Berkelahi di ekor alahan, artinya Mempertengkarkan sesuatu yang sudah selesai atau sesuatu yang kurang penting.
“Ada apa Nggy?”
Rantung menatap heran ke raut wajah Enggy yang mendadak berubah. Tidak ada lagi raut ceria yang terpancar. Terganti dengan ekspresi yang memerah padam. Bak sedang menahan marah.
“Luka di pipimu itu kenapa?” tanya Enggy dengan tatapan tajam penuh selidik.
“Jatuh. Kan udah aku bilang siang tadi.”
“Bohong!” celetuk Enggy.
“Bohong?”
“Luka itu bukan karena jatuh, kan?”
Tubuh Rantung terlihat menegang. Jantungnya sekarang berdegup kencang, seolah dia baru saja menyelesaikan lari maraton ribuan meter. Setelahnya dia memasang wajah keheranan. “Maksudmu?”
“Luka itu karena kamu berkelahi sama Tama, kan?” Enggy mengangkat sobekan kecil yang tadi dipegangnya ke wajah Rantung. “Gara-gara nomor ini kan?”
“Aku....”
Rantung tak jadi melanjutkan kalimatnya. Mendadak bingung untuk menjelaskan. Mereka memang berkelahi, tapi bukan hanya karena nomor berjumlah dua belas itu. Bila dia tak bisa mendapatkan dari Tama selaku teman dekat Jordan, dia bisa mendapatkannya dari yang lain. Alasan kecil seperti itu tidak akan menyulut emosinya.
Tiba-tiba Rantung menerawang, menyelami adegan sehari yang lalu.
Sejak foto bugil berwajah Enggy yang disebarkan Jordan, sejak hari itu juga dia selalu mencari-cari Jordan. Dia ingin meminta penjelasan menngapa cowok itu mengepostnya. Tapi sejak hari itu wujud Jordan tak pernah kelihatan. Akhirnya kemarin sore, sebelumnya mengikuti pelatihan debate, dia mengunjungi belakang sekolahan dan berniat bertemu teman-teman Jordan.
“Hai,” sapa Rantung tepat saat dia berbelok dan matanya lantas menangkap kelima remaja yang sedang merokok.
“Wow!” tukas Yayat yang tampak takjub. Tidak biasa Rantung yang terkenal sebagai siswa teladan mau datang di area ini.
Rantung tak menyahut, hanya tersenyum kecil saja. Dia menyandarkan tubuhnya ke dinding diantara Radu dan Tama. Radu menyodorkan sebungkus kotak rokok ke arahnya, tapi Rantung mengangkat tangannya sambil menggeleng. Dia tak pernah merokok dan tak berniat untuk merokok. Bukankah merokok hanya mendapatkan mudarat saja?
“Kok tumben ke sini, Ntung. Ada apa?” ujar Asep yang sedang jongkok di depan Tama sebelum menghisap batang rokoknya.
“Cari Jordan.”
“Dia nggak di sini. Sudah lama juga dia nggak ke sekolah,” jawab Frans yang berdiri di samping Radu.
“Emangnya dia ke mana?”
“Ikut Ayahnya ke Singapura,” Tama menjawab.
“Kapan dia pulang?”
“Nggak tahu. Dia nggak pernah bilang.” Tama mengisap lagi ujung batang rokoknya.
“Ada nomor yang bisa dihubungi nggak? Line atau WA mungkin?”
Tama menghisap batang rokoknya sekali lagi, kemudian membuangnya ke tanah. “Buat apa? Buat Enggy?” tanya Tama sambil menyeringai mengejek.
Rantung mengangguk.
“Kau pasti senang kan punya pacar kayak Enggy? Tubuhnya aduhai!”
Wajah Rantung refleks mengeras.
“Kau pasti pernah meraba-rabanya, kan?”
Rantung menghela napas. Berusaha menenangkan percik-percik amarahnya. Tak ingin terpancing. Namun lontaran berikutnya, Rantung tak bisa lagi menahan gejolak itu. Dia langsung memukul Tama, menyebabkan bibir cowok itu terluka dan mengeluarkan darah. Tak hanya sekali, Rantung juga menghantam pipi Tama hingga tersungkur di tanah.
Tama meringis kesakitan. Dia bisa merasakan rasa anyir darah di dalam mulutnya. Dia tak mau kalah. Dia segera berdiri sebelum membalas perbuatan Rantung.
Cowok berwajah oval itu mencoba menghindar. Tapi kerikil kecil yang tanpa sengaja terinjak Rantung membuatnya tergelincir. Tubuhnya seketika tergeletak di tanah, bertepatan dengan pukulan Tama yang mengenai pipi kirinya.
“Sialan!” maki Rantung sambil berdiri. Dia siap untuk melakukan pembalasan.
Melihat pertikaian yang akan terjadi lagi, Radu dan Asep segera memegang Rantung. Mereka membawa tubuh Rantung agak menjauh. Sementara Frans dan Yayat menahan tubuh Tama yang sekali-kali tampak memberontak dan mengumpat kasar.
“Lepas!” ucap Rantung seraya meronta-ronta agar Radu dan Asep melepasnya. “Sekali lagi kau menjelekkan Enggy, tak hanya bibirmu yang robek!” ancam Rantung dengan memberikan tatapan sengit.
Tama menyeringai mengejek. Dia mengusap sudut bibirnya yang masih mengeluarkan darah. Diakui kalau pukulan Rantung memang sangat kuat.
“Apakah ada kataku yang salah?” tanya Tama dengan pandangan mencemooh. “Sesama teman, tidak ada salahnya kan kita berbagi. Cewek murahan seperti Enggy pasti tidak akan menolak. Dia pasti sudah sering melakukannya,” sambungnya seraya menekan kata ‘cewek murahan’ yang menjadi penyulut kemarahan Rantung beberapa menit lalu.
Rantung hendak melayangkan kepalannya lagi. Namun Radu dan Asep sudah lebih dulu memegang bahunya.
Melihat gelagat Rantung siap menerkamnya, Tama tak tinggal diam. Dia pun hendak membalas perbuatan Rantung, tapi Frans terlebih dulu menahannya. Dia membawa Tama menjauh dari jangkauan Rantung yang kembali tersulut emosi.
“Tung!” panggil Enggy menyadarkan Rantung dari lamunannya.
“Ya?” sahut Rantung.
Tangan Enggy menyodorkan secarik kertas yang ada di tangannya. Spontan alis Rantung mengernyit.
“Aku nggak membutuhkannya,” ujar Enggy sambil berdiri dan mengangkat tasnya.
Sebenarnya tadi Enggy berencana untuk duduk di samping Rantung, berniat untuk menghilangkan rasa canggung yang hadir sejak mereka break. Dan gara-gara lebam di pipi kiri Rantung itu, sekarang Enggy jadi tak berminat lagi.
Baru saja Rantung ingin memanggil Enggy, Bu Lani dan Andreas sudah berdiri di depan pintu. Andreas segera menuju ke meja Enggy dan duduk di sampingnya. Sedangkan Bu Lani langsung menuju mejanya yang ada di pojok kiri ruangan. Pelatihan hari ini dimulai.
♪ Line ♪.
Nada Fun Line berbunyi. Kepala Enggy segera menoleh ke sumber suara. Tangan sedikit menjulur mengambil ponselnya yang ada di atas bufet.
[Riezka RW 17:17]
Di mana?
[Baca 17:18]
Rumah
Knp?
[Riezka RW 17:20]
Send Picture
[Riezka RW 17:20]
Dari Rantung
Kertas tadi? batin Enggy setelah gambar tersebut memenuhi layar ponselnya.
[Baca 17:21]
Thanks
Tapi aku nggak mau memakainya
[Riezka RW 17:21]
Kenapa?
[Riezka RW 17:22]
Apa ini ada hubungan dengan perkelahian mereka?
[Riezka RW 17:22]
Atau ini masih tentang Vio?
Enggy menatap sinis ke layar ponselnya, tak suka dengan kalimat terakhir Riezka. Alasan dia tak menerima nomor itu bukan karena Vio. Enggy menolaknya karena dia tidak ingin orang lain celaka akibat ikut campur urusannya. Hanya itu. Tidak ada sangkut-pautnya dengan Vio.
♪ Line ♪.
Nada notifikasi Line kembali terdengar. Masih dari orang yang sama.
[Riezka RW 17:24]
Kamu masih mau tahu alasan Jordan ngepost foto itu kan?
[Riezka RW 17:24]
Jangan mempersulit
Jangan membuat perjuangan Rantung sia-sia
[Riezka RW 17:25]
Memberi itu memang lebih baik daripada menerima
[Riezka RW 17:26]
Tapi kalau dalam situasi darurat
Bukankah menerima menjadi lebih baik?
[Riezka RW 17:26]
Kamu dlm situasi darurat kan?
Enggy mendengus sebelum membalas.
[Baca 17:26]
Ck, sok bijak!
[Baca 17:26]
Tapi thanks sarannya
Ak akan pikir2 dulu
[Riezka RW 17:27]
Sama-sama
Smoga berhasil
[Riezka RW 17:27]
Send sticker
Enggy merebahkan tubuhnya hingga terlentang di tengah-tengah kasur. Kedua maniknya menatap langit-langit kamar. Apakah dia harus mengikuti saran Riezka?
Tubuh Enggy tiba-tiba bangun. Punggungnya sedikit menyadar ke kepala ranjang. Dia sudah memutuskan. Dia akan memakai nomor ini untuk menelepon Jordan. Dia akan menanyakan semua pertanyaan yang berputar di otaknya.
Setelah menyimpan nomor Jordan, Enggy lekas membuka aplikasi WhatsApp. Dia akan menelepon Jordan dengan aplikasi tersebut. Untungnya nomor itu sudah merangkap untuk nomor platform pengirim pesan instan. Dia tak perlu buang-buang pulsa. Telepon internasional kan mahal.
“Halo!” ucap sosok di seberang sana dengan suara baritonnya.
“Jordan?”
TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments