Peribahasa 18 Tak Ada Kusut yang Tak Selesai

Tak ada kusut yang tak selesai, artinya Tidak ada perselisihan yang tidak dapat diselesaikan (didamaikan).

“Syarat?” ucap Andreas dengan mengerutkan dahi.

“Kamu ingin aku maafkan, kan?” tanya Enggy ingin memastikan lagi dan langsung disanggupi dengan anggukan tegas dari Andreas. “Syaratnya nggak susah kok. Aku akan memaafkanmu asal kamu bisa membuat tim debate kita menang di perlombaan nanti.”

Andreas mengerutkan lagi dahinya. Berpikir. “Gimana caranya?”

Bahu Enggy sedikit mengedik ke atas. “Terserah. Yang penting bukan cara curang.”

“Kalau seandainya tim kita nggak menang?”

“Aku yakin tim kita pasti bisa menang kalo persiapan kita matang. Makanya kamu harus memikirkan persiapan yang gimana lagi yang harus kita lakukan selain pelatihan dengan Bu Lani dan Bu Endah,” Enggy mengucapkan dengan optimis. “Gimana? Kamu bersedia menyanggupi syaratku ini, kan?”

“Baiklah, aku akan berusaha,” balas Andreas.

Bertepatan dengan perkataan Andreas tersebut, Riezka masuk ke dalam kelas. Alisnya refleks mengernyit. “Kok kamu di sini Ndre?” tanyanya.

Andreas mengumbar senyum. Dia begitu gembira karena Riezka mau menyapanya lagi. Padahal pagi tadi gadis itu masih mengabaikannya, bahkan menganggapnya tak kasatmata.

“Aku yang menyuruhnya ke sini, Riez.” Melihat gelagat Andreas yang terhipnotis dengan euforianya sendiri, Enggy mencoba menjawab. “Kamu jadi ikut ke Hero’s Ice Cream, kan Ndre?” ucapnya meminta persetujuan.

Andreas kontan mengangguk, meskipun baru mendengarnya beberapa detik lalu.

“Mau pergi sekarang atau gimana?” tanya Riezka sambil menghampiri Enggy.

“Sekarang saja yuk!” jawab Enggy dengan menggantungkan tali tas selempangnya ke pundak.

“Yuk!” dukung Riezka yang ikut menggantung tasnya.

Andreas mengikuti kedua gadis itu dari belakang. Sekali-kali dia menyahut pembicaraan mereka. Ketika hampir sampai ke pos satpam, dia berbelok ke kanan menuju parkiran. Sementara Enggy dan Riezka menuju pintu gerbang. Kedua perempuan itu tampak berbincang-bincang asyik. Membahas berbagai hal terutama menu es krim yang akan mereka nikmati nanti.

“Hai Nggy, Riez! Mau pulang?” sapa Rantung dari atas sepeda motornya yang terparkir di depan gerobak batagor.

“Iya, Ntung. Tapi kami mau mampir dulu ke Hero’s Ice Cream,” jawab Enggy bersemangat. Dia sudah tak sabar. Dari foto instagram yang dilihatnya, ada menu baru di sana yang patut dicoba.

“Bareng siapa? Berdua aja?”

“Andreas juga ikut. Tapi lagi ngambil motor.” Kini Riezka yang menjawab.

“Kamu mau ikutan, nggak Ntung?” imbuh Enggy.

Baru saja Rantung hendak menjawab, suara klason mengalihkan perhatian mereka. Ketiga remaja tersebut spontan menoleh ke sumber suara. Mendapati Andreas yang sudah nangkring di belakang Enggy dan Riezka dengan sepeda motor bebeknya.

“Jadi pergi nggak?” tanya Andreas.

“Jadi kok,” sahut Enggy. “Kamu mau ikutan, nggak Ntung?” ulang Enggy lagi.

Rantung mengangguk kecil sebelum menjawab, “Boleh deh.”

“Ya udah, yuk kita pergi sekarang!” seru Enggy antusias sebelum menoleh ke Riezka. “Kamu mau goncengan sama siapa?”

“Aku sama Andreas aja, Nggy.”

“Oke deh,” tutur Enggy segera mendekat ke posisi Rantung.

Hampir setengah perjalanan Enggy, Rantung, Riezka, dan Andreas lalui. Namun terlihat jelas perbedaan suasana dari dua pasang remaja tersebut. Motor Rantung dan Enggy yang memimpin di depan tampak heboh dengan percakapan mereka, bertentangan dengan Andreas dan Riezka yang memilih mengatup mulut. Mereka terlihat sibuk dengan pemikiran masing-masing.

“Riez,” panggil Andreas yang sepertinya sudah jenuh dengan kesunyian ini.

“Ya,” balas Riezka singkat.

“Kamu masih marah?”

Riezka tak melontarkan apa-apa. Memilih diam saja. Sedangkan Andreas memilih untuk menyalakan lampu sein. Berbelok ke sebuah ruko bekas bengkel yang tidak dipakai lagi. Mereka butuh bicara sekarang. Tidak perlu ditunda-tunda lagi.

“Aku tahu kalo perbuatanku salah. Tapi aku nggak ingin hubungan kita seperti ini terus. Aku nggak mau kita selalu diam-diaman,” ungkap Andreas setelah mematikan sepeda motornya.

Riezka masih memilih bungkam.

“Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku?”

“Biarkan seperti ini saja dulu.”

“Tapi aku nggak—“

“Kamu tahu kan kalo aku nggak pernah marah lebih dari tiga hari. Jadi biarkan hari ini aku memuaskan rasa jengkelku dulu.”

Andreas terpaku sejenak sebelum napas panjang keluar dari mulutnya. “Baiklah.”

“Mungkin Enggy dan Rantung udah nunggu. Sebaiknya kita pergi sekarang.”

Andreas kembali menyalakan sepeda motornya. Namun segera dimatikan lagi. Ditolehkan kepalanya ke belakang, hingga kedua manik mereka saling bertemu.

“Riez!” panggil Andreas.

“Kenapa?”

“Tentang pengakuanku kemarin...,” Andreas semakin lekat menatap raut dan kedua mata Riezka. “Aku benar-benar serius. Aku akan menunggu sampai kamu bisa melupakan Rantung atau sampai hatimu siap menerima orang lain.

Riezka termenung sejenak sebelum tiba-tiba tersenyum. “Terima kasih. Tapi aku berharap kamu bisa menemukan seseorang yang lebih baik dariku.”

“Nggy!” panggil Rantung saat Enggy baru turun dari sepeda motornya.

“Kenapa Ntung?”

“Begini...,” Rantung terdiam sejenak. Tampak ragu-ragu. “Aku bukan bermaksud ingin menjelek-jelekkan Andreas. Hanya saja...,” Rantung kembali mengatup mulutnya. Raut kebimbangan kian muncul. Takut Enggy tak akan percaya. Tapi dia tak bisa hanya menutupinya saja padahal Enggy sedang mencari-cari. “Menurutku si Mr. Reka adalah Andreas.”

“Aku tahu kok.” Sebenarnya Enggy ingin mengatakan seperti itu. Namun diurungkan. Dia berbicara dalam hati saja. Masih ingin mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Rantung.

“Dua hari yang lalu, aku iseng-iseng nelepon nomor yang dikasih Jordan. Ternyata tersambung dan saat itupula terdengar nada dering. Kepalaku langsung celingak-celinguk dan mendapati Andreas yang sedang memegang HP.” Rantung mulai bercerita dengan menerawang kejadian di kantin.

Enggy masih belum menanggapi.

“Aku mencoba menelepon lagi sambil melihat Andreas dan saat itu juga HP-nya berbunyi,” tambah Rantung dengan mengingat-ingat posisi Andreas yang duduk membelakanginya dan hanya terhalang satu meja kantin, apalagi Andreas duduk di pinggir sehingga dia bisa melihat jelas saat Andreas mengambil ponselnya.

Enggy masih menjadi pendengar yang baik.

Rantung yang melihat gelagat Enggy yang tak merespon mulai gelisah. Takut gadis itu berpikir yang tidak-tidak tentangnya. “Sungguh Nggy, aku nggak punya maksud apa-apa. Aku hanya ingin kamu tahu dan mencoba menyelidikinya.”

“Aku sudah tahu kok kalau Andreas pelakunya,” akhirnya kata itu terucap juga dari mulut Enggy dan seketika Rantung menaikkan sebelah alisnya. “Aku sudah tahu kalau yang mengirim foto bugil itu adalah Andreas,” ucap Enggy lagi, memperjelas.

“Kok bisa?”

“Karena Andreas sendirilah yang bilang.”

“Kapan?”

“Malam tadi.”

“Tapi apa motifnya? Dan apakah kita perlu melaporkan ke Bu Rasih?”

Kepala Enggy refleks menggeleng. “Nggak perlu. Masalah foto itu sudah selesai dan Andreas juga sudah meminta maaf.”

“Tapi seharusnya—”

“Yang jelas dia punya alasan tersendiri dan aku memahaminya.”

“Aku—”

“Sebaiknya kita lupakan saja kejadian ini. Semua sudah berlalu.”

Rantung mengembuskan napasnya terpaksa. “Baiklah.”

“Mau mampir dulu, Ntung?”

Kepala Rantung menggeleng. “Aku mau langsung pulang aja, Nggy. Udah sore nih. Sampaikan saja salamku untuk Ayahmu dan Bang Angga.”

“Oh ya Ntung,” ucap Enggy sebelum Rantung menyalakan sepeda motornya. “Aku berharap kita bisa terus seperti ini, berteman dan bersahabat. Seandainya diantara kita punya jodoh di masa depan, semoga hubungan ini tetap berlanjut sampai kakek-nenek, karena ada yang bilang padaku, cari sahabat itu susah,” lanjutnya sambil tersenyum.

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA TERUS UNTUK SETIAP BAB-NYA. BACA JUGA KARYAKU YANG LAINNYA. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!