejak terakhir kali ada orang yang mengkhawatirkan dirinya, meski sebenarnya saat inipun bukan Akira yang dikhawatirkan Panji, tapi si pemilik tubuh yang sebenarnya, tapi tetap saja membuat Akira sedikit senang.

"Terima kasih, Nji. Akan kuingat." jawabnya pelan.

Saat ini, Akira cuma membutuhkan tenpat untuk sendirian dan memikirkan apa yang harus ia lakukan kedepannya. Ingatan yang bertumpuk di dalam ruang pikirnya membuat Akira sedikit merasa kacau. Perjalanan hidup bocah bernama Anton ini sungguh kacau tak terkira...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!