6

Akhirnya kesepakatan antara 2 keluarga pun sudah selesai, tanggal pernikahan nanti biarlah pihak dari keluarga Pak Hendra yang mengaturnya karena Pak Andre berfikir keluarga mereka pasti sibuk, jadi mereka juga harus menyesuaikan, berbeda dengan pak Andre yang bisa di bilang dirinya tak terlalu sibuk mengingat usahanya tak sebesar milik keluarga pak Hendra.

"Ya sudah kami pamit pulang," kata pak hendra mewakili keluarganya.

"Terimakasih atas jamuan nya tadi, makanannya begitu enak dan membuat kami begitu puas,'' kata opa dengan jujur.

''Alhamdulillah kalau anda senang,'' jawab pak Andre tersenyum lega padahal Pak Andre begitu takut kalau tidak bisa menyambut mereka degan baik, mengingat keluarga Pak Hendra bukan keluarga sembarangan bahkan Pak Andre pun tak pernah berfikir akan berbesanan dengan keluarga kaya seperti mereka.

Mereka pun berjabat tangan, jeng Sinta pun cipika-cipiki dengan bunda dan nindi begitupun Oma.

"Oh ya Nak Nindi kapan-kapan main kerumah tante ya,'' pinta jeng Sinta yang tak lain adalah mama Tristan ingin lebih dekat dengan calon menantunya itu.

"Iya di usahakan nanti kalau ada waktu Nindi main ke sana,'' jawab Nindi mengiyakan saja, dia sekedar berbasa-basi saja tak ada niatan ke sana. "Buset alamat rumahnya aja tidak tahu, pakai di suruh main ke sana kalau nyasar kan gak lucu, jujur sih aku penasaran bagaimana rupa tuh pria yang akan jadi calon suamiku,'' batin Nindi terbesit rasa penasaran di hatinya saat ini, jujur tak bisa dirinya bayangkan kalau pria itu benar-benar sesuai dengan yang di katakan oleh wulan, dia bergidik ngeri.

Tanpa Nindi sadari semuanya telah pergi.

"Kenapa sayang?'' Tanya Bunda heran melihat tingkah aneh anaknya itu.

"Ah tidak apa-apa kok Bun,'' jawab Nindi dengan cepat tak lupa tersenyum agar mereka tak semakin bertanya apa yang dia pikirkan, bisa malu dirinya kalau harus mengutarakan isi hatinya saat ini.

"Ah ngapain di pikirin tetapi tadi bunda bilang dia tampan, ya semoga saja tampan menurut bunda sama dengan tampan versi ku,'' batin Nindi.

"Ayo sayang kita masuk, sudah larut malam,'' ajak bunda mengandeng tangan sang suami.

Kini Pak Andre sedang duduk bersandar di ruang tamu dengan lega.

"Akhirnya mereka pulang juga, jujur papa sedikit gugup bertemu dengan keluarga konglomerat seperti mereka,'' kata pak Andre saat sang istri ikut duduk di sampingnya saat ini.

"Iya Pa, Bunda juga kaget mereka bisa sebaik dan seramah tadi,'' lirih bunda.

Nindi yang baru masuk rumah pun ikut-ikutan duduk di ruang tamu karena mendengar percakapan kedua orang tuanya saat ini.

"Lho bukannya papa sering bertemu dengan mereka?" Tanya Nindi penasaran.

"Papa cuma bertemu dengan pak Hendra itupun bisa di hitung dengan jari karena kesibukan pak Hendra yang jarang ada waktu," jelas pak Andre kepada anaknya.

"Oh...." Nindi mengangguk mengerti.

"Nindi kira kalian sudah akrab dan sering bertemu dengan keluarga mereka," sahut Nindi.

"Kalau bunda cuma bertemu dengan bapak Hendra, itupun cuma 3x ya kan pa," sahut bunda.

"Iya Bun,"

"Oh ya Pa, kenapa merek memilih keluarga kita untuk menjadi besan mereka. Ah maksud Nindi itu kenapa mereka tidak memilih keluarga yang sama-sam tajir seperti mereka?" Tanya Nindi yang sedari kemarin di buat penasaran, pak Andre dan bunda menoleh bersamaan saat mendengar pertanyaan putrinya, memang mereka juga sempat berfikir sama dengan sang putri.

"Iya Pa, benar juga kata Nindi, Bunda kemarin-kemarin semat ingin bertanya dengan papa tetapi bunda selalu lupa,'' sahut bunda.

"Entahlah bun, papan juga kurang tahu tetapi menurut pandangan Papa keluarga mereka baik dan tak ada motif untuk mencelakai keluarga kita, jadi papa ingin berfikir positif saja mungkin mereka sudah tahu tentang keluarga kita dan berfikir keluarga kita layak menjadi besan mereka,'' jelas pak Andre mengutarakan apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Sayang, apa kamu masih ragu dengan mereka, kalau kamu ragu Papa bisa bicara dengan mereka baik-baik. Jujur papa tak ingin kamu tertekan karena papa tak ingi putri papa satu-satunya tidak bahagia?" Tanya Pak Andre kepada putrinya itu karena tak ingin ada penyesalan nantinya.

"Mana mungkin aku membatalkan semuanya terlebih aku sendiri yang setuju, aku tak mungkin membuat keluarga ku malu apalagi ternyata mereka bukan keluarga sembarangan. kalau aku batalkan pasti mereka mengira aku hanya ingin mempermalukan keluarga mereka,'' batin Nindi penuh pertimbangan, tak mungkin dia membuat kelurganya dalam masalah.

"Tidak pa, Nindi sudah memutuskan jadi mana mungkin Nindi mundur karena pantang bagi Nindi untuk ingkar janji," jelas Nindi dengan mantap.

"Bagus itu baru putri papa, harus tegas dan punya pendirian," kata pak Andre dengan bangga.

"Tentu dong,"

"Terimakasih kamu sudah menerima perjodohan ini, hati papa merasa lega tak terbebani dengan hutang Budi itu lagi," lirih pak Andre sendu mengingat putrinya akan menikah bulan dengan pilihan putrinya tetapi melalui proses seperti ini.

"Iya pa,"

"Ya sudah, kamu ganti baju dan istirahat di kamar," kata bunda membuat suasana yang tadinya penuh haru harus berakhir.

"Nindi ke kamar duluan Pa, Bun," pamit Nindi.

Nindi pun berdiri dan berjalan menuju kamarnya sedangkan bunda pun mengajak pak Andre ke dalam kamar untuk beristirahat.

.

.

Di dalam kamar Nindi....

"Ah...." Nindi merebahkan tubuhnya di atas kasur, dia masih begitu malas untuk sekedar berganti baju.

Kring

Kring

Kring

Bunyi ponsel Nindi berbunyi....

Dengan malas dia mengambil ponsel yang tak jauh dari sana.

"Tumben nih anak jam segini telepon," guman Nindi saat melihat siapa yang menghubungi dirinya.

Mereka melakukan video call...

"Halo....."

"Ahhh halo besti bagaimana? Bagaimana tadi? Apa lancar?" Muncul wajah Wulan dengan rentetan pertanyaan yang membuat Nindi pusing.

"Iya apa dia tampan," kini giliran muncul wajah Vera.

"Ayo cepetan cerita, kami sudah tak sabar," kini muncul wajah Vera.

Nindi memijit pelipisnya merasa pusing dadakan karena ulah ketiga sahabatnya.

"Ayo cepat jawab," pinta Rita dengan tak sabar.

"Ya begitulah acaranya lancar, tinggal menunggu tanggal pernikahan dari pihak mereka," jelas Nindi membuat mereka semakin histeris.

"O M G......." Seru mereka bertiga berbarengan.

"Hei bisa budeg telingaku dengan suara kalian," sungut Nindi kesal. Bagaimana tidak suara mereka begitu nyaring.

"He he he he, maaf,"

"Oh ya bagaimana wajahnya, apa dia tampan seperti opa-opa begitu?'' Tanya Rita penasaran.

"Tadi aku belum sempat lihat muka tuh orang, eh keburu pergi," jelas Nindi.

"Kenapa? Maksudnya kalian belum sempat bertemu," tanya Wulan.

"Hmm... Dia pamit pergi ada urusan penting saat aku masih di kamar," jawab Nindi.

"Oh...." Ketiga teman Nindi mengangguk bersamaan.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

jamanku dulu blm ada hp adanya pejer...😂

2024-04-23

0

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

🍭ͪ ͩ𝕬𝖗𝖘𝕯✹⃝⃝⃝s̊S⒋ⷨ͢⚤Ꮶ͢ᮉ᳟

Hedehhhh aku jadi kgen vc Ama sahabat ku..🤧

2024-02-29

1

kaylla salsabella

kaylla salsabella

lanjut thor semangat berkarya thor 🥰🥰🥰

2024-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!