14

Beberapa hari berlalu tanpa terasa, semua persiapan pernikahan Nindi dan Tristan telah 100% selesai. Keluarga Nindi hanya bisa jadi penonton saja sesuai dengan permintaan dari pihak keluarga pak Hendra yang meminta agar mereka tak perlu khawatir dan tinggal menunggu semuanya beres saja. Pihak keluarga Nindi di berikan 500 kartu undangan namun pak Andre hanya mengambil 300 undangan saja itupun hanya untuk keluarga, semua kerabat jauh dan teman atau sahabat saja baginya itu sudah cukup. Nindi juga hanya mengundang 50 orang itupun teman-teman kantor dan beberapa teman sekolahnya yang masih akrab sampai sekarang.

Nindi tak menyangka semua ini terkesan mendadak baginya, bagaimana tidak fitting baju pengantin baru dia lakukan 2 minggu yang lalu namun 5 hari lagi adalah hari pernikahan dirinya, sungguh Nindi di buat tak percaya dengan apa yang dia alami saat ini.

Nindi menghela nafas kasar. "Tak terasa ya, sebentar lagi aku akan menjadi istri orang," gumamnya tersenyum kecil. Tak pernah dia bayangkan akan menikah secepat ini mengingat dia baru saja putus dengan sang pacar 1 tahun yang lalu, karena penghianatan itu membuat Nindi sulit percaya adanya cinta sejati, bahkan dekat dengan pria saja tidak, Nindi begitu menjaga jarak dengan pria membuat beberapa pria mundur teratur dengan penolakan Nindi. Sampai dia setuju dengan perjodohan yang di berikan kedua orang tuanya.

"Bisa ya persiapan pernikahan begitu cepat tidak sampai satu bulan, sungguh kekuatan keluarga mereka tak di ragukan lagi,'' guman Nindi pada dirinya sendiri. Ada sedikit rasa minder di hatinya bercampur rasa ragu karena pria yang dia nikahi bukan pria biasa melainkan seorang CEO sebuah perusahaan.

"Apa pria itu tidak setuju dengan perjodohan ini, kenapa dia seperti menghindari ku,'' pikir Nindi saat ini memikirkan hal yang tidak-tidak.

Tiba-tiba terbesit rasa takut pria itu akan memperlakukannya dengan buruk. "Apa nasib ku nanti akan seperti di novel-novel, menikah karena perjodohan dan pria itu punya kekasih dan setelah menikah nanti hidupku akan menderita karena tak di cintai dan di perlakukan dengan kejam atau justru aku akan di acuhkan dia nantinya,'' bayangannya pernikahan dirinya nanti akan seperti judul novel yang pernah dia baca kala waktu senggang.

"Apa dia tak ingin bertemu dengan ku sekedar menyapa saja," kata Nindi sedikit berharap bertemu dengan pria itu meskipun hanya sebentar saja.

Dia merebahkan kepalanya bersandar di dinding mendongak menatap indahnya langit malam ini, ya saat ini Nindi tengah berada di balkon kamarnya menatap langit penuh bintang, pikirannya saat ini seputar pria yang akan menjadi suaminya nanti.

"Bintang aku ingin suami yang baik dan menyayangiku, bersikap lembut dan penuh perhatian tak akan pernah membentak ku bahkan membuat ku sedih, aku ingin dicintai dengan tulus,'' pinta Nindi sambil memejamkan matanya berharap keinginannya tercapai.

"Nindi.... Nindi... Jangan aneh-aneh, bisa-bisa nya kamu minta sama bintang,'' kata nya dengan mengelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan menertawakan dirinya yang justru curhat dengan bintang di langit.

tok tok tok tok...

"Nindi...Nindi...Nindi...''

"Hhmm pasti Bunda ,'' guman Nindi saat mendengar ketukan pintu.

"Kenapa malam-malam begini bunda mengetuk pintu kamar ku?" Tanya Nindi pada dirinya sendiri.

Nindi langsung bergegas berdiri, berjalan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kaca itu dengan cepat.

Cekleeeekkk..... Pintu kamar Nindi terbuka.

''Ya Bun, ada apa?" Tanya Nindi dengan cepat.

"Ini ada telephon untuk mu,'' kata bunda menyerahkan ponsel milik suaminya kepada sang putri.

"Hah? Dari siapa Bun?" Tanya Nindi dengan heran.

"Calon suami mu,'' jawab bunda singkat.

"Kok bisa dia menghubungi ku lewat ponsel papa?'' Heran Nindi kenapa pria itu menghubungi dirinya lewat ponsel papa nya bukan lewat ponsel miliknya langsung.

"Ya bisa, memang kalian pernah bertukar nomor telephon?" Tanya Bunda dengan gemas.

Nindi mengelengkan kepalanya, dia lupa kalau mereka belum bertukar nomo telephon, ah bertemu saja nindi belum pernah.

"Nih cepat terima,'' kata bunda mengingatkan Nindi yang masih bengong sendiri entah memikirkan apa saat ini.

"Bunda turun dulu ya, nanti kalau sudah selesai telepon dengan Tristan kamu bisa ke bawah untuk mengembalikan ponsel ini ke papa," kata bunda sebelum dirinya berlalu pergi meninggalkan kamar sang putri.

"Siap Bun," jawab Nindi dengan hormat serta senyum cengengesan.

Sedangkan di seberang sana, Tristan tersenyum sendiri mendengarkan pembicaraan keduanya. Ya ponsel itu masih menyala dan Tristan masih setia menunggu Nindi berbicara.

"Kenapa dia menghubungi ku," kata Nindi heran dan ucapannya itu di dengar oleh Tristan.

Nindi pun masuk ke dalam kamarnya dan segera menutup pintu kamarnya agar pembicaraannya itu tak di dengar oleh orang lain.

Nindi melihat ponselnya dan langsung terkejut.

"Astaga dari tadi ponsel ini masih menyala, jadi dari tadi pria itu mendengarkan pembicaraan ku dengan bunda," guman Nindi dalam hatinya saat ini dengan rasa kaget.

"Halo....." Kata Nindi dengan kikuk.

"Ehem.... Halo ini aku Tristan," kata Tristan mencoba untuk tidak gugup berbicara dengan Nindi.

"Eh iya, ada apa?" Tanya Nindi dengan singkat tak tahu harus berbicara apa. Dia tak ingin berbasa-basi dan membuat pria di sebrang menjadi bosan mendengar ocehannya.

"Aku ingin tahu, kamu mau mahar apa saat menikah nanti?" Tanya Tristan.

Sejenak nindi tertegun, dia kaget karena pria itu menanyakan mahar. Padahal Nindi sudah berfikir pria itu sudah menyiapkan mahar untuknya.

"Terserah kamu saja, seikhlasnya saja. Aku tak ingin mahar ini memberatkan dirimu," jawab Nindi dengan bijaksana.

Pria di sebrang tersenyum lebar mendengar jawaban dari calon istrinya itu, tak menyangka wanita itu bisa menjawab demikian.

"Bagaimana kalau uang?" Tanya Tristan memancing Nindi mengeluarkan pendapatnya.

"Apapun itu aku akan terima," bukannya mendengar jawaban iya, justru wanita itu menerima apapun yang dia berikan. Sungguh Tristan merasa beruntung mendapat perempuan seperti Nindi yang tidak meminta apapun dalam artian Nindi bukan wanita matre. Bisa saja perempuan lain akan meminta sesuatu yang mahal dan uang dalam jumlah banyak.

Karena tak ada yang di bicarakan lagi. Nindi pun ingin mengakhiri percakapan singkat ini.

"Ada lagi?" Tanya Nindi.

"Em tidak, aku hanya ingin menanyakan itu saja," jawab Tristan kikuk.

"Ya sudah, ini sudah malam," kata Nindi.

"Iya, selamat malam. Maaf menganggu mu malam-malam begini," kata Tristan dengan tak enak hati.

"Selamat tidur,"lirih Nindi.

"Iya," jawab Tristan singkat.

Tut.... Tut..... Panggilan itupun terputus.

Meski Tristan engan mengakhiri percakapan itu namun apa boleh buat karena memang dirinya yang telepon saat malam waktunya orang tidur.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

apa nindi gak kenal dengar suara Tristan..

2024-04-23

0

💙 Ɯιʅԃα 🦅™

💙 Ɯιʅԃα 🦅™

Gpp bentar lg juga nikah bisa bebas mau ngapain aja😂

2024-03-12

1

kaylla salsabella

kaylla salsabella

cepat nikahannya Thor bikin penasaran gimana pertemuan mereka nanti

2024-03-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!