Setelah puas memperhatikan bintangnya, kini Sean pun meminta sang supir untuk menjalankan mobilnya. Di saat yang bersamaan Lucy melihat ke arah mobil yang berhenti di seberang tokonya. Ia merasa penasaran dengan orang yang berada di dalamnya.
Kenapa mobil itu tadi? Kenapa aku merasa mereka sedang memantau ke sini ya? Ah, sudahlah, Batin Lucy membuang nafasnya dengan pelan.
"Lu," panggil Bimo sudah menyelesaikan acara sarapan paginya.
"Iya Bim?" tanya Lucy mendekati Bimo dengan tangan yang memegang kain lap.
"Hari ini kau full time di toko?" tanya Bimo sembari membersihkan mulutnya dengan tisu.
"Kurang tau Bim, emangnya kenapa?" tanya Lucy penasaran sembari membersihkan bekas makan Bimo.
"Jalan-jalan yuk," ajak Bimo dengan tatapan penuh harap.
"Hm, gimana ya,,," ucap Lucy sembari berpikir.
"Ayo dong, apa kau tidak tau jika kau orang pertama yang aku temui setelah kembali dari luar negeri?" ucap Bimo dengan tatapan datarnya. Melihat wajah Bimo yang sedikit kesal membuat Lucy mengiyakan ajakannya.
"Baiklah, nanti aku akan mengajak Brian dan anak-anak ya," ucap Lucy membuat hati Bimo merasa tak senang.
Lucy ngapain sih ngajak Bimo dan anak-anak segala, aku kan ingin jalan-jalan berdua saja bersamanya. Ih, tidak peka banget sih. Batin Bimo sembari menutupi rasa kesalnya.
"Baiklah Lu," ucap Bimo sembari tersenyum.
"Ok," ucap Lucy lalu menghentikan kegiatan memasaknya. Ia memilih membungkus semua makanan itu untuk cemilan di jalan. Kini ia pun mengurungkan niatnya untuk membuka toko sampai sore.
Maaf Bimo, aku tau kau ingin jalan berdua denganku tetapi aku tidak bisa. Aku masih menjaga hatiku untuk dia yang selalu memikirkan ku di sana. Aku belum sembuh Bim dan Aku juga belum move on. Ya aku tahu perasaan ini salah, tapi apa salah jika aku tetap menyimpannya hingga suatu hari nanti hilang dengan sendirinya. Batin Lucy tanpa sadar meneteskan air matanya.
Bimo terkejut melihat Lucy menangis. Selama menjalin persahabatan dengannya baru kali ini seorang Bimo melihat air mata Lucy mengalir nyata di pipinya. "Lu, kau menangis? Kenapa?" tanya nya dengan lembut. Bimo sudah bangkit dari duduknya lalu sedikit membungkukkan tubuhnya agar ia bisa melihat wajah Lucy lebih dekat. Lucy menggelengkan kepalanya pelan sembari tersenyum.
"Aku tidak apa-apa Bim, tiba-tiba aku rindu dengan kedua orang tuaku," ucap Lucy sembari menyembunyikan kesedihannya di balik senyumannya.
"Hm, itulah kan, makanya jangan sibuk terus. Sesekali pulang gitu jenguk keluarga." Nasehat Bimo yang di angguki Lucy tanpa memudarkan senyumannya. "Ya sudah, ayo kita pergi," ajak Bimo yang lagi-lagi mendapatkan anggukkan dari Lucy.
"Kalau begitu kau menunggu saja di mobil, aku ingin menutup toko terlebih dahulu," ucap Lucy lalu bergegas mengemasi tokonya.
"Akan aku bantu," ucap Bimo namun tak disahuti oleh Lucy.
Kini keduanya pun sama-sama mengemasi barang-barang toko hingga rapi setelah itu menutup toko lalu pergi menaiki mobil untuk bertemu dengan anak-anak.
🍒🍒🍒
Di perusahaan raksasa yang menjulang tinggi hingga ke langit, terlihat Sean termenung di meja kerjanya. Ia seakan tak bersemangat untuk menyelesaikan tugas-tugas kantornya. Bagaimana seorang Sean bisa bersemangat jika di pikirannya saat ini di penuhi oleh Lucy, Lucy, dan Lucy. Fokusnya hanya terarah kepada Lucy. Bahkan ia tak sempat memikirkan apapun selain Lucy. Untung saja Sean mempunyai asisten kesetiaan yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Keduanya sudah bersama dan bersahabat baik dari sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama.
"Tok-tok-tok," suara ketukkan pintu mengalihkan perhatian Sean.
"Masuk," ucap Sean dengan nada datarnya.
Karena sudah mendapatkan izin, Gio pun masuk ke ruang.
"Maaf Tuan, ada Nona Tasya yang ingin bertemu dengan anda," ucap Gio dengan bahasa formalnya. Dia sangat profesional dalam bekerja. Jika di luar jam kerja, sudah pasti ia akan memanggil Sean dengan menyebut namanya.
"Usir saja, katakan aku sedang sibuk!" ucap Sean lalu kembali memeriksa berkasnya dengan penuh keterpaksaan.
"Tapi Tuan, Nona Tasya memaksa ingin masuk," ucap Gio yang seketika membuat kepala Sean pusing.
"Sayang," panggil Tasya setelah berhasil masuk. Ia menentang dan membentak semua orang yang menghalanginya untuk bertemu dengan Sean suaminya.
Sebenarnya para karyawan tidak berani menghalangi Tasya sebab mereka tau jika wanita itu adalah istri sah dari CEO mereka. Para karyawan hanya menjalankan perintah dari Sean agar tidak membiarkan Tasya datang ke perusahaannya dan membuat waktunya tak bermakna.
"Dasar karyawan rendahan!" Bentaknya menatap nyalang pada sekretaris Sean. Dia benar-benar geram pada semuanya dan dia berjanji akan membuat perhitungan pada semua yang ikut serta menghalanginya untuk bertemu dengan Sean.
Melihat kehadiran Tasya yang membuat keributan di Kantornya membuat Sean hanya bisa menghela nafasnya. Keberadaan Tasya benar-benar membuat harinya tak bergairah dan tak bersemangat.
Tenanglah Sean, wanita keras kepala dan manja ini hanya perlu di perhatikan sedikit agar tak membuat keributan yang lebih besar lagi. Batin Sean lalu berusaha menetralkan suasana hatinya.
"Ada apa kesini?" tanya Sean dengan dingin sembari berpura-pura sibuk dengan cara menandatangani berkas-berkas di meja kerjanya.
"Sayang," ucap Tasya langsung menghamburkan dirinya memeluk Sean yang masih setia berada di tempatnya. "Sayang kamu kenapa sih pergi pagi-pagi sekali bahkan tak membangunkan ku untuk sarapan bersama. Kamu tau tidak aku itu takut tau di tinggal sendirian," ucap Tasya berbicara panjang lebar namun Sean tak menanggapinya.
Wanita sepertinya takut di tinggalkan? Cih, jangankan di tinggalkan, pergi ke club dan meminum banyak wine bersama para pria saja ia baik-baik saja dan tak merasa takut sedikitpun. Batin Gio menatap tak suka pada Tasya yang suka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan termasuk menikah dengan Sean.
"Bukankah semalam aku sudah mengatakan kepadamu jika pekerjaanku banyak di kantor," ucap Sean tanpa memalingkan wajahnya menatap Tasya. Tasya yang merasa di acuhkan memanyunkan bibirnya kesal.
"Ih, sayang. Kan ada Gio sialan ini! Kenapa coba kamu repot-repot bekerja? Harusnya kan kita menikmati masa-masa pengantin baru kita," ucap Tasya membuat Gio kesal sebab di katakan sialan oleh Tasya.
Aku berharap kau secepatnya terlepas dari bunglon betina ini Sean. Batin Gio sembari menatap Tasya dengan datar.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku sudah punya suami ya!" ketus Tasya dengan sangat percaya dirinya membuat Gio seakan ingin mengeluarkan isi perutnya.
"Anda sangat percaya diri Nona. Kalau pun di dunia ini hanya anda seorang wanitanya, mungkin saya akan lebih memilih tetap hidup sendiri daripada memiliki istri seperti anda," ucap Gio membuat Sean tersenyum puas dan membuat Tasya mengeram kesal kepadanya.
"Kau!" Bentaknya menunjuk Gio sebab tak terima dirinya di anggap tidak berharga. Tasya merasa terhina di depan asisten kesetiaan suaminya itu.
"Sudahlah," ucap Sean memperingatkan Tasya membuat wanita itu mengurungkan niatnya untuk membalas Gio.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments