17

"Emm kenapa kamu menghubungiku?" Tanya Nindi dengan ragu, sekaligus ingin mengalihkan pembicaraan agar Tristan tak mengorek informasi darinya dan membuat Nindi keceplosan tentang siapa yang menghubunginya tadi.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu," kata Tristan membuat Nindi tersenyum, sungguh saking senangnya mungkin dia sampai lupa salam.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatu," jawab Nindi tersenyum canggung karena melupakan sesuatu yang penting.

"Kenapa kamu menghubungiku?" Tanya nindi tanpa basa-basi.

"Aku hanya ingin mendengar suara mu,'' ceplos Tristan membuat Nindi kaget tak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.

" Benarkah? Apakah ini mimpi,'' batin Nindi.

"Ah mana mungkin pasti aku salah dengar,'' Nindi mengelengkan kepalanya dengan cepat, dia takut terlalu percaya diri. Bisa saja kan tristan cuma salah bicara.

Sedangkan di sebrang sana, Tristan merutuki kecerobohannya karena kelepasan berbicara.

"Mendengar suara ku,'' beo Nindi mengulang perkataan Tristan tadi.

"Aku harus bagaiman?" Batin Tristan binggung harus meralatnya dengan kebohongan karena malu atau memilih diam dan cuek saja seperti tak terjadi apa-apa.

"Ehemmm........" Tristan berdehem untuk menetralkan rasa canggung yang terjadi saat ini karena ulah mulutnya yang tak bisa di rem tadi.

"Oh ya tadi siapa teman mu itu?" Tanya Tristan bukannya dia ingin mengalihkan pembicaraan tetapi Tristan benar-benar di buat penasaran, firasatnya mengatakan ada sesuatu yang membuatnya tak nyaman, entah itu apa Tristan pun tak tahu.

"Itu.... Em bukan siapa-siapa kok cuma orang iseng saja makanya tadi aku sedikit kesal,'' jawab Nindi berbohong karena tak mungkin juga dia berkata jujur saat ini, iya kalau Tristan menanggapinya santai dan tak memikirkannya kalau Tristan marah dan mencari mantan Nindi tadi bisa panjang urusannya saat ini.

"Aku tahu pasti ada yang kamu sembunyikan saat ini, tetapi saat ini aku bisa memakluminya karena aku sadar kalau aku masih belum berhak memaksamu untuk menjawab pertanyaan ku. Mungkin nanti aku sendiri yang akan mencari tahunya sendiri,'' batin Tristan.

"Apa kamu tidak ingin menambahkan sesuatu atau ada permintaan apapun itu sebelum kita menikah?" Tanya Tristan kembali. Dia ingin calon istrinya itu puas dengan semua yang dia berikan nantinya, dia takut istrinya itu kecewa karena ada yang tak sesuai keinginannya, itulah yang menjadi kecemasan Tristan sedari tadi. Ya selama berada di kantor Tristan terus memikirkan apa yang masih kurang untuk dia bawa nanti.

"Tidak, aku tidak ingin meminta apapun lagi mungkin....." Kata Nindi masih menggantung tak di teruskan membuat Tristan di sebrang sana yang mendengarnya sedikit penasaran.

"Mungkin apa?" Sahut Tristan cepat.

"Emmm setelah menikah apakah aku masih bisa mengunjungi orang tuaku atau menginap di sini selama yang ku inginkan? Apakah aku masih bisa bekerja? Apakah kamu akan membiarkan aku bertemu atau sekedar berjalan-jalan dengan teman-teman ku?" Tanya Nindi dengan ragu-ragu mengutarakan semua yang mengganjal dihatinya l saat ini, Nindi takut Tristan membatasi semua kegiatan atau semua yang dia lakukan nantinya setelah mereka resmi menikah.

"Tentu saja apapun yang kamu lakukan aku tidak akan melarang mu asal kamu paham dan mengerti semua batasan mu nantinya. Agar kamu tidak mencoreng nama baik keluarga kita berdua. Setelah menikah kamu pasti tahu prioritas utama mu adalah aku jadi aku tak perlu menjelaskan semuanya," jelas Tristan membuat Nindi tanpa sadar mengangguk mengerti.

"Terimakasih," lirih Nindi saat mendengar jawaban dari pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

"Sudah malam, aku tutup telephon nya. Cepat tidur jangan bergadang," kata Tristan dengan kaku.

Tut.... Panggilan langsung terputus sepihak membuat Nindi binggung sendiri.

"Hah!! Apa dia cuma ingin mengatakan itu saja," kata Nindi heran.

"Kenapa dia cuma bicara sedikit saja, apa dia terpaksa ya menghubungi ku. Mungkin dia di suruh Tante Sinta untuk menanyakan hal itu padaku," Nindi tak berhenti menebak-nebak.

"Mungkin benar kalau dia terpaksa menikah dengan ku, aku harus menyiapkan diri dan hatiku saat menikah nanti. Demi papa aku melakukan semua ini apalagi aku belum pernah bertemu dengan Tristan,"kata Nindi.

"Apakah aku menyinggung dia sampai dia langsung mematikan telephon nya?" Berbagai pertanyaan muncul di otak Nindi saat ini. Dia bertanya kepada dirinya sendiri karena tak ada siapapun di kamarnya saat ini.

.

.

Di sebrang sana Tristan mondar-mandir tak jelas merutuki kebodohannya. "Bisa-bisanya tadi aku langsung menutup telepon ini, harusnya aku mengucapkan kata-kata manis seperti selamat malam mimpi indah atau jangan lupa mimpiin aku. Ah tidak-tidak itu terdengar lebay banget," kata Tristan dengan ekspresi yang berubah-ubah, yang tadinya frustasi dan murung terus berubah tersenyum sendiri membayangkan reaksi Nindi kalau dia mengucapkan selamat malam untuk dia.

"Ayo Tristan jangan jadi pengecut, apa kamu mau Nindi berfikir kamu itu terpaksa menerima perjodohan ini padahal yang menginginkan perjodohan ini adalah kamu sendiri," kata Tristan menyemangati dirinya sendiri.

Kring....

Kring...

Dengan memberanikan diri, Tristan menghubungi Nindi lagi biarlah Nindi mengatakan dirinya apa yang penting dia harus membuat wanita itu tersenyum sebelum dia tidur dengan nyenyak.

Benar saja, Nindi dibuat heran. "Apa dia lupa sesuatu," kata Nindi binggung sebelum akhirnya dia menjawab telepon dari Tristan.

"Halo, ada apa?" Tanya Nindi dengan suara pelan karena lelah dan mengantuk.

"Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam mimpi yang indah," sahut Tristan cepat karena dia sungguh malu.

Tut...... Panggilan terputus sepihak membuat Nindi mengelengkan kepalanya tak mengerti apa maksud Tristan saat namun sudut hatinya menghangat saat Tristan mengucapkan selamat malam.

"Hah?? Dia bilang selamat malam mimpi indah. Apakah ini benar? Aku tidak salah dengar kan?" Tanya Nindi sekali lagi deh binggung bercampur senang.

Nindi tercengang kaget di buatnya, dia sampai menatap ponsel miliknya berkali-kali dengan rasa tak percaya. Bibirnya tak berhenti tersenyum karena dia bahagia meskipun perhatian kecil seperti itu.

"Hoamm....."

"Sebaiknya aku tidur sudah malam," kata Nindi saat melihat jam di dinding menunjukkan pukul 10 malam.

Di menaruh ponselnya di meja kecil tak jauh dari ranjang dan Nindi langsung merebahkan tubuhnya dan memeluk guling nya dengan erat. Berharap mimpi indah menghampiri dirinya sesuai dengan apa yang di ucapkan Tristan tadi melalui telephon.

Sedangkan Tristan tersenyum sendiri setelah mengucapkan selamat malam tadi. Dia tak menyangka bisa mengucapkan kata-kata manis seperti itu untuk seorang perempuan, ya hanya Nindi yang mampir membuatnya berkata demikian. Tristan bulan seorang playboy yang pandai mengucapkan kata-kata manis, dia adalah orang yang dingin tak tersentuh kalau berada di luar rumah. Saat di perusahaan pun dia jarang berkomunikasi dengan perempuan, semua itu dia wakilkan kepala sang asisten, entah dia merasa tak nyaman saat ada perempuan yang menatapnya dengan tatapan yang menurutnya menjijikkan.

Bersambung .....

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

Dihhh kyak orang lg pacaran .. padahal Tristan.. udah dari dulu di taksirrr😂

2024-03-11

2

kaylla salsabella

kaylla salsabella

lanjut thor semangat berkarya thor 🥰🥰
kapan hari nikah nya nindi dan Tristan udah gak sabar Thor

2024-03-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!