Peribahasa 17 Selama Hujan akan Panas Juga

Selama hujan akan panas Juga, artinya Sehabis kesusahan, akhirnya akan datang jugs waktu yang baik.

Bagi siswa-siswi SMA Plus Pekanbaru, hari sabtu bisa dikatakan juga sebagai hari libur. Meskipun harus pergi sekolah, mereka tak perlu mengadakan proses ajar mengajar seintensif hari-hari biasa. Proses tersebut digantikan dengan ekstrakulikuler ataupun persiapan-persiapan perlombaan. Mereka di sekolah pun tak sampai jam 4 sore, hanya sampai siang hari. Dan tepat jam 12, bel tanda pulang berbunyi. Siswa-siswi yang menempati ruang-ruang ekskul langsung berhambur, meskipun ada beberapa yang masih menikmati kegiatan mereka, seperti anak-anak basket yang asyik menggiring bola.

“Mau ke mana, Nggy? Kok buru-buru?”

Enggy yang sedang memasukkan catatan dari penjelasan Bu Lani lantas menoleh. “Mau ke kelas bentar Ntung.”

”Kamu pulang dengan—”

“Aku duluan Ntung,” pamit Enggy tanpa berminat mendengarkan kalimat Rantung.

Enggy segera meninggalkan ruang multimedia tersebut dan langsung menuju kelas. Seperti perkiraannya, sudah ada sosok berkacamata yang duduk di bangku baris nomor tiga dari pintu. Sementara Riezka yang mengetahui keberadaan Enggy—awalnya berkonsentrasi dengan layar ponselnya—spontan mendongak. Bibirnya kontan mengembang lebar.

“Udah lama Riez?” tanya Enggy sambil mendekat.

“Belum kok. Baru aja.”

“Ekskul tarinya gimana? Aku dengar mau ada perlombaan di SMA 8 ya?”

Riezka mengangguk. “Iya. Tapi mungkin aku nggak akan terpilih.”

“Kenapa? Menurutku kamu penari yang hebat.”

“Masih banyak yang lebih hebat dan pantas. Contohnya Adela,” Riezka menyahut lesu.

“Jangan pesimis! Aku yakin Bu Laras akan memilihmu,” Enggy menyemangati.

Sunyi. Hening tiba-tiba hadir. Sepertinya Enggy dan Riezka mulai menyadari. Basa-basi ini sudah cukup. Saatnya mereka membuka topik yang memang harus sejak tadi dibuka.

“Nggy!”

“Riez!”

Enggy dan Riezka saling lirik sejenak sebelum tertawa. Mendadak merasa lucu karena memanggil nama masing-masing secara serempak.

“Riez, aku minta maaf atas sikapku kemarin. Seharusnya aku nggak boleh bersikap seperti itu.” Enggy yang pertama kali mengutarakan maksudnya.

“Kamu nggak perlu minta maaf, Nggy. Kamu nggak salah kok. Tapi aku bersumpah, bukan aku yang ngedit foto itu. Andreas yang—”

“Aku tahu kok. Andreas sudah mengatakannya,” sela Enggy sambil mengingat-ingat kembali potong pembicaraan mereka malam tadi. “Aku juga udah memaafkannya. Lagian foto itu bukan jadi masalah sekarang. Semua orang udah tahu kalo itu hanya editan.”

“Tapi Andreas nggak seharusnya—“

“Riez, semua sudah berlalu. Aku juga sudah nggak mempermasalahkannya.” Lagi-lagi Enggy memotong ucapan Riezka. Dia tak mau lagi membahas tentang asal muasal foto yang menjadi penyebab perkara diantara mereka.

Sekarang hening lagi. Enggy dan Riezka kembali bungkam. Tapi mata mereka saling melirik. Masih ada yang ingin mereka bicara. Hanya saja bingung mau mulai darimana.

“Nggy,” panggil Riezka yang kali ini berinisiatif membuka pembicaraan.

“Ya?”

“Tadi malam, setelah Andreas mengakui semuanya, dia nembak aku. Katanya dia udah lama menyukaiku, mungkin sejak kami SD.”

Enggy memutuskan untuk menjadi pendengar dulu.

“Entahlah. Aku dan dia sudah berteman baik sejak TK. Aku nggak pernah sedikitpun punya perasaan lebih padanya.”

“Jadi kamu menolaknya?” tanya Enggy memastikan.

“Aku nggak ingin pacaran dulu. Aku ingin fokus dengan sekolahku,” jawab Riezka yang terdengar taksa.

“Tapi kalian masih bersahabat, kan?”

“Aku memang marah dengannya, tapi aku tetap menganggap Andreas sebagai sahabatku. Cari sahabat itu susah!” Riezka sedikit terkekeh diakhir kalimatnya.

Kepala Enggy mengangguk. Menyetujui pendapat Riezka. Memang setiap orang yang diajak bicara pertama kali bisa menjadi teman. Makanya ada kata pepatah, carilah teman sebanyak-banyaknya, karena mencari teman itu sangat mudah. Sama halnya dengan mencari musuh. Namun berbeda dengan mencari sahabat. Butuh bertahun-tahun. Karena tidak semua teman itu bisa menjadi sahabat.

Sekarang kedua manik mata Enggy memperhatikan Riezka dengan cermat. Meneliti apakah saat ini waktu yang tepat untuk menanyakannya. Sebab kalau disimpan semakin lama, justru dia yang akan gundah sendiri. Bukankah lebih baik mereka saling jujur. Supaya tak menjadi masalah di masa mendatang.

“Riez!” seru Enggy ragu-ragu.

“Kenapa?”

“Kamu....” Enggy menjedakan ucapannya. Sekali lagi dia menilik raut wajah Enggy sebelum melanjutkannya, “Kamu suka dengan Rantung?”

Hanya sesaat mata Riezka membulat dan tubuhnya menegang. Setelahnya dia mengambil napas panjang dan mengembuskan. Sudah tak sepatutnya lagi dia menyembunyikan perasaan diam-diam ini. “Aku memang menyukainya. Mungkin sejak pertama kali kamu mengenalkannya padaku.”

“Kenapa kamu nggak pernah bilang?”

“Karena aku nggak ingin merusak persahabatan kita,” jawab Riezka mantap.

Enggy tertegun. Kemudian sedikit mencebikkan bibir. Sececah tak suka dengan lontaran Riezka. Dia memang sering mendengar kalau banyak persahabatan yang rusak, entah karena cowok atau cewek yang disukai. Namun Enggy tak seegoisan yang orang-orang pikir. Kalau memang Riezka dan Rantung saling menyukai, dia akan mundur secara teratur. Sama seperti kejadian dengan Vio.

“Kalo Rantung menyukaimu dan mengajak pacaran, kamu mau?”

“Nggak.”

Enggy mengerutkan kening. “Kenapa?”

“Karena belum saatnya.”

“Maksudmu?”

Riezka sedikit menerawang. Mungkin kalau dia menceritakan kejadian ini, Enggy akan semakin mengerti kenapa dia menjawab seperti itu. “Setahun yang lalu, saat ultah Rantung, aku berniat memberinya sebuah surat. Isinya tentang perasaanku. Surat itu aku selipkan di kado ultahnya.”

Ah, Enggy ingat. Mungkin surat itu yang Andreas maksud.

“Tapi nggak jadi aku berikan. Karena setelah dipikir-pikir, mungkin banyak dampak yang akan terjadi. Dan seperti perkataaku tadi, aku mau sekolah dengan benar dulu. Kalau kami memang berjodoh, kami pasti bisa bersama, seperti kisah orang tuaku,” sambung Riezka dengan sedikit melukis senyum. Tidak terlihat mimik penyesalan di sana.

Enggy bingung harus berekasi seperti apa. Sebenarnya dia sedikit membenarkan tentang kata dampak itu. Seandainya Riezka memang jadi memberikannya dan dia tahu, mungkin hubungan mereka tak akan sesantai sekarang. Meskipun Enggy merelakan Rantung, bukan berarti rasa canggung itu tak ada. Perasaan perempuan itu memang sensitif dan penuh kompleksitas.

Dan tentang kisah orang tua Riezka?

Gadis berkacamata itu memang sering menceritakan kisah percintaan orang tuanya. Om Rio dan Tante Raisya—begitu Enggy memanggilnya—menikah bukan karena mereka sudah berpacaran bertahun-tahun. Mereka bahkan tidak pernah pacaran. Mereka dulunya hanya teman SMA yang tak pernah saling menyapa dan sekedar tahu saja.

Bertahun-tahun kemudian, Om Rio dan Tante Raisya bertemu kembali di tempat kerja. Karena merasa saling nyaman sejak perbincangan pertama mereka, Om Rio dan Tante Raisya memutuskan untuk menikah enam bulan kemudian. Hingga sekarang, sudah hampir delapan belas tahun usia pernikahan mereka, Om Rio dan Tante Raisya tetap harmonis. Bahkan tak malu-malu menunjukkan keromantisan mereka di depan publik. Dan dari cerita tersebut, Enggy menyadari kalau nggak jodoh, pacaran bertahun-tahun bukanlah apa-apa. Jodoh manusia memang sudah ditentukan sang Kuasa.

“Aku ingin terus bersahabat denganmu. Kamu mau kan terus jadi sahabatku?” tutur Riezka dengan tatapan serius.

Enggy lantas merentangkan tangannya, kemudian merangkul tubuh Riezka. “Tanpa kamu minta pun, aku pasti mau jadi sahabatmu.”

“Terima kasih.” Riezka ikut merangkul tubuh Enggy.

“Oh ya, gimana kalo pulang dari sini kita ke Hero’s Ice Cream?” usul Enggy seraya sedikit memundurkan tubuhnya ke belakang hingga rangkulan tersebut sedikit terlepas.

“Yuk! Yuk! Panas-panas gini pasti enak.”

“Mau pergi sekarang atau gimana?”

“Sekarang aja yuk. Tapi aku mau ke WC dulu. Sebenarnya dari tadi aku nahan pipis.” Riezka sedikit cengengesan. “Kamu ikut nggak?”

Enggy ingin ikut. Namun harus diurungkan saat melihat rambut agak kecoklatan yang sedikit mengintip di balik jendela. Entah sejak kapan cowok itu berdiri di sana. Mungkin ada hal penting lain yang harus dibicarakan.

“Nggak Riez. Aku nunggu di sini aja.”

“Oke. Aku titip tas ya,” kata Riezka sebelum berdiri.

Riezka sepertinya benar-benar tak mengetahui keberadaan sosok laki-laki tersebut. Dia pergi berlawanan arah hingga tak menyadari ada sepasang mata yang sedang menatap punggungnya.

Setelah memastikan Riezka masuk ke kamar mandi yang terpisah empat ruangan dari XI IPA 2, Andreas segera menggerakkan kakinya menuju kelas. Enggy ternyata sudah menunggu.

“Hai,” sapa Andreas basa-basi.

“Hai,” balas Enggy dengan mengangkat sebelah tangannya.

“Ehm... Aku sudah mendengarkan semuanya. Seperti janjiku semalam, hari senin nanti aku akan mengaku semuanya ke Bu Rasih dan teman-teman.”

“Kamu nggak perlu melakukannya?”

“Hah?!” Andreas sedikit melongo. Apakah dia salah dengar?

“Kamu nggak perlu ngaku ke Bu Rasih ataupun teman-teman.”

“Aku—“

“Cukup jadi rahasia kita dan Riezka aja.”

“Tapi aku tetap harus menebus kesalahanku,” Andreas mencoba menolak saran Enggy. Bagaimanapun dia seorang laki-laki dan seorang laki-laki harus menepati janji. Itulah yang diajarkan ayahnya.

“Kamu memang harus menebusnya karena aku belum sepenuhnya memaafkanmu.”

“Jadi?”

“Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat.”

BACA JUGA KARYAKU BERJUDUL SEPERTI BEKAS PAKU YA.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!