Sudah satu bulan dari kejadian kecelakaan ayah Sari, dan dalam kurun waktu itu juga Sari mengumpulkan uang untuk membayar angsuran hutang pada bang Gofar. Siang itu ia hendak menelfon Mia untuk menanyakan jumlahnya.
"Halo Mia, bisa minta tolong tanyakan pada bibi, berapa angsuran bulan ini ya!"
" Sebentar kak, ibu lagi di dapur, bicara sendiri saja ya". Kata Mia.
tak lama kemudian terdengar suara bibi Asih.
" Iya Sari".
" Eummm.... Bi, berapa angsuran bulan ini?"
Sari masih belum bisa memanggil paman dan bibinya dengan sebutan ayah dan ibu seperti saudara-saudarinya yang lain.
" Maafkan Ibu Sari, sebenarnya......." terdengar keraguan dari nada bicara bibi Asih.
" Ada apa bibi? katakan!" desak Sari.
" Maafkan ibu karena tidak mengatakan sebelumnya, kalau uang itu tidak bisa diangsur dan hanya diberi waktu satu bulan ini untuk melunasinya." Kata bibi Asih kemudian.
Mendengar itu, seketika lutut Sari terasa lemas, ia kemudian duduk di kursi yang ada di dekatnya, dibiarkannya telfon yang belum terputus itu jatuh, untungnya tidak mengalami kerusakan.
' Ya Tuhan, harus aku cari kemana uang sebanyak itu? kanapa mereka tidak memberitahuku tentang kesepakatan itu.'
Saat ini Sari benar-benar bingung harus apa? Ingin meminjam di bank harus punya jaminan, apalagi dengan jumlah uang sebesar itu. Di pijitnya pangkal hidungnya.
Kemudian di ambilnya handpon yang sempat terjatuh di dekat kursi, dan ternyata ada satu pesan dan itu dari Mia.
' maaf Sari, waktu itu ibu tidak punya pilihan selain menyetujuinya. Dan juga kamu yang menyuruh ibu untuk meminjam uang itu. Dan saat ini, kami juga tidak punya uang untuk membaya selain mengharapkan kiriman darimu, dan kami berharap kamu segera mengirimnya, karena kalau tidak kami harus angkat kaki dari rumah ini'
Begitulah kira-kira isi pesan itu.
Di bacanya sekali lagi isi pesan itu, dia masih belum yakin, siapa tahu saja dia salah membaca. namun, mau berapa kali ia baca, isinya tetap sama.
' kok jadi begini ya'
Cukup lama ia terdiam memikirkan nasib hutang dan keluarganya. Tiba-tiba nada pesan kembali berbunyi.
' Bang Gofar bilang minggu besok harus segera dilunasi, berikut bunganya'- Mia
Sari semakin buntu saja membacanya. apa berhutang pada rentenir seperti ini? gumamnya.
Sari bingung harus mencari uang kemana? di saat seperti ini, biasanya ada Nazwa yang siap jadi tempat curhat, walaupun dia bawel dan kepo. Tapi dia sedang pulang kampung. aku harus bagaimana? Apa aku pinjam sama kak Nino aja ya? tapi aku malu, batinnya. Atau aku jual saja kalung liontin ini, dipegangnya kalung yang menggantung di lehernya. Tapi ini pemberian, mana boleh aku menjualnya.
Satu-satunya cara, hanya minta perpanjangan waktu pada bang Gofar, pikirnya. aku akan meminta nomor pada Mia, mungkin masih ada keringanan, atau mungkin bisa dinegosiasi ulang.
Kenapa aku harus pusing sendiri ya, kalau katanya aku ini anak kandung mereka, apa kabar dengan yang lain? kenapa ini hanya aku yang harus menanggung, kan masih ada bang Bima, bang Bagas dan bang Seno, mereka kan laki-laki, apa benar penghasilan mereka tidak cukup untuk kebutuhan keluarga mereka. Sepintas terlintas pertanyaan yang selama ini tak pernah terpikir oleh Sari, walaupun berulang kali selalu di singgung oleh Nazwa.
Benar katamu Wa, apa mereka hanya mau memanfaatkan aku saja.
Ya Tuhan, bolehkah aku berburuk sangka pada mereka keluargaku, tapi aku harus apa?
Tanpa sadar tangan kokoh mengagetkannya saat menyentuh pundaknya. Ia terbelalak melihat sosok yang tak disangkanya akan datang di saat seperti ini, mungkinkah memang Tuhan mengirimkannya untuk membantuku ? batin Sari, jika ia betapa bersyukurnya aku, tapi bagaimana aku akan menyampaikan ini padanya. Seketika keraguan terselip dipikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments