Air susu dibalas dengan air tuba, artinya suatu tindakan kebaikan dibalas dengan tindakan kejahatan.
“Berangkat dengan siapa nanti, Dek? Dengan anak Pak Jordi, ya?”
Enggy langsung mendelikkan matanya. “Apaan sih, Bang?!”
“Anak Pak Jordi? Maksudmu Rantung, Bang?” tanya Robby, satu-satunya sosok paruh baya berkacamata di ruangan itu seraya menurunkan koran yang sudah selesai dibacanya.
“Iya, Yah,” angguk Angga antusias sambil cengar-cengir.
“Kalau dengan dia, Ayah setuju Dek,” timpal Robby yang ikut cengar-cengir.
“Apaan sih, Yah! Aku—”
Kalimat Enggy kontan terpotong tatkala suara klakson bergema, mengalihkan perhatian gadis itu, juga kedua laki-laki dewasa yang sekarang memasang seringai mengoda. Bahkan Angga tampak juga menaik turunkan kedua alisnya.
Enggy sekali lagi meneguk susu coklatnya sebelum bangkit dari kursi, menggantung tas selempangnya dan terakhir mengambil tangan kanan sang ayah, menyalami untuk berpamitan dan menepuk pundak Angga dengan kuat. Dari mana sih laki-laki berambut ikal ini tahu? Ah, pasti dia membuka ponselku lagi tanpa izin lagi. Dasar Kepo!
Saat tubuhnya sudah berada di depan teras, senyum di bibir Enggy kian merekah ketika kedua maniknya menangkap laki-laki berseragam putih abu-abu dengan sepeda motor sport berwarna hijau yang sedang dinaikinya. Enggy segera berlari-lari kecil, ingin cepat menghampiri sosok bernama lengkap Rantung Salinas itu.
“Sudah lama?”
Rantung menggeleng, “Belum kok.”
“Berangkat sekarang?”
“Ayahmu ada?” Tidak mendapat respon apa-apa, justru muncul kernyitan-kernyitan kecil di dahi Enggy, Rantung cepat-cepat menambahi, “Aku ingin berpamitan.”
Enggy menoleh ke belakang, memandang ke arah jendela rumah yang gordennya tampak sedikit bergoyang-goyang. Benar seperti tebakannya. Ayah dan Abangnya pasti sedang mengintip. Dasar kepo akut!
Tatapan Enggy beralih ke jam tangannya. Jam tujuh kurang sepuluh menit. Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi.
“Besok aja, Ntung. Takut telat nanti.”
“Oke deh,” ucap Rantung sambil menyerahkan helm yang khusus dibawanya hari ini, demi menjemput Enggy yang telah berubah status menjadi kekasihnya sejak sehari yang lalu.
“PJ! PJ! PJ!” seru Riezka heboh dan Enggy baru saja meletakkan tas selempang Jansport hitamnya di atas meja.
“Pagi-pagi jangan mulai deh!” celetuk Enggy meskipun raut sumringah terus terpancar.
“Pokoknya aku minta Pajak Jadian. Titik!”
“Oke. Oke. Nanti aku traktir bakso Pak Tarmin.”
“Sip. Sip. Aku mau dua mangkuk,” ujar Riezka dengan sedikit tertawa yang dibuat-buat dan menunjukkan dua jarinya. “Tapi aku nggak nyangka kalau akhirnya kalian jadian juga, setelah cukup lama hanya berstatus TSK, alias Teman Satu Kompleks,” imbuhnya dengan sedikit menerawang ke kejadian beberapa tahun yang silam, saat pertama kali Enggy memperkenalkannya kepada Rantung.
“Aku juga nggak nyangka, Riez. Malam itu tiba-tiba aja dia ngajak makan di luar. Aku kira setelah makan, kami akan langsung pulang seperti biasanya. Tapi dia ngajak singgah dulu ke taman kompleks dan akhirnya gitu deh, dia nembak aku. Cintaku ternyata nggak bertepuk sebelah tangan,” Enggy mengulang lagi kisah cerita malam itu padahal dia sudah menceritakannya.
“Tapi....” Riezka sebenarnya tak ingin membahas ini. Hanya saja dia penasaran. “Tapi apakah berita itu benar Nggy, kalo Rantung adalah mantan Vio?” tanya Riezka sambil memandang ke arah jendela kelas yang menampakkan lalu-lalang beberapa siswa-siswi SMA Plus Pekanbaru.
Bertepatan saat Enggy ikut memalingkan kepala, saat itupula matanya menangkap sosok gadis yang namanya baru saja disebutkan tadi. Vio dikenal sebagai primadona SPP—singkatan dari SMA Plus Pekanbaru—yang memiliki wajah cantik dengan bulu mata lentiknya. Tak hanya terkenal dengan parasnya, dia juga dikenal sebagai gadis yang pintar. Dia pernah memenangkan beberapa perlombaan yang diadakan di Universitas-universitas di Riau.
Dan benar kata pepatah, tak ada manusia yang sempurna. Ada beberapa gosip tak enak yang beredar. Postur luar Vio tidak seindah kelakuannya. Sering terdengar kabar kalau dia suka bertengkar dan melakukan bullying. Tak hanya itu, beredar pula kalau dia suka mengerjai cewek-cewek yang kedapatan menyukai Rantung. Laki-laki yang memiliki tubuh jangkung itu memang merupakan salah satu cowok yang banyak disukai cewek-cewek SPP.
“Menurutmu gimana, Nggy?”
“Hah? Apa?” tanya Enggy yang tiba-tiba gagal fokus.
“Menurutmu apakah Rantung dan Vio memang pernah pacaran?”
Enggy sedikit mengedikkan bahu. “Entahlah, aku nggak tahu. Dia nggak cerita.”
“Kalau perkiraanmu?” Riezka kembali bertanya, masih belum puas.
“Mungkin saja.”
“Apakah sekarang kamu takut?”
“Takut?” ucap Enggy dengan mengkedutkan kening. “Takut apa?”
“Apakah kamu nggak takut kalau Vio dan gengnya akan membulimu?”
Kini mata Riezka mengarah ke arah dua bangku yang ada di depan mereka, bangku sebelah kiri dekat dinding yang sudah kosong hampir tiga bulan ini. Yang kata orang-orang, merupakan salah satu korban dari tindakan kasar Vio dan teman-temannya, hingga akhirnya gadis bertubuh mungil itu memutuskan untuk pindah sekolah. Riezka memang tidak pernah menyaksikan aksi bullying itu secara langsung, namun dia cukup mempercayai, apalagi saat melihat bagaimana sikap Vio yang sok berkuasa di sekolah.
“Seperti yang terjadi dengan Yulia,” sambungnya, mimik raut Riezka mendadak sendu.
“Nggak ada yang perlu ditakutkan. Sesama siswa memiliki hak dan kewajiban yang sama di sekolah, baik itu kakak kelas ataupun adik kelas. Dan sudahlah, jangan membahas ini lagi,” jawab Enggy tak acuh.
“Aku hanya—”
“Temanmu yang dari Australia itu jadi pindah ke sini?” tanya Enggy ketika tiba-tiba teringat dengan ucapan Riezka kemarin, mencoba mengalihkan topik yang menyangkut gadis berambut lurus sepinggang itu.
“Jadi kok. Tadi pagi dia udah masuk ke sini kok. Kelas XI IPS 3,” balas Riezka dengan sedikit memperbaiki posisi duduknya, diikuti Enggy yang juga ikut memperbaiki posisi duduknya.
Mereka mulai membuka tas masing-masing, mengambil sebuah buku paket beserta buku dan alat tulis. Bu Rina yang mengampu sebagai guru Fisika kelas XI baru saja memasukki kelas, dan sudah saatnya Enggy dan Riezka menjalani tugas sebagai seorang siswa.
“Terima kasih, Pak,” ucap Enggy saat Pak Tarmin memindah dua mangkuk bakso pesanannya dari baki ke atas meja.
“Sama-sama, Neng,” sahut Pak Tarmin sebelum membalikkan badan, hendak beranjak ke gerobaknya dan kembali membuatkan pesanan yang lain.
Dimasukkan beberapa tetes kecap dan saos ke dalam mangkuk. Mengaduk-aduk sebentar sebelum mencicipinya sambil melihat ke arah utara kantin, menampakkan sosok Riezka yang sedang berbincang-bincang dengan laki-laki berwajah blasteran. Yang menurut perkiraan Enggy, cowok itu pastilah teman Riezka yang dari Austarlia itu.
Mata Enggy kini beralih menggelilingi ke seluruh pelosok kantin, mencari-cari sosok jangkung yang kemarin telah resmi berstatus sebagai pacarnya. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Rantung.
Sekarang mata Enggy kembali memandang ke arah utara kantin, menampakkan Riezka dan sosok diketahui bernama Andreas itu yang sedang berjalan menuju mejanya.
“Ini yang nama Enggy, Riez?” tanya Andreas ketika dia dan Riezka telah berdiri di depan Enggy.
Riezka hanya mengangguk singkat, segera duduk dan menggeserkan mangkuk bakso ke hadapannya.
Andreas mengulurkan tangannya. “Aku Andreas, teman masa kecilnya Riezka dan baru pindah ke SPP hari ini.”
“Enggy.” Enggy menyambut uluran itu.
“Aku ikut duduk di sini, ya?” izin Andreas dengan memamerkan senyum lebar.
Riezka tiba-tiba mendelik tajam.“Jangan tebar pesona! Enggy nggak akan mempan.”
“Aku kan hanya usaha,” tukas Andreas tanpa malu-malu menatap Enggy dengan mata berbinar, menunjukkan ketertarikan pada gadis berambut sebahu di depannya.
“Cih, dasar playboy!” decih Riezka tak suka, sementara Enggy hanya diam saja, tidak menunjukkan reaksi apa-apa atas lontaran itu. “By the way, Rantung ke mana? Nggak makan di sini?” Riezka sedikit celingak-celinguk.
“Mungkin makan di kedai Bukde Ririn.”
“Siapa Rantung?” tanya Andreas mendadak penasaran.
“KEPO!” celetuk Riezka sebelum memasukkan satu buah bakso ke dalam mulutnya.
“Jadi siapa Rantung?” tanya Andreas lagi, masih ingin tahu.
“Pacar Enggy,” jawab Riezka.
Tiba-tiba Andreas memegang dada kirinya, sedikit ***-remas seragamnya.
“Aduh, Adek patah hati Bang!” tukasnya dengan memasang mimik sedih, dia menjadi teringat dengan guyonan yang sering didengarnya sejak menginjak kaki di Indonesia, dan sekarang dia mendadak ingin mempraktekkannya.
“Nggak lucu! Dan jangan lebay deh! Dasar upil!” sewot Riezka.
“Dasar cebol!” balas Andreas tak terima.
Enggy yang sejak tadi hanya menjadi pendengar, mau tak mau sedikit tertawa. Interaksi di depannya benar-benar sangat menarik. Riezka dan Andreas terlihat sangat akrab. Seperti kakak dan adik. Seperti dirinya dan Angga. Namun selang beberapa detik kemudian, tawa kecil itu tiba-tiba menghilang dan berganti dengan raut terkejut.
Enggy merasakan kepalanya basah, sebagian mengalir mengenai wajah. Didengarnya pula suara cekikikan merendah. Saat Enggy memaling muka ke belakang, matanya menangkap sosok tubuh semampai, yang sedang memegang sebuah gelas kaca dengan kedua temannya yang menatap dengan raut menghina.
“Ups, sorry! Nggak sengaja.” Vio mengucapkannya dengan nada yang dibuat-buat diikuti seringai mengejek.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Riezka dan Andreas serempak.
Riezka dan Andreas saling berpandangan sebentar sebelum berdiri dari tempat duduknya masing-masing. Mereka segera menghampiri Enggy. Riezka mengelap-ngelap cairan oranye itu, membersihkan wajah dan rambut Enggy dengan tisu yang diambilnya di atas meja.
Sedangkan Andreas hanya melihat saja dengan tatapan khawatir. Dan sekonyongg-konyong Enggy bangkit, berjalan ke arah meja di sebelahnya, mengambil gelas kaca dengan cairan berwarna sama yang tidak tahu siapa pemiliknya. Dia berjalan tergesa-gesa menuju Vio dan kedua temannya yang sedang bercakap-cakap sambil terkekeh kecil.
BYURRR! Enggy menumpahkan cairan itu tepat di kepala Vio.
“SIALAN!” teriak Vio menggelegar murka.
“Air susu dibalas dengan air susu dan air jeruk dibalas dengan air jeruk,” lantang Enggy dengan tatapan tajam.
Baru saja kakinya melangkah mendekati Riezka dan Andreas yang sudah memasang wajah khawatir akut, Enggy merasa helai-helai rambut sebahunya ditarik ke belakang hingga membuat kepalanya mendonggak ke atas, menatap langit-langit kantin yang dihinggapi beberapa sarang laba-laba. Dan sekarang kulit kepalanya mulai terasa sakit.
STOP PEMBULLYINGAN DI SEKOLAH!!!
MOHON LIKE, COMMENT, DAN FAVORITE-NYA!!!
APAKAH DI SEKOLAH TEMAN-TEMAN MASIH DIBERIKAN MATERI PERIBAHASA? SILAKAN DIJAWAB YA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments