5

Melihat gelagat sang putri yang seperti mencari seseorang membuat pak Andre tersenyum tipis. "Apa dia mencari calon suaminya," batin pak Andre.

"Wah nak Nindi cantik sekali," puji nenek Tristan saat menjabat tangan perempuan yang bahkan segera mereka kamar untuk sang anak.

"Nenek bisa saja," kata Nindi dengan menunduk tersipu malu mendengar pujian dari keduanya.

"Iya mami benar, Nindi cantik sekali," seru mama Tristan yang begitu antusias melihat calon menantunya itu.

Bunda tersenyum bahagia melihat calon besannya itu seperti senang dengan Nindi.

"Pasti Tristan bakalan suka dengan Nindi," batin oma dan Mama Tristan secara bersamaan tentunya di dalam hatinya masing-masing. Keduanya menatap Nindi dengan puas apalagi nindi terlihat begitu kalem dan sopan sesuai dengan kriteria calon menantu mereka.

"Eitss panggil Oma ya jangan nenek," pinta Oma.

Mendengar ucapan dari Oma, kakek dan Pak Hendra ikut tersenyum, ternyata ibunya sepertinya suka dengan Nindi. Sedangkan bunda dan pak Andre terlihat begitu lega saat keluarga pak Hendra begitu hangat menyambut Nindi, padahal mereka sudah was-was tadi pagi.

"Baik Oma," jawab Nindi menunduk. Ternyata mereka semua begitu baik dan sepertinya menyukai Nindi.

"Oh ya, mari kita ke meja makan," ajak pak Andre membuyarkan percakapan singkat mereka.

Pak Andre masih tak ingin memberitahu Nindi kalau Tristan tadi pamit pergi karena ada urusan, bukan karena apa namun dengan alasan merasa mereka belum nyaman seperti ini, ya mereka semua masih berdiri dan saling berbicara dengan akrab. Mungkin di meja makan nanti suasana akan menjadi lebih nyaman itulah yang dipikirkan pak Andre.

"Ayo semuanya mari," kini giliran bunda yang juga ikut mempersilahkan mereka menuju meja makan.

Mereka semua berjalan menuju meja makan.

Semuanya sudah tertata rapi membuat pak Hendra diam-diam senang dengan penyebutan yang pak Andre sekeluarga lakukan. Ya dia merasa di hormati apalagi saat melihat begitu banyaknya hidangan yang tersaji di meja.

Pak Hendra duduk di posisinya sebagai kepala keluarga.

Setelah mereka semua duduk.

"Mari silahkan, semoga kalian suka dengan hidangan sederhana kami," kata pak Andre dengan nada merendah.

"Ah pak Andre bisa saja," kata pak Hendra.

"Iya bagaimana makanan di depan kami begitu terlihat lezat begini di bilang sederhana," kata opa ikut menimpali.

"Ayo silahkan jangan sungkan-sungkan," kata pak Andi.

"Ayo mari Oma, jeng Sinta silahkan di cicipi," seru bunda mempersilahkan para perempuan untuk makan.

Semuanya pun mulai mengambil nasi dan lauk. Mata opa, pak Hendra, Bu Sinta dan Oma berbinar terang saat merasakan kelezatan makanan ini.

"Ini seperti makanan di restoran mahal," ceplos Oma sepertinya makanan ini sesuai dengan seleranya.

"Oh ya saya baru ingat ternyata pak Andre mempunyai bisnis di bidang restoran jadi tidak salah kalau makanan-makanan ini rasanya sangat enak," kata Pak Hendra.

"Wah benarkah? Nanti kalau ada waktu ajak aku ke restoran pak Andre ya pa," pinta jeng Sinta kepada suaminya.

"Bagaimana kalau kapan-kapan jeng Sinta saya ajak ke sana," tawar bunda membuat jeng Sinta menoleh.

"Apa saya tidak merepotkan," kata jeng Sinta merasa tak enak.

"Tidak kok, daripada dirumah tidak ada pekerjaan dan membuat jenuh lebih baik kita jalan berdua jeng," kata bunda.

"Ya sudah kapan-kapan kita jalan-jalan belanja. Pokoknya kita me time sesama wanita," kata jeng Sinta antuasias.

Pak Andre dan pak Hendra tersenyum tipis melihat keakraban antara keduanya.

"Oh ya nak Nindi kerja?" Tanya Oma.

"Iya Oma, saya kerja di perusahaan milik teman saya," jelas Nindi.

"Kenapa tidak meneruskan usaha punya papa kamu?" Tanya Oma semakin kepo namun pak Hendra dan jeng Sinta merasa tak enak karena Oma yang bertanya lebih jauh.

"Saya ingin cari pengalaman baru Oma," jawab Nindi tersenyum.

"Iya padahal papa nya dari dulu meminta dia untuk meneruskan usaha restoran dan pabrik tetapi Nindi selalu menolak dengan alasan ingin mandiri tak bergantung kepada kedua orang tuanya," kata bunda panjang lebar dengan mengeluh karena anak satu-satunya bukannya ingin meneruskan usaha orang tuanya justru bekerja di tempat lain.

"Iya biasa anak muda seperti Tristan, dia sama seperti Nindi di suruh untuk meneruskan usaha keluarga, eh dia malah buat perusahaan sendiri," kini giliran jeng Sinta yang mengeluh tentang putranya.

"Tristan...." Guman Nindi pelan namun bisa di dengar bunda dan yang lainnya.

"Iya nak, Tristan nama anak Tante. Tadi sih dia ikut ke sini tetapi Tristan pamit karena ada urusan mendadak di kantor," jelas jeng Sinta.

Nindi menganggukkan kepalanya. "Jadi namanya Tristan, ck pake pergi duluan kan aku jadi tak bisa lihat wajahnya bagaimana," keluh Nindi di dalam hatinya saat ini.

"Salah sendiri tidak keluar-keluar dari kamar kan jadi tidak bisa melihat wajah tampan Tristan," bisik bunda di telinga Nindi.

"Ya mana Nindi tahu kalau dia pergi Bun," jawab Nindi juga ikut berbisik.

Pak Andre melihat itupun menyenggol kaki istrinya yang ada di bawah meja.

Tatapan sorot mata pak Andre seperti berkata jangan berbisik tidak enak ada pak Hendra takutnya mereka salah paham.

Acara makan pun selesai, pak Andre meminta mereka berpindah tempat ke taman samping yang sudah di tata rapi apalagi suasana di sana begitu asri dan pohon mangga semakin membuat kesan teduh dengan sirkulasi udara yang terasa segar.

Di meja juga sudah tersedia berbagai cemilan dan minuman.

"Oh ya sesuai kesepakatan kita dulu, saya datang kemari bersama keluarga ingin meminang anak mu Nindi sebagai calon istri anakku Tristan," kata pak Hendra.

"Terimakasih atas kedatangan kalian, saya menerima niat baik dari keluarga pak Hendra. Untuk pernikahan kita bahas setelah nak Tristan dan Nindi setuju karena bukan kita yang menikah dan menjalani hidupnya," jelas pak Andre dengan bijak membuat Nindi terharu.

"Oh ya nak Nindi bagaimana, apakah setuju menikah dengan anak kami?" Tanya pak Hendra membuyarkan lamunan Nindi.

Nindi bersyukur ternyata kedua orang tuanya masih memikirkan nasibnya, keduanya tak ingin sang putri tertekan dengan keputusan yang mereka paksakan.

"Bagaimana sayang, bunda dan ayah mendukung keinginan mu," kata Bunda dengan lembut mengelus tangan sang anak.

Nindi mengangguk setuju, bagaimana pun pengorbanan pak Hendra kepada sang papa dulu, kalau tidak mungkin Nindi tak akan bisa berkumpul bersama dengan sang papa sampai saat ini.

Ahhhh.... Nindi ingin menjambak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa dengan mudahnya dia mengangguk setuju.

"Mungkin ini terbaik," batin Nindi dengan mantap.

"Ya sudah jadi lamaran kami di terima?" Kata pak Andre kala tersenyum puas melihat putrinya begitu patuh.

"Iya nak, kebetulan juga Tristan sudah berpesan dia ingin melanjutkan pernikahan ini," jelas jeng Sinta dengan bahagia.

"Alhamdulillah jadi kita tinggal menentukan tanggal pernikahan saja," seru keluarga Tristan dengan bahagia.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

waduh nindi main setuju aja...

2024-04-23

1

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

Blom juga. tahu wajah nya dah main terima aja .... baru denger namanya doank 😂

2024-02-29

1

💙 Ɯιʅԃα 🦅™

💙 Ɯιʅԃα 🦅™

wah refleks yang sangat bagus

2024-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!