Perburuan Prasti

Di dalam mobil, untuk bernafas saja Prasti sangat hati-hati. Mengambil nafasnya pelan-pelan, begitu juga saat hendak melepaskan. Dia mirip peserta senam yoga sedang berlatih pernafasan.Walau sudah sangat hati-hati saat bernafas, Prasti masih khawatir suara nafas itu terdengar keluar.

“Eh, ada Bro Brully” sapa Reynal sambil bersalaman

“Iya Bro Naldi”

“Tumben nih, ada disini, jadi ngga enak pula kita. Biasanya saya yang selalu datang ke kantor Bro Brully”

“Iya, kebetulan bukan urusan kantor, Bro, ada sedikit urusan pribadi”

“Soal apa tu Bro?” Reynal memerhatikan gelagat Brully, manatahu dia sudah mencium siapa dia sesungguhnya.

Sementara Prasti dalam mobil sudah tak berasa hidup. Kakinya sudah dingin dan tangannya terasa kaku. Lagi-lagi Prasti merasakan nyawanya seakan mau terbang meninggalkan tubuh. Kematian kembali menghantuinya. Ia kembali yakin bahwa kematian itu memang sudah dekat.

Prasti tak sedikitpun mendengar isi pembicaraan karena pintu mobil tertutup rapat. Namun ada tanda tanya di pikiran Prasti, mengapa Reynal sebegitu akrab dengan Brully.

“Apakah mereka bersekongkol untuk membunuhku” bisik Prasti dalam ketakutan yang bersangatan.

Brully menyampaikan maksud kedatangannya

“Ini Bro Naldi, soal rumah yang ada di Jalan Mahasakti No. 12. Kebetulan daerah situ Pak Naldi yang paham. Saya tahulah Pak Naldi orangnya banyak tahu soal tempat-tempat di Jakarta, bahkan tempat-tempat rahasiapun Bro Naldi tahu”

“Hmmm, yang pagarnya kuning? Tanya Reynal

“Ya, kuning, cat rumahnya krem, dua tingkat ”

“Sebelah kanan dari sini kan?

“Iya..ya”

“Oh itu, Bro Brully mau beli ceritanya nih?

“Mana tahu cocok, Bro. Soalnya setiap lewat, tak ada orang terlihat di sana”

Reynal lalu dengan santun memegang bahu temannya, Brully. Lalu, mengajaknya agak menjauh. Berpura-pura bahwa informasi yang akan disampaikan begitu penting dan dua anggotanya tak boleh mendengar. Padahal, ini dilakukannya karena Reynal mendengar bunyi batuk tertahan dari dalam mobil. Kemungkinan Prasti sangat susah bernafas ditambah badan yang mengigil menahan takut.

Berjarak lima meter dari mobil, Reynal berbicara setengah berbisik. Sekaligus ingin menambah kesan bahwa informasi tentang rumah itu sangat sensitif

“Bro Brull, kalau saya menyarankan, jangan sekali-kali berniat membeli rumah itu.”

‘Ada apa Bro Naldi??’

“Sebab rumah itu adalah rumah seorang terduga teroris yang menyimpan banyak bahan peledak. Kami sedang mempelajari itu”

“Yaaa, itu makanya saya datang sama Bro Naldi. Kita sudah kenal lama dan saya tahu siapa pak Naldi itu siapa. Banyak tahu tentang situasi” Jawab Brully

“Kenapa tidak digrebek aja, Bro” tanya Brully lagi

“Belum cukup bukti Bro, begitu kata teman-teman”

“Oh gitu. Makasih Bro” jawab Brully

‘Ya, Bro, maaf nih, ngobrol di luar saja. Tak enak melayani orang sekelas pak Brull di tempat ini saja” Reynal berbasa-basi.

“Tak masalah, ini kan urusan pribadi, bukan kantor”

“Oke Bro” Brully mengakhir pertemuan

Kawan tentu tahu, rumah yang dimaksud Brully adalah rumah rahasia Reynal. Brully merasa penting menanyakan itu karena salah satu anggotanya berhasil mengikuti mobil saat Prasti dilarikan dan melihat mobil tersebut masuk rumah itu.

Pembicaraan singkat selesai, dengan santai Reynal masuk mobil, Brully dan anggotanya juga begitu. Saaat mobil sudah berjalan, Prasti belum juga bangkit dari persembunyian di bangku belakang.

“Pras.. Pras”

Prasti tidak menjawab. Reynal curiga Prasti pingsan atau sudah mati.

Pras..Prastiii”

“Bang, mengapa Abang akrab dengan Om Brull Bang?”

‘Teman”

Jawaban Reynal membuat Prasti makin dihantui rasa curiga. Dia makin yakin bahwa Brully dan Reynal bersahabat dan sedang berdiskusi bagaimana membu-nuhnya. Prasti tidak bertanya lanjut pada Reynal dan Reynal pun tidak memberi informasi berikutnya tentang Brully.

Saat mobil sudah hampir sampai di rumah, Prasti siap siap mengemas baju hitam yang tadi dia pakai. Tapi, mobil tidak berhenti. Prasti bertanya-tanya dalam hati.

Begitulah jelinya Reynal pada situasi, dia tahu mobil Brully mengikutinya dari belakang walau jaraknya jauh. Sementra Prasti bertanya-tanya dalam hati mengapa Reynal tak berhenti. Sehingga makin besar kecurigaan Prasti bahwa Reynal dan Brully sedang bersikongkol untuk membunuhya. Prasti merasa dia sedang dibawa ke tempat sepi untuk dihabisi.

Nafas Prasti sesak, sementara Reynal tetap memerhatikan melalui kaca spion mengamati keadaan di belakang. Prasti kian dihantui rasa takut dan setiap rasa takut itu memberi keyakinan padanya bahwa Reynal dan Brully sedang bersikongkol menghabisi nyawanya.

Prasti semakin tak menentu. Dia berpikir, ternyata kemanapun dia pergi, nyawanya tetap terancam. Dan saat ini dia benar-benar sudah merasa nyawanya segera berakhir. Prasti yakin, Reynal sedang membawanya ke sebuah tempat yang sunyi untuk dihabisi lalu dibuang.

Beberapa puluh meter ke depan sebuah persimpangan. Prasti muntah-muntah. Suaranya terdengar seperti tercekik. Reynal kaget dan mengurangi laju kendaraan. Tapi Prasti kian tercekik. Reynal memberhentikan mobil.

“Ada apa Pras”

“Waduuhh.. sesak Bang.. sesak”

Reynal turun dengan hati-hati sambil mengamati mobil yang ada di belakang. Dengan perlahan Reynal membuka pintu terdekat dengan Prasti, mata Reynal tetap awas pada mobil belakang. Ketika pintu baru saja terbuka, dan mata Reynal mengarah ke belakang, Prasti langsung meloncat dan lari sekencang-kencang menuju sebuah gang sempit.

Sangat sempit, samping kiri dan kanan gang itu berdiri bangunan yang tak berjarak satu sama lain.

Reynal kaget alang kepalang.

Prasti melarikan diri. Reynal mencoba berlari beberapa loncatan tapi Prasti sudah berada dalam gang. Tubuhnya tak lagi terlihat. Sebenarnya Reynal bisa saja terus mengejar. Namun ada hal lain yang dikhawatirkan Reynal. Prasti pasti meronta-ronta saat dipegang dan akan mengundang perhatian banyak orang.

Mobil hitam Lamborgini datang dari belakang dan juga berhenti.

“Apa apa Bro” kata pengendara mobil Lamborgini itu.

“Ini Bro Brull. Pas kita belok ada yang melintas mendadak, hampir saja kena tabrak”

“Kemana orangnya?” Tanya Brully

“Langsung lari ke sana”

“Ah, biasalah Bro, tak usah diurus”

“Tapi saya yakin ada masalah Bro, mungkin maling yang lagi melarikan diri”

“Oh, kalau itu memang kerja lo Bro, oke Bro, saya jalan dulu”

“Oke, Bro Brull”.

Prasti entah berada dimana dan entah hendak kemana melarikan diri. Reynal masuk mobil dan terus berjalan. Dia memikirkan Prasti. Ada rasa sesal pada dirinya mengapa tetap membawa Prasti untuk mengikuti rapat. Reynal mengutuk dirinya sendiri yang terlalu gampang pasrah pada kehendak Prasti.

Reynal tahu, Prasti melarikan diri karena kenyataannya dia berteman dengan Brully. Reynal pun paham apa yang sedang dipikirkan Prasti hingga dia melarikan diri.

Sementara Prasti terus berjalan setengah berlari menyusuri gang untuk menemukan tempat yang mungkin untuk bersembunyi. Dia sempat menjadi perhatian beberapa orang di gang yang dia lalui. Bahkan ada yang menyangka Prasti adalah turis yang tersesat.

Reynal terus melaju, dia tidak kembali ke rumah rahasianya. Sebab dia sangat curiga, Brully tetap mengintai pergerakkannya dari sisi manapun. Reynal menuju rumah biasa, rumah yang sudah dikenal Brully.

Reynal yakin Prasti akan mencari penginapan, karena dia memegang uang saku yang semula untuk bekal ke Padang. Kemudian ada harapan Reynal, Prasti dapat dengan cepat ditemukan esok pagi, atau malam ini juga, selagi jaket hitam masih bersama Prasti. Sebab Reynal menyelipkan benda kecil di kra jaket itu. Benda kecil itu adalah penangkap sinyal untuk mengetahui keberadaannya.

Kawan,

Tentu tidak ada jaminan Prasti berhasil mencari penginapan dan bisa saja anggota Brully menangkapnya dalam perjalanan. Semoga benda kecil itu tidak hilang.

Kemudian Brully, apakah dia mulai tahu kalau Reynal adalah Naldi Jamain?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!