Pertapahan Lereng Bromo

Satu jam setelah berbicara lewat sambungan telpon dengan Prasti, Reynal kian disiksa lamunan sore ini. Di pelupuk matanya matanya wajah Prasti tak kunjung hilang. Senyuman Prasti melumat sendi-sendi perasaannya.

Begitu indah dan memesona.

Tapi, takdir tak kan pernah mengizinkan dia dan Prasti bisa bersatu. Karena Reynal makin yakin Prasti bukan wanita yang bisa menerima kenyatan pahit yang dia alami.

Tapi, bisa jadi perkiraan Reynal salah. Belum tentu Prasti akan menolak. Sebab hatinya telah nyaman bersama Reynal. Biasanya, ketika seseorang telah terpikat hatinya, maka matanya buta. Dia tidak melihat hal lain selain terpukau pada kenyamanan yang menyelimuti segala persendian perasaan itu.

Sore ini, takdir yang sudah dia iklaskan Reynal mentah lagi. Alat peraga kejantanannya tak kunjung bangun dari tidur panjangnya, hadir di pikiran. Bagi Reynal, alat peraga itu, fungsi cuma satu, hanya untuk saluran air pipis. Bila saja, ada saluran air seni lain, mungkin Reynal membuang saja alat peraga itu untuk makanan kucing.

Dokter tak berdaya ketika menghadapi masalah unik yang dihadapi Reynal. Senapan Reynal tak berfungsi bukan karena gaya hidup. Bukan karena centil dan sering menggosok alat itu. Bukan pula karena ada cedera semisal terjepit. Juga bukan karena kolesterol tinggi. Tapi ini karena fungsi genetik.

Walau nakal, sejak remaja Reynal tidak pernah merokok. Berat badan ideal dan rajin olahraga. Reynal pun tidak pernah mengosumsi minuman keras.

Dari studi yang dipublikasikan sebuah universitas ternama di Amerika, 26 persen penderita impotensi disebabkan faktor genetik ini. Salah satunya penderitanya Reynal.

Sudah puluhan dokter yang dia datangi, mulai dokter berkaca mata tipis hingga dokter berkaca tebal, setebal kaca nako. Semuanya menyerah. Jangankan untuk menghidupkan, sekedar untuk mengerenyam saja tidak. Tak ada sentrumnya sedikitpun, tetap terkulai lemas dalam segala cuaca dan segala musim. Tidur lelap sepanjang waktu.

Reynal mampu memiliki banyak hal. Dia kaya, mapan, cerdas, berprilaku baik, dermawan, rajin ibadah dan disenangi banyak orang. Tapi persolaan satu itu yang membuat dia tak pantas menjadi suami. Entah siapa wanita yang bisa menerima itu. Ataukah Prasti orangnya?.

Mungkinkah Prasti tidak butuh alat peraga, cukup dengan alat peraba saja? Entahlah.

Prasti di Payakumbuh mulai merangkai mimpi. Ingin jadi wanita baik-baik, punya suami penyayang dan hidup bersama anak yang dia lahirkan itu. Tentu rangkaian mimpi itu dia gantung di dada Reynal. Seorang lelaki yang busi-nya tidak memercikan api. Prasti belum tahu masalah itu.

Prasti di Payakumbuh mulai merangkai mimpi. Ingin jadi wanita baik-baik, punya suami penyayang dan hidup bersama anak yang dia lahirkan itu. Tentu rangkaian mimpi itu dia gantung di dada Reynal. Seorang lelaki yang busi-nya tidak memercikan api. Prasti belum tahu masalah itu.

***

Sementara Brully masih bolak balik Jakarta Gunung Bromo. Penasehat spritual Brully, sang dukun kaleng-kaleng itu, mengabulkan permintaan Brully untuk menetap seminggu di kaki gunung. Brully ingin bertapah guna mendapatkan pituah langsung dari raja jin Gunung Bromo demi menyelamatkan perusahaan, dirinya dan bagaimana menemukan anak serta Prasti yang kini lari ke Sumatera Barat.

Setelah mendapat izin penasehat spritual, sore ini, Brully kembali ke Jakarta untuk memenuhi segala syarat dan ketentuan dari sang dukun.

Syaratnya kian unik. Kambing jantan muda berbulu hitam dua ekor, satu jari telunjuk bayi yang meninggal di usia tujuh hari, kemenyan putih satu tempurung dan tujuh helai daun yang tumbuh di kuburan orang bunuh diri.

Aneh bukan?

Tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan Brully. Soal kambing jantan muda dan kemenyan tidak terlalu sulit mendapatkannya. Tapi, jari telunjuk bayi yang meninggal di usia tujuh hari dan tujuh helai daun yang tumbuh di kuburan orang bunuh diri, sangat sulit mendapatkannya.

Cimpin cs, sudah bergerak ke banyak tempat untuk untuk menemukannya. Hilir mudik mencari informasi tentang bayi yang meninggal di usia tujuh hari dan kuburan orang bunuh diri. Tapi, tak satu pun kabar untuk menemukan titik terang.

Cimpin cs terus bergerak ke sebuah kampung di pulau Jawa. Bertanya pada banyak orang tentang bayi yang meninggal di usia tujuh hari itu, juga kuburan orang yang bunuh diri.

Lelah Cimpin sedikit terbayar, dia mendapatkan informasi kuburan orang bunuh diri.

Cimpin cs mencoba menuju kuburan itu. Tempatnya rumit. Harus menyeberangi batang air untuk sampai di sana. Dan, airnya sangat deras. Juga nyali Cimpin menjadi kempes karena diperjalanan tadinya, seorang kakek mengabarkan bahwa di lokasi itu itu hidup banyak ular berbisa.

Cimpin mundur, nyalinya merambat pecah. Tapi dasar Cimpin kerempeng, akalnya seribu ragam. Tak ada tali akar pun jadi. Tak ada jari telunjuk bayi, jari telunjuk monyet yang mati tergilas truk pun tak apa-apa.

Daun tujuh helai juga begitu. Tak didapat di kuburan orang bunuh diri tak masalah, di semak tanpa kuburan pun dapat dicari.

Cimpin memotong jari telunjuk monyet yang tergeletak di jalanan setelah ditabrak truk. Tampilan jari itu mirip sekali dengan jari anak-anak. Cimpin kemudian merebus potongan jari monyet agar kulitnya lapuk dan daging yang menempel berguguran.

Cimpin kemudian menguburkan jari monyet ke dalam lumpur tanah dan esok harinya di ambil kembali. Jari telunjuk monyet yang telah bergelimang tanah itu kemudian dibungkus dengan kain kafan. Tampilannya sangat meyakinkan.

Sementara daun tujuh lembar di kuburan orang bunuh diri, Cimpin memetik saja daun sembarangan di semak belukar. Kemudian mengikatnya dengan akal tumbuhan semak tersebut.

Soal kambing tak usah pusing karena telah didapatkan di pasar ternak dengan mudah. Bahkan, kalaupun harus mencari lima ekor, juga tak ada sulitnya.

Cimpin menyerahkan pada Brully. Tak terkira senang hati Brully saat menerima persayaratan penting itu. Cimpin menerima banyak uang hasil keliahaian dan kepiawaiannya membohongi Brully.

Hari ini, minggu, Brully berangkat menuju kaki Gunung Bromo. Segala syarat telah didapatkan. Dengan semangat dan keyakinan bahwa usaha ini akan membawa hasil yang diharapkan.

Brully yang kini berada di kaki Gunung Bromo. Jam telah menunjukkan jam 11. 50 menit tengah malam. Seperti yang dikatakan sang dukun, Brully mulai duduk bertapa mulai jam 12 tepat.

Brully terlihat gugup menanti waktu yang telah ditetapkan. Di depannya sudah ada batu sebesar induk kerbau yang dibawahnya dialiri air gunung.

Di depan batu sebuah gua yang pintunya penuh tumbuhan yang menjalar tak beraturan. Dari lubang gua keluar masuk kelelawar yang mencicit-cicit.

Brully akan duduk di batu itu selama lima hari tanpa makan dan minum. Duduk tenang di punggung batu menghadap mulut gua.

Seperti ketentuan yang telah disampaikan dukun, Brully tidak boleh beranjak dan tak boleh berbicara selama lima hari ritual itu. Apapun yang dilihat dan didengar tidak boleh melakukan apapun.

Dada Brully bergemuruh diguncang cemas karena beberapa menit detik lagi jam menunjukkan pukul 12 tepat tengah malam. Begitu jarum jam tepat diangka 12, Brully segera naik batu besar dan dukun yang mendampingi akan segera kembali ke tempatnya.

Suasana gelap dan penuh aura megis.

Kini, jam 12 yang ditunggu telah datang. Brully menaiki batu besar seukuran badan induk kerbau. Kemenyan dibakar, memunculan bau yang membuat bulu kuduk merinding. Sang penasehat spritual mundur untuk kembali ke tempatnya. Hanya kembali ke sini esok pagi saat fajar telah menyingsing.

Brully duduk bersila di punggung batu besar, kedua tangannya merapat ke dada. Dia tak bebaju, entah berapa kekuatan pori pori yang harus dimiliki untuk menahan terjangan hawa dingin gunung yang menusuk-nusuk.

Suasana kelam pekat. Tak ada setitikpun cahaya menembus tempat itu. Suara cicitan kelelawar makin keras. Entah apa yang terjadi dalam gua sehingga kelelawar itu bertembangan keluar. Atau Raja jin yang ditunggu Brully itu telah datang.

Bunyi-bunyi aneh mulai terdengar di gendang telinga Brully. Mentalnya terganggu oleh suara itu. Tapi, seperti yang telah dikatakan sang penasehat spritual, Brully tak boleh kehilangan konsentrasi apapun yang dilihat mata dan yang didengar telinga.

Kawan

Di kantornya, Saat Reynal sedang memberikan arahan pada para pegawai, telepon masuk dari seorang ibu-ibu. Sepertinya penting, Reynal permisi pada pegawainya.

“Assalamualaikum, ada apa Kak”

“Waduh Naldi, Sakti kejang-kejang, matanya terbelalak. Waduh cemas kakak nih”

“Badannya panas??”

“Ngga, ngga, gimana nih Naldi. Kakak takut nih”

“Langsung bawai ke rumah sakit ya kak, aku nyusul”

“Iii ya ya”

Reynal mendengar suara tangisan Sakti, anak yang dilahirkan Prasti itu. Sepertinya situasinya darurat. Reynal mohon pamit dan arahan dilanjutkan oleh direktur pemasaran.

Dalam satu jam, Reynal sampai di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kasih Ibu, rumah sakit tempat Prasti melahirkan dulu.

Reynal langsung menuju Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk menemukan Sakti. Reynal menemukan ibu-ibu yang mengasuh Sakti menangis berurai air mata jongkok di dinding ruangan IGD. Lalu bangkit dan langsung merangkul Reynal erat-erat. Air matanya membasahi lengan kemeja biru Reynal.

“Sabar kak, sabar” Bujuk Reynal

Kawan,

Apa yang terjadi pada Sakti Rama Bakti?

Apakah ada hubungan dengan Brully, Bapaknya yang sedang berada di kaki gunung Bromo?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!