Indah kabar dari rupa, artinya Berita yang tersebar biasanya lebih hebat daripada kenyataan yang sebenarnya.
“Ya. Siapa?”
Enggy menghela napas panjang. Akhirnya. Tapi mengapa Jordan seperti tak mengenalnya. Bukankah saat mendapat telepon via WhatsApp akan ditampilkan foto profil? Ah, Enggy teringat sesuatu. Wajar Jordan seperti tak memgenalnya. Foto profilnya bukan foto wajahnya. Foto itu adalah foto salah satu qoute dari film Harry Potter yang sangat disukainya. Happiness can be found even in the darkest of times, if one only remembers to turn on the light.
“Ini Enggy,” jawab Enggy sambil memperbaiki posisi duduknya agar lebih tegak.
“Oh, Enggy,” Jordan menyahut dengan santai, seolah dia tak pernah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. “Ada apa ya Nggy?”
“Kenapa kamu memposting foto itu?” tanya Enggy to the point.
“Foto bugil itu?”
“Ya,” jawab Enggy dengan sedikit mengangguk walaupun sosok di luar negeri sana tak dapat melihatnya.
“Oh,nggak ada maksud apa-apa kok. Aku hanya ingin tahu kalo itu kamu atau bukan.”
“Apakah kamu yang mengeditnya?” tuduh Enggy.
“Hah?!”
“Kemarin pihak sekolah udah membuktikan kalau foto itu telah direkayasa. Jadi—“
“Maksudnya aku yang telah merekayasanya?” potong Jordan.
Enggy bungkam.
“Aku bersumpah bukan aku yang merekayasanya,” tambah Jordan.
“Lalu dari mana kamu bisa mendapatkan foto itu?”
Jordan menghela napas panjang. “Ada yang mengirimnya lewat WA.”
Kejadiannya hampir sama dengan Bu Ratna, batin Enggy.
“Sebandel-bandelnya aku, aku nggak mungkin melakukannya. Aku punya adik perempuan dan aku takut karma. Lagian aku tak sepintar itu hingga bisa mengedit fotomu. Kamu tahu sendiri kan gimana nilaiku?” ujar Jordan mencoba meyakinkan.
“Kamu tahu siapa yang mengirimnya?”
“Entahlah. Aku nggak tahu. Nggak ada foto di profilnya.”
Sebenarnya Enggy enggan percaya dengan semua penjelasan Jordan. Tapi dia tak dapat berbuat apa-apa. Dia pun tak bisa mengeluarkan unek-unek dongkolnya sekarang. Dia takut Jordan memutuskan panggilan ini dan tidak akan menerima panggilan lainnya nanti. Hanya cowok itu satu-satunya yang bisa menjadi sumber informasinya.
“Mau aku kirimkan nomor dan screenshot chat-nya?” ucap Jordan memecahkan keheningan yang tiba-tiba hadir.
“Boleh.”
“Tapi aku nggak yakin apakah nomor itu masih aktif atau nggak. Soalnya setelah dia mengirimnya, aku mencoba menghubunginya tetapi nggak dijawab. Besoknya aku mencoba lagi, tapi nomornya sudah nggak aktif,” papar Jordan.
“Nggak papa. Kirimkan aja. Nanti coba aku hubungi.”
“Ehm... Nggy?”
Enggy tak menyahut.
“Aku minta maaf. Seharusnya aku memverifikasi dulu.”.
Enggy masih tak bersuara.
“Aku sungguh-sungguh minta maaf, Nggy.”
“Ya, nggak papa. Aku sudah memaafkanmu kok,” ujar Enggy tulus.
Dia tak ingin memaafkan Jordan tadi. Gara-gara foto tanpa busana itu, dia banyak menghadapi masalah. Tapi tiba-tiba dia teringat dengan pesan Robby. Memaafkan itu lebih mulia dari yang meminta maaf. Apalagi Jordan terdengar sangat menyesal. Jadi tak ada salahnya dia memaafkan cowok itu. Siapa tahu dengan sikap dermawannya ini, dia semakin cepat menemukan si pelaku.
“Aku harus pergi sekarang, Nggy. Aku sudah ditunggu Papaku. Nanti aku kirimkan nomor dan screenshot-nya ya.”
“Oke, Thanks ya.”
“Mungkin aku nggak akan kembali ke Indonesia lagi. Aku akan sekolah di Singapura. Dan sekali lagi, aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku,” kata Jordan sebelum mengakhiri percakapan mereka.
Enggy kembali berbaring. Bola matanya kembali menatap langit-langit kamar. Beberapa menit kemudian, nada Beep-Beep berbunyi. Chat dari Jordan. Berisi nomor kontak dan gambar percakapannya dengan si pelaku.
Enggy lekas menyimpan nomor itu, kemudian mencoba menghubunginya. Tapi seperti perkataan Jordan, nomor 01 di digit ujungnya itu memang tidak aktif.
“Sekarang kamu mau gimana?” tanya Riezka sebelum memasukkan sesendok es krim coklat ke dalam mulutnya.
“Nggak tahu. Bingung.”
“Nomornya masih nggak bisa dihubungi?”
Belum sempat Enggy menjawab, Andreas yang baru kembali dari kamar mandi langsung menyahut, “Siapa yang nggak bisa dihubungi?”
“Kepo!” celetuk Riezka, kemudian menyendok lagi es krimnya.
“Sewot aja!!! Aku kan tanya Enggy, bukan kamu.” Andreas sedikit mendengus. “Jadi siapa yang nggak bisa dihubungi, Nggy?” tanya Andreas yang masih penasaran.
“Mr. Reka lah,” jawab Riezka mewakili. Sementara bibir Enggy kembali mengatup.
“Mr. Reka?” Andreas mengangkat sebelah alisnya.
“Itu lho, si pelaku yang ngeditin foto Enggy. Si Mr. Rekayasa. Si Mr. Reka.”
“Oh,” ujar Andreas manggut-manggut. “Kamu udah tahu siapa dia, Nggy?”
Enggy menggeleng. Informasi yang diberikan Jordan terlalu sedikit. Hanya nomor dan screenshot itu saja. Dia tak bisa menerka-nerka siapa si Mr. Reka yang telah mengedit fotonya. Dia juga tak bisa sembarangan menuduh. Takut fitnah.
Tiba-tiba alis Enggy mengernyit. Matanya menatap heran ke arah cowok bercelana jeans hitam dan berhoodie biru yang baru melewati pintu. Benaknya mulai bertanya-tanya. Tumben Rantung ke sini? Setahunya Rantung sangat tidak suka makanan manis ataupun es krim. Dulu sebelum mereka pacaran, Enggy sering mengajaknya ke sini tapi Rantung selalu menolak. Dia justru mengajaknya ke KFC yang cukup menguras kantong anak sekolahan seperti mereka.
“Tadi aku post foto es krimku ke Instagram stories, terus dia DM. Dia nanya kalo kamu sedang sama aku nggak? Aku bilang aja kalo kita sedang di Hero’s Ice Cream. Mungkin aja dia ke sini gara-gara itu,” bisik Riezka diikuti kerlingan menggoda.
“Jangan mulai deh!” tukas Enggy sambil mendorong bahu Riezka agar menjauh.
“Cie... cie... cie....” Riezka cengengesan.
“Apa apa sih?” tanya Andreas sambil menoleh ke belakang. “Rantung!” panggilnya dengan mengangkat sebelah tangan.
Rantung juga mengangkat sebelah tangannya, membalas sapaan Andreas. Kemudian dia menghampiri meja bernomor 15 itu. “Hai Nggy!” ucap Rantung saat sudah berdiri di samping meja Enggy.
Riezka cekikikan kecil. Benar dugaannya kan. Rantung itu masih sangat menyayangi Enggy. Kalau memang enggak, tidak mungkin dia langsung menyapa Enggy, bukan Andreas yang jelas-jelas memanggilnya duluan tadi.
Sebenarnya Riezka sangat tak setuju dengan tindakan Enggy yang meminta break. Bukan salah Rantung kalau Vio masih menyukainya. Vio saja yang kegenitan yang masih mengejar-ngejar cowok itu. Dan dia pun sudah berupaya memberikan sedikit pencerahan, tapi Enggy masih tetap dengan pendiriannya. Gadis itu cukup keras kepala.
“Kok kamu bisa ada disini, Ntung?” tanya Enggy.
“Nggak sengaja lewat sini dan lihat kalian.”
Riezka batuk-batuk kecil dan berlirih pelan,”Bohong!”
Enggy spontan memukul paha Riezka yang terlindung meja.
“Aduh!” Riezka merintih pelan.
“Kenapa Riez?” tanya Andreas dengan tatapan khawatir.
“Nggak ada papa kok, Ndre.”
“Serius?”
Riezka mengangguk mantap. “Serius. Tadi hanya ada nyamuk betina yang merasa jengkel karena ucapanku.”
Andreas mengerutkan kening.
Enggy mengibaskan tangannya. “Sudahlah. Abaikan saja dia!”
“Duduk Ntung.” Andreas sedikit menggeser bangku kayu di sampingnya.
“Thanks, Ndre,” sahut Rantung sambil duduk.
“Oh ya Ntung, Makasih ya atas nomor Jordannya.” Mumpung sudah bertemu dengan orangnya langsung, tak ada salahnya dia berterima kasih sekarang. Dia tak perlu menunggu hari senin besok kan.
“Sama-sama Nggy. Trus gimana?”
“Kata Jordan, bukan dia yang mengeditnya. Dia dapat dari orang lain.”
“Kamu percaya?”
“Mau tak mau aku harus percaya.”
“Mungkin aja Jordan bohong, kan?” timpal Andreas.
“Tapi dia ngasih screenshot chat itu,” jawab Enggy, lalu menyendok es krimnya.
“Aku sudah melihatnya. Screenshot itu bukan editan. Dan menurutku, Jordan nggak cukup kreatif untuk membuat editan-editan seperti itu,” jelas Riezka seraya melirik Enggy.
“Ada yang kamu curigai?” tanya Rantung sambil melepas hoodie¬nya.
Enggy menggeleng pelan. Selama ini dia berusaha untuk tidak terlibat perkelahian, justru dia terkesan cuek apabila tak menyangkut dirinya. Selagi tidak mengusik, dia pun tak akan mengusik orang lain. Tentang pertengkarannya dengan Vio? Itu pertama kalinya Enggy berkelahi di sekolah sejak dia masuk SD.
“Apa mungkin Vio?” ucap Riezka tiba-tiba.
Enggy seketika tersentak. Dilirik ke arah Rantung, ingin melihat reaksinya. Laki-laki berkaos merah itu terlihat biasa-biasa saja. Tidak terlihat raut marah saat Riezka seolah menuduh sang Primadona SPP. Rantung malah melukis senyum saat mata mereka bertemu.
Sebenarnya Enggy sempat berpikir seperti Riezka juga. Tapi tak ada bukti. Lagipula apa motif Vio? Apa gara-gara pertengkaran mereka di kantin? Apa ini ada hubungannya dengan Rantung? Atau ada alasan lain yang tidak diketahuinya?
“Apa mungkin Hanggif?” Andreas ikut memberi dugaan.
“Hanggif?” ucap Enggy, Riezka, dan Rantung serempak.
“Hanggif kan anaknya Bu Ratna. Kata Sindy, dia juga hebat desain foto. Kemarin dia baru menang lomba poster di UIR, kan?”
“Nggak boleh nuduh kalo nggak ada bukti, nggak baik.” ujar Enggy yang tak setuju dengan pemikiran Andreas. Apalagi selama ini dia jarang berinteraksi dengan Hanggif, mungkin bisa dikatakan tidak pernah. “Memangnya dia punya motif apa sampai buang-buang waktu untuk ngedit fotoku?” tambah Enggy yang kemudian menyendok es krimnya.
“Entahlah. Itu hanya dugaanku saja.”
“Aku punya usul,” ucap Riezka dengan penuh semangat.
“Usul apa Riez?” Sekali lagi Enggy menyuapkan sesendok es krim sebelum kembali memfokuskan pendengarannya.
“Gimana kalo kita melakukan penyelidikan rahasia, kayak detektif-detektif gitu? Kita mulai saja dengan meng-list-kan orang-orang yang berkemungkinan memiliki motif untuk menjadi Mr. Reka,” ungkap Riezka menggebu-gebu. “Bagaimana? Bagaimana?”
Enggy mencerling. Setelahnya dia memandang Riezka yang menatap dengan tatapan berkobar-kobar. Diembuskan napas pelan, “Kalo sekarang, aku belum mau Riez.”
“Kenapa?”
“Aku mau berkonsentasi dulu dengan lomba debate.”
“Aku juga setuju Nggy. Setelah lomba debate, baru kita melakukan penyelidikan.” Andreas kemudian melirik ke sampingnya. “Menurutmu gimana, Ntung?” tanyanya.
“Kalau sekarang, mencari Mr. Reka bukanlah prioritas.”
Riezka akhirnya hanya menghela napas panjang.
“Thanks, Ntung,” ucap Enggy sambil turun dari boncengan.
Sebenarnya Enggy sempat ingin menolak ajakan Rantung untuk mengantarnya pulang. Tapi Riezka terus mendesak. Terus menjejalnya dengan beberapa argumen yang menurut Enggy ada benarnya juga. Terutama tentang menghemat uang. Beberapa bulan lagi Robby akan berulang tahun yang ke-45. Dia butuh banyak uang untuk membeli kado. Ongkos gojek tadi bisa menjadi uang tambahan.
“Sekali lagi terima kasih, Ntung.”
Rantung menyungging senyum lebar. “Sama-sama, Nggy.”
“Aku masuk ya,” pamit Enggy yang hendak membuka pagar rumah.
Tapi tiba-tiba pergelangannya terasa ditarik. Enggy terpaksa menegok ke belakang. Dia memandang wajah Rantung sambil mengernyit.
“Bisakah kita pacaran lagi?”
**TERIMA KASIH SUDAH MENGUNJUNGI KARYAKU. BACA KARYAKU YANG LAIN YA. **
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments