Prasti Meledak

Tak bisa diprediksi apa yang dipikirkan Reynal tentang Prasti. Sekali lagi adakah urat hati yang kini berdenyut?

Prasti di awang-awang masih belum iklas untu berpisah dengan Reynal. Walau dia tahu, bahwa Reynal pasti akan menyusul ke Padang, seperti janji yang dia ucapkan.

Prasti kemudian teringat kata “iya sayang” dari keluar dari mulut Reynal. Prasti mulai tersenyum. Setiap mengingat kata itu, Prasti mengelus pipinya sendiri. Inilah awal dia punya perasaan tulus pada seorang lelaki.

Prasti memang sudah dua kali dibobol lelaki, tapi hatinya tidak. Semua itu hanya sebatas uang. Pertama dengan lelaki penikmat selangkangan yang ditemui di duni modeling. Prasti bergelimang uang, walau hanya berlaga satu ronde.

Kedua dengan Brully, di sebuah pulau kecil di ujung pulau Sulawesi. Tempat bersejarah yang menyebabkan Prasti mengalami perut buncit beberapa bulan kemudian.

Sungguh tak terbilang uang yang diterima Prasti dari Brully. Tapi itulah yang dinamakan uang yang dapat disemak hilang di rimba. Uang haram hasil penjualan daging kecil yang bernilai fantastis, habis tak tahu entah kemana.

Sekali lagi, semua karena uang, bukan soal hati. Tentu sangat berbeda dengan denyut yang dirasakan ketika bersama Reynal. Denyut alami yang tak bisa dibeli dengan lipatan onggokan rupiah.

Kawan

Reynal baru saja sampai di rumah biasa, bukan ke rumah tempat dia bertemu Prasti saat hendak berangkat tadi.

Reynal garut garut kepala, ada sesuatu di ruang pikir yang mungkin sedang berkecamuk. Dia tidak secarah hari kemarin. Apalagi setelah dipaksa Prasti mengucapkan kata “iya sayang”. Apakah ada sesal dihatinya telah terlanjur mengucapkan kata itu. Kata yang kini sangat berbekas di hati Prasti. Dan, Prasti pasti merawat kata itu untuk bersemayam dalam kalbunya.

Satu setengah jam berlalu, pesawat Balam Air mendarat di bandara Minangkabau. Prasti melangkah turun pesawat. Matanya, seakan ingin melihat keajaiban. Dia ingin dipintu keluar Reynal yang menunggu kedatangannya. Tapi tentu tidak mungkin. Sebab Reynal berada di Jakarta. Begitu Prasti merasakan hatinya terpaut dengan Reynal.

Kawan.,

Apakah Reynal juga jatuh hati, atau melarang hatinya untuk berdenyut pada Prasti. Sebab ada persoalan pribadi yang tak kunjung bisa dia selesaikan, sejak remaja dulu. Dan itu, begitu rumit.

Reynal belum beristri di usia 33 tahun ini. Bukan soal patah hati, bukan pula karena pernah terluka oleh wanita. Sekali lagi, ada yang amat rumit.

Prasti mendarat di Bandara Minangkabau. Perasaannya sedikit asing. Inilah pertama kali menginjakkan kaki di Ranah Bundo. Begitu turun tangga pesawat Prasti mengepakkan kedua tangannya lalu menghirup udara pertama di bumi Minang.

Banyak penumpang yang ingin berswafoto dengannya saat menuju pintu keluar bandara. Orang tetap menyangka dia turis yang sedang melancong ke berbagai daerah di Sumatera Barat.

Beberapa orang menyapanya dengan bahasa Inggris. Prasti pun begitu, menjawabnya dengan bahasa Inggris pula. Walau tidak menetap di kampung ayahnya, tapi di rumah Prasti selalu menggunakan bahasa Inggris dalam berkomunikasi.

Mama Prasti orang cerdas, mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa untuk belajar di Liverpool, Inggris. Disanalah dia bertemu bapak Prasti, Charlie Webster. Prasti sudah berjanji dalam hati, akan bicara sejujurnya tentang keluarga pada Reynal.

Limapuluh meter sebelum pintu keluar, Prasti meraup handphone, menghidupkannya untuk menghubungi Reynal di Jakarta. Begitu handphone -nya hidup, di layar tampil pemberitahuan panggilan tak terjawab lebih dari 15 kali.

Orang yang menghubungi tidak asing lagi. Malaikat maut Prasti, si Brully. Dengan merapatkan rahang, Prasti menghubungi balik si Brully.

“Hallo apa kabar Bro” ucapan pembuka Prasti

“Oi, kurang ajar kali kau. Nipu gua kau!”

“Ohw, manusia anj*ng seperti kau pantas nrima itu”

“Hebat kau sekarang ya!!?”

“Memang hebat, kau aja yang goblok. Terima kasih duit 20 jt-nya”

Prasti berubah galak begitu kakinya menginjak Sumatera Barat. Ajaran Reynal benar-benar melebihi harapan.

“Sialan kau!!. Gua cari kau ke Padang”

“Bagus.. bagus. Coba aja kalo brani”

“Emangnya gua takut. Cara apapun bisa gua lakuin” balas Brully

“Coba aja. Satu langka saja kau injak tempat aku berada ini,aku buat lumpuh kau”

“Wow, sombong kali kau. Kaya orang hebat kali kau ya”

“Emang hebat. Kau aja yang ngaku hebat bisa kutipu. Dasar b*bi kau”

Prasti keluar taringnya. Mungkin saja karena sudah merasa jauh dan punya pengalaman saat di Jakarta tadi, mentalnya benar-benar keluar. Brully sebenarnya kaget. Karena selama ini Prasti baginya tak lebih seekor kucing peliharaan.

Bahkan, apapun yang dimau Brully dan apapun yang dia perintah, Prasti menuruti. Tapi kini semua telah berubah. Prasti bagai singa betina yang siap menerkamnya.

“Benar-benar kau ya”

“Emang benar, kau kira ini mimpi. Ini nyata Bro!!”

“Awas kau” Ancam Brully lagi

“Awas apaan mony*t!!. Aku udah tahu semua tentang kau. Tau ngga, anak itu tak jauh dari kau. Karena kau g*blok makanya kau ngga ketemu. Padahal kau tiap hari lewat rumahnya. Jangan sok jago kau mony*t”

“Orang yang nyelamatin anak kau aja ngga ketemu ketemu, padahal teman kau sendiri tuh. Jangan ngaku-ngaku hebat lo anj*ng. Kena tipu mulu lo”

“Kau mau bu-nuh anak itu kan? Mau bu-nuh aku kan?, Mau bu-nuh orang yang nyelamatin aku juga kan? Ah, ketaun kau. Dasar bod-oh, ce-leng!!”

“Kau kira aku siapa. Ngga tau kau teman-temanku siapa. Tau kau, tiga orang laki-laki tadi yang kau kejar itu temanku semua tuh. Dasar dungu kau, bisa dibodohi aja”

“Dan yang melarikan aku, kau juga ngga tau. Padahal teman kau juga. Makanya jangan sok kau mony*t”

Prasti menutup telepon.

Brully terdiam, semua tentang dirinya dikupas tuntas Prasti. Walaupun kabar itu semua hanya didapat dari Reynal.

Brully benar-benar terkejut atas semua ini. Dia tak menyangka Prasti yang selama ini bisa dia atur dan dia takut-takuti justru kini berubah seperti seekor singa.

Prasti pun merasa puas menumpahkan segala kosa kata keramatnya. Kata-kata yang tentu mencincang hati dan menusuk jantung Brully. Kata-kata yang belum pernah diterima oleh Brully sepanjang hidupnya dari siapapun.

Semua binatang rakus dia sebut. Hampir separuh penghuni kebun binatang yang dia ucapkan.

Prasti kemudian melenggang menuju pintu keluar. Wajahnya seperti orang yang mengalami dahaga tingkat tinggi yang baru saja dapat air minum satu ember. Segaaarr...

Di pintu keluar, tiga orang utusan Naldi Jamain telah menunggunya dari tadi. Bahkan mereka melihat Prasti menerima telepon. Cuma tak terdengar apa yang diucapkan Prasti dan tak pula melihat raut muka Prasti karena Prasti sengaja membelakang ke pintu keluar.

“Mis Fatimah, Kakak Prasti, selamat datang di ranah Minang” Sambut Viona dan Vioni keponakan kembar Naldi Jamain. Sementara Ranggi, keponakan laki-laki Naldi hanya tersenyum.

Prasti tersenyum pula, begitu cantiknya dia. Berbusana muslimah tampilan Prasti sungguh di luar dugaan. Semua aura terbaiknya terpancar. Viona Vioni, hingga gemas melihat wajahnya. Seakan ingin mencubit tangan Prasti.

“Boleh aku minta waktu sebentar” Prasti minta permisi dengan sangat sopan

“Boleh kak”

“Mau nelpon ke Jakarta” jawab Prasti tanpa ditanya

“Mau ngasih tahu Mamak Naldi ya kak? Eh, Bang Reynal ya??

“Oh iya, ya, bentar ya”

Prasti menjauh ke parkiran bandara. Tak enak menelpon Reynal di dekat keponakannya.

“Hallo assalamualaikum” Naldi mengangkat telpon dari pulau seberang.

“Wa akum slam” jawab Prasti belum lurus

“Udah sampai ya”

“Pake kata sayang dong

Bannnggg” Prasti protes keras.

‘Ah, bisa ajalah”

“Ngga! Ngaa mau!”

“Jangan gitu ah, malu sama ponakan”

“Mereka jauh, harus pake sayang ngomongnya”

“Waduuuh”

“Kalau abang ngga mau aku matiin nih telpon”

“Ya udah”

“Gimana kabar abang sayang di Jakarta??”

“Baik, alhamdulillah”

“Kok belum pake sayang juga sih, males ah sama abang!”

“Eh lupa-lupa”

‘Aku ulangi lagi ya??”

“Iya”

“Gimana kabar abang sayang di Jakarta??”

‘Alhamdulillah baik, say.. sayang”

‘Aku matin nih. Ngga lancar ngomongnya, ulangi!!”

“Gimana kabar abang sayang di Jakarta??”

“Alhamdulillah baik sayang”

“Horeeeeeeee, makasih abang sayang”

‘Udah ah. Yok berangkat ke Payakumbuh, nanti kemalaman”.

“Tunggu.. abang belum nanya aku kan, tanya dulu”

“Oke. Adek gimana kabarnya???

‘Ah, pake sayang, pokoknya pake sayang, pake sayang, Abang ah!!. Adek sayang gitu kek. Bikin sebel aja nih. Ulangi!!”

“Adek sayang gimana kabarnya??”

“Adek Fatimah sehat juga abang sayang??”

“Ya udah, berangkat”

“Iya deh”

“Pakai salam nutupnya sayang” cegat Naldi

“Waa kum salam sayang”

“Eh eh tunggu-tunggu!” Naldi ingin mengatakan sesuatu sepertinya.

“Apa abang sayang”

“Itu duit yang 20 juta jangan dipake ya”

“Kok abang sayang tau”

“Tau lah”

“Pake sayang ah, sebel!!”

“Taulah sayang”

“Iya deh,aku simpen aja”

“Ya bagus”

“Pakeeeee sayaaanngg, ah, aku lempar nih hape!!

“Ya, bagus sayang” Naldi mengulangi

“Ya udah”

“Wassalam”

“Salam”

Prasti dalam lima menit menjadi dua pribadi yang kontras. Galak dan beringas seperti singa ketika menelpon Brully dan berubah jadi anak kucing manja saat menelpon Reynal. Entahlah, kawan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!