Awal dari sebuah Akhir (IV)

Entah sudah berapa banyak puntung rokok yang sudah ia injak. Ia sudah kehilangan hitungan sejak ia membuang bungkus rokok yang teremas dan membuka bungkus baru beberapa waktu lalu. Botol gepeng logam berisi minuman berkadar alkohol tinggi yang tak pernah absen menghuni saku belakang celana jeans-nya hanya meninggalkan sedikit cairan didalamnya dan tergeletak dalam kondisi terbuka, sementara pandangan pria muda itu mengembara dalam kehampaan ruang pikiran saat ia menikmati rasa pengabaian yang dibawa oleh minuman itu ketika ia menyenderkan dirinya disana, di sudut sepi di tengah ramainya kota Samarinda. Ditemani rokok yang tak pernah berhenti mengepul, Akira larut dalam lamunan. Ia terdampar disini sejak meninggalkan kapal tadi sore.

Area di sepanjang jalur sungai terlebar di Indonesia ini memang sering dijadikan sebagai tempat nongkrong. Jarak pandangnya yang lebar, sungguh memenuhi syarat bagi Akira saat ini. Suasana yang lumayan ramai namun memberikan ruang luas bagi siapapun untuk menyendiri ini sangat sempurna untuknya. Akira sedikit takut tak mampu menahan pikiran untuk mengakhiri hidupnya jika ia berada di tempat yang terlalu sepi.

"Sungguh tidak mudah mencarimu..."

Akira menoleh dan mendapati raut wajah cantik yang sama dengan wanita mempesona yang sebelumnya mengganggunya ketika di kapal sore tadi. Sayangnya, kepala Akira sudah terlalu berat untuk terlalu memikirkan apapun saat ini.

Ah sudahlah, nikmati saja apapun adanya, desah batin Akira miring ketika mendapati wanita itu duduk disampingnya.

"Kau tahu, banyak orang yang akan memaki dan mengataimu tak tahu diuntung jika mereka tahu ada wanita semempesona aku menawarkan diri dan ditolak?" ucapnya lagi sambil tersenyum kecil.

Akira hanya mendengus. Senyum kecil acuh muncul di wajahnya.

"Hidup sudah sering memberikan kesempatan seperti itu padaku. Aku sudah terbiasa dengannya." gumam Akira, yang segera disambut tawa renyah.

"Benar juga katamu. Tapi siapa tahu jika kali ini berbeda dari sebelum-sebelumnya?" godanya ketika pria muda itu tampaknya merespon dengan lumayan baik kali ini.

"Bisa jadi. Hanya saja kecil kemungkinannya..." balas Akira. Entah kenapa, pria muda itu tak bisa menemukan hasrat untuk wanita mempesona yang terus saja bertingkah genit itu. Bahkan otaknya yang tengah dipengaruhi alkohol-pun terus saja menyerukan peringatan untik tidak menajiskan wanita itu.

Tapi percakapan mereka tampaknya semakin seru. Seiring waktu yang berlalu, Akira terkesan mulai menikmati percakapan tak jelas itu, meski ia terus menjaga kesopanan dalam batas yang wajar, tak perduli seintim apa wanita itu.

Hingga akhirnya, tampaknya wanita itu sudah mencapai batas kesabaran yang ia miliki. Dengan sedikit kerutan yang muncul di sudut matanya, ia perlahan menghilangkan nada genit dalam suaranya.

"Apa aku ini tidak menarik?"

Akira tersenyum kecil. Pertanyaan itu juga mengganggunya sejak beberapa waktu lamanya sekarang.

"Sayangnya, kamu mempesona... Hanya saja, ah, aku juga bingung bagaimana menjelaskan apa yang kurasa." jawab Akira setelah beberapa waktu.

"Tapi aku sama sekali tak melihat nafsu di matamu." sahut wanita itu lagi.

"Akupun juga bingung. Normalnya aku sudah memboyongmu ke hotel dan menelanjangimu sejak tadi ya?" jawab Akira sambil tertawa kecil.

Namun ia tak beranjak sedikitpun. Pernyataan retoris itu cuma sebuah candaan. Ia hanya membuang puntung rokok dan kembali mengijinkan keheningan menguasai mereka berdua.

Malam semakin tua ketika kedua insan itu tampaknya tengah larut dalam pikiran mereka masing-masing. Sementara itu, pengunjung tempat itu juga sudah mulai banyak yang beranjak pergi. Akira sejenak melihat ke jam mahal yang melingkari pergelangan tangannya, dan berdiri.

"Senang berbicara denganmu. Sudah malam, aku akan pergi. Terima kasih sudah mau ngobrol denganku." ucapnya pada wanita cantik itu.

"Kau benar-benar tak hendak membawaku ke hotel dan menelanjangiku?"

Akira terbahak. Ia tahu kalau wanita itu juga hanya bercanda. Selain itu, ia cuma bisa menemukan rasa hormat untuk wanita itu di dalam hatinya.

"Sungguh senang berkenalan denganmu. Aku pergi sekarang. Selamat malam." jawab Akira tulus.

Wanita itu tersenyum manis. Sekilas percik hormat melintas dimatanya sebelum menghilang dengan cepat. Baru sesat kemudian ia berdiri dan menjabat tangan Akira yang terjulur.

"Kau pria yang baik. Semoga kau menemukan apa yang kau cari akhirnya..." balasnya sambil tersenyum. Lalu ia mengambil sesuatu dari dalam saku bajunya dan mengenakan benda itu di tangan Akira.

"Apa ini?" tanya Akira heran ketika melihat gelang yang terbuat dari rangkaian batu kristal mirip berlian.

Tapi tak ada yang menjawabnya. Entah bagaimana, wanita itu menghilang, seakan tak pernah ada disitu sebelumnya. Meski rasa hangat dan bau harum yang tertinggal senyata gelang yang melingkar di tanganya saat ini, wanita itu sendiri tak kelihatan dimanapun...

Haes, lagi-lagi. Ngobrol sama apaan aku sesorean ini?

Mau tak mau, Akira tertawa meski sedikit kecut. Memang pengalaman seperti ini bukanlah yang pertama bagi Akira. Petualangannya ke berbagai gunung sering membawanya melalui beragam kejadian yang serupa. Meski baru kali ini ia mendapatkan "souvenir" seindah ini.

Melihat gelang yang melingkar di tangannya, Akira tersenyum.

"Terima kasih." bisiknya pelan dan pria muda membalikkan badan. Perasaannya jauh lebih ringan daripada apa yang ia rasakan selama beberapa waktu ini. Langkahnya ringan ketika ia berbalik dan kembali ke hotelnya.

Tampaknya kunjungan ke Borneo ini sama sekali tidak sia-sia, batin Akira senang.

Pria muda itu beranjak, berusaha meninggalkan beban di hati dan pikirannya.

Hanya saja ia tak pernah mengira kalau kejadian ini akan mengubah dirinya sepenuhnya...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!