"Lu," panggil Brian yang berhasil menyadarkan Lucy dari lamunannya. Lucy mengalihkan wajahnya menatap Brian yang sudah berada di sampingnya.
"Sejak kapan kau berada di sini?" tanya Lucy tak menyangka dengan kehadiran Brian yang saat ini tersenyum kepadanya.
"Sejak kau melamun," ucap Brian sembari tertawa kecil. Lucy mengangguk pelan pertanda paham.
"Is, kau ini," ucap Lucy kesal sebentar lalu kembali menerbitkan senyum manisnya.
"Mbak," panggil salah satu pelanggan membuat Lucy segera meninggalkan Brian. Brian yang tidak mau berdiam diri saja segera menyusul Lucy lalu membantunya.
"Ada yang bisa saya bantu Nyonya?" tanya Lucy menyambut pelanggannya dengan ramah.
Tante Rena? Kenapa dia bisa berada di sini? Batin Lucy tak menyangka dengan kehadiran Rena di tokonya.
"Saya tidak menyangka jika kita bisa bertemu di tempat ini," ucap Rena sembari memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan menghina. Lucy menahan Brian yang terlihat ingin bersuara.
"Ada apa Nyonya, apakah anda ingin membeli kue?" tanya Lucy tetap bersikap baik di depan Rena.
"Ya begitulah, tapi ketika tau kau yang menjualnya saya jadi tak berminat," ucap Rena dengan sangat angkuhnya. "Saya tak ingin keracunan memakan kue yang belum tentu teruji kehigienisannya," ucap Rena dengan sangat pedas membuat Brian mengepalkan tangannya.
"Kenapa anda beranggapan seperti itu? Jika belum mencoba bagaimana bisa tau?" ucap Lucy sembari tersenyum tipis menatap Rena.
"Tanpa menyicipinya pun, kualitas makanan bisa di nilai dari tempat asal penyajiannya," ucap Rena tersenyum sinis pada Lucy.
"Nyonya, sebaiknya anda segera pergi jika tidak berniat membeli. Kami masih banyak pekerjaan dan tak akan punya waktu untuk meladeni keangkuhan anda!" ucap Brian membuat Rena menatapnya dengan tajam. Ia terlihat tidak suka dengan ucapan yang dilontarkan kepadanya.
Rena melirik Lucy dan Brian secara bergantian dengan tatapan merendahkan nya.
"Kalian berdua terlihat sangat serasi dan sama-sama berkualitas rendah. Kenapa kalian tidak menggelar pernikahan sekarang saja!" ucap Rena membuat Lucy sudah tak bisa menahan dirinya.
"Sebaiknya anda menjaga ucapan anda Nyonya, jika saja anda bukan ibu dari pria yang saya cintai, mungkin saya tak akan bersikap sebaik ini kepada anda!" ucap Lucy dengan penuh penekanan.
"Cih, angkuh sekali kau! Lagian tidak ada yang mengharapkan kebaikan mu yang palsu itu!" ucap Rena tetap meninggikan dagu angkuhnya. "Huh, sudahlah. Berlama-lama bersama orang sepertimu sangat tidak baik untuk kesehatan," ucap Rena lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkan toko Lucy.
Lucy dan Brian masih berdiri di tempatnya dengan pandangan yang tidak lepas memperhatikan Rena. Kesal, sedih, marah bercampur menjadi satu di hati Lucy.
"Sudahlah Lu, jangan dengarkan ucapannya. Ayo kita kembali bekerja," ucap Brian yang di angguki Lucy.
"Ayo," ucap Lucy lalu kembali menyiapkan jualannya bersama Brian yang membantunya.
🍒🍒🍒
Di negara Eropa, terlihat Sean dan Tasya sudah tiba di hotelnya. Sean terlihat lelah namun tidak dengan Tasya yang seakan tak kehilangan energi di tubuhnya. Wanita itu bahkan ingin segera menikmati perjalanan bulan madunya dengan mengelilingi berbagai tempat wisata romantis di negeri yang ia pijak ini.
"Sean, ayo kita pergi," ajak Tasya namun sang empu yang sedang di ajak biasa sudah masuk ke alam mimpinya.
"Ct," decak Tasya langsung menampilkan wajah cemberutnya ketika melihat Sean yang tertidur.
Sudahlah, mungkin suamiku memang lelah. Lebih baik aku ikut beristirahat agar ketika pergi nanti tubuhku menjadi lebih fit dan segar. Batin Tasya tersenyum senang dengan banyak rencana di kepalanya. Tasya pun akhirnya mengikuti jejak Sean dengan tangan yang memeluk suaminya itu.
"Awas," ucap Sean dengan datar tanpa membuka matanya. Ia menyingkirkan tangan Tasya dari perutnya dengan kasar.
"Ih sayang, mau peluk,,, " rengek nya seperti anak-anak yang meminta pelukan ibunya.
"Peluk saja bantal ini," ucap Sean sembari memberikan bantal guling pada Tasya.
Tasya pun menerima bantal guling itu dengan wajah cemberut. Ia memeluk guling itu dengan hati yang sangat kesal.
Jika saja Wanita sialan itu tidak hidup di dunia ini, mungkin Sean tak akan bersikap seperti ini padaku! Batin Tasya berharap Lucy musnah dari muka bumi.
Jika di Eropa sudah larut malam, maka di Indonesia masih sore. Kedua negara ini memiliki perbedaan waktu tujuh jam. Itulah sebabnya kenapa Sean sudah masuk ke alam mimpinya.
🍒🍒🍒
"Lu, habis ini mau kemana?" tanya Brian sembari memperhatikan Lucy yang mulai menutup tokonya. Hari ini dagangannya laris manis walaupun sebelumnya sedikit ada gangguan.
"Tidak tau, tapi saat ini aku rasa aku akan berada di sini saja," ucap Lucy membuat Brian mengernyitkan keningnya heran.
"Kau tidak pulang ke rumah?" tanya Sean yang mendapatkan gelengan pelan dari Lucy. Brian belum tau prihal Lucy yang di usir warga karena wanita itu tidak menceritakan nya kepada Sean. Menyimpan masalahnya sendiri mungkin lebih baik menurutnya
"Kenapa?" tanya Brian masih asik memandangi Lucy.
"Karena di sinilah rumahku," ucap Lucy tanpa menghentikan kegiatannya.
"Maksudnya?" tanya Brian semakin bingung.
"Aku sudah tidak tinggal di sana lagi, aku sudah di usir sama warga," ucap Lucy sembari tertawa kecil. Iya tak terlihat sedih mengatakan itu.
"What! Are you sure?" tanya Brian yang hanya mendapatkan anggukkan kecil dari Lucy.
"Bagaimana bisa?" tanya Brian dengan wajah yang sangat terkejut.
"Sudah takdir," ucap Lucy sembari menyelesaikan pengemasan terakhirnya.
"Kau harus bercerita Lu, aku tidak mau tau. Kau berhutang cerita padaku!" ucap Brian seakan ngambek pada Lucy yang melupakannya di saat kondisi buruk seperti itu.
"Baiklah Brian, bagaimana kalau kita bercerita sambil ngopi," ucap Lucy tak melupakan ke biasanya yang bercerita harus ada kopi di depannya. Wanita itu sudah seperti bapak-bapak yang menghilangkan stress dengan menikmati segelas kopi.
"Baiklah, mari kita pergi ke cafe langganan kita," ucap Brian yang di setujui Lucy.
Keduanya pun pergi ke cafe favorit langganan nya. Mereka berbicara sembari menikmati langit sore yang indah.
"Jadi Lu, gara-gara wanita ular itu makanya kau sampai di usir warga?" tanya Brian lalu menyeruput kopinya sedikit demi sedikit.
"Ya, begitulah," ucap Lucy dengan tangan yang sibuk memotong roti dan memasukkannya ke dalam kopinya.
"Tega banget ya mereka. Bangsa kita sudah rusak Lu," ucap Brian merasa kecewa dengan warga yang mengusir Lucy tanpa mengetahui yang sebenarnya.
"Iya, itu disebabkan sosial media yang sering menampilkan berita yang belum di ketahui asalnya. Zaman sekarang banyak orang yang menyebar berita hoax hanya untuk menaiki popularitas saja. Ini bahaya, jika warga tidak bijak dalam menerima informasi, mungkin akan semakin banyak orang yang di rugikan," ucap Lucy yang di setujui Brian.
"Kau harus berhati-hati Lu, sepertinya kita tidak bisa menganggap remeh mereka," ucap Brian mengatakan keluarga Sean dan Tasya dengan kata mereka sebab tak ingin ada yang tersinggung dan menimbulkan pertikaian.
"Pasti," ucapnya lalu menikmati roti kopinya yang sudah melumer di dalam mulutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments