Bab 20

Rose membuka matanya. Sebuah leher penuh dengan urat nadi yang menegang berada tepat di depan matanya. Dia menggerakkan kepala dan tersadar telah melakukan kesalahan besar.

"Maafkan saya Tuan" katanya lalu bergerak menjauh dari tubuh pria itu

Dia sedang menemani Tuan Bruce melihat pemandangan kebun anggur dalam keheningan. Karena angin yang berhembus dan suara daun yang bergesekan, tiba-tiba dia merasa mengantuk. Dalam keadaan setengah sadar, kepalanya bersandar pada satu-satunya tempat nyaman disana. Bahu Tuan Bruce.

"Seharusnya saya tidak tertidur. Maafkan saya Tuan" ucapnya dalam keadaan berlutut menghadap pria yang hanya diam saja. Tanpa membalas atau menerima permintaan maafnya, pria itu berdiri, mengibaskan rumput yang menempel dan melangkah pergi. Meninggalkan Rose yang terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Kamu dari tadi pergi kemana saja? Kenapa lama sekali?" tanya ibunya begitu Rose pulang.

"Ini kismis segar dari pelayan dapur" jawab Rose tanpa menjelaskan kejadian yang baru saja dialaminya. Meletakkan keranjang kismis dan naik ke kamarnya.

Tuan Bruce Cohn. Pria itu. Rose masih bisa mencium aroma tubuh pria itu disekitarnya. Meski harusnya tidak boleh, Rose harus mengakui. Dia menyukai pria itu. Tapi ... sekali lagi. Dia harus sadar diri. Dibandingkan dengan model yang kini menjadi kekasih Tuan Bruce, Rose bukanlah siapa-siapa.

Dia memeluk selimut di ranjang dan melanjutkan tidur siang yang tertunda.

Malam hari, ayah Rose telah pulang dari pekerjaannya. Ketiganya berbicara tentang keberhasilan Rose masuk Universitas tahun ini. Ayah yang semenjak pagi diam membisu, kini lebih bisa menerima kalau putrinya ternyata lebih mandiri dari yang dikira.

"Jadi, akhir Minggu ini kau akan masuk asrama?" tanya ayahnya.

"Iya. Aku masuk asrama malam hari"

"Sayang sekali. Kau akan melewatkan pesta yang pertama kali digelar di kastil setelah sepuluh tahun ini"

Rose terkejut. Pesta di kastil? Tidak ada pesta terselenggara di kastil sejak kematian Tuan Besar Cohn sepuluh tahun lalu.

"Pesta apa?" tanyanya penasaran.

"Tentu saja pesta pertunangan. Tuan muda kita akhirnya bersiap untuk menikahi kekasihnya. Semua orang sangat senang dan bersemangat untuk pesta akhir Minggu ini"

Tidak semua orang, pikir Rose. Pertunangan? Baru berapa Minggu sejak berita keduanya memadu kasih beredar, tapi kenapa tiba-tiba bertunangan? Apa tidak terlalu cepat?

"Tapi aku merasa kalau kekasih Tuan muda kita itu tidak cukup baik. Dia adalah cucu dan anak seorang pengusaha yang gagal dan banyak hutang. Apa Tuan Bruce tidak mempertimbangkan hal itu saat memutuskan untuk bertunangan?" tanya ibu Rose mewakili semua isi hatinya.

"Jangan membuat masalah. Sudah lama sekali semua pekerja mengharapkan Tuan Bruce menikah. Dia sudah berumur tiga puluh tahun lebih. Dan keluarga Cohn membutuhkan keturunan yang dapat melanjutkan kelangsungan perkebunan juga kilang anggur. Calon istrinya juga keturunan bangsawan yang dihormati." jelas ayahnya.

Tidak ada perdebatan setelah penjelasan ayahnya. Rose sangat tahu bagaimana sifat ayahnya. Seorang pekerja yang sangat menghormati tuan pemilik perkebunan. Rose membantu ibunya mencuci piring lalu pergi ke kamarnya. Dia memilah barang yang akan dibawa ke asrama akhir Minggu ini dengan perasaan yang tak menentu.

Keesokan harinya, Rose diminta untuk membantu di perkebunan. Membersihkan daun yang telah sengaja dibuang di hari sebelumnya. Dia bekerja dengan cepat dan menyelesaikan area bagiannya sebelum tengah hari.

"Pulanglah kalau sudah selesai" perintah ayahnya.

Rose hanya mengangguk dan melangkah pergi. Di tengah jalan, dia bertemu dengan pria itu lagi.

"Selamat siang Tuan" sapanya, namun tidak mendapat tanggapan. Pria itu hanya pergi melewatinya bersama dengan pengawal setianya. Mungkin Tuan Bruce marah karena kelakuannya yang tidak sopan kemarin.

Saat Rose ingin melangkah pulang, sebuah suara menghentikannya. Dia menoleh dan pengawal Tuan Bruce berlari ke arahnya.

"Pergilah ke dapur kastil. Minta mereka menyiapkan kudapan untuk Tuan. Dan bawa ke bawah pohon di atas sana!"

Rose melihat pohon besar tempatnya tidak sengaja tertidur kemarin dan mengangguk.

"Baik" jawabnya singkat.

Dia pergi ke dapur kastil dan meminta apa yang sudah diperintahkan oleh pengawal Tuan Bruce.

"Tidak biasanya Tuan muda menginginkan kudapan sebelum makan siang. Tapi tunggulah sebentar disini Rose. Kami akan menyiapkannya" kata pelayan dapur.

"Iya"

Setelah menunggu beberapa menit, kini Rose dalam perjalanan ke bawah pohon besar di atas bukit. Di kedua tangannya ada kudapan yang kelihatannya enak sekali. Sayang Rose tidak akan bisa mencicipinya. Karena dia hanya bertugas untuk mengantar saja.

"Tuan" panggil Rose ke pengawal Tuan Bruce sesampainya di atas bukit. Terlihat pria itu duduk di tempatnya kemarin dan memandangi perkebunan anggur dalam keheningan.

"Siapkan di dekat Tuan!"

"Apa?"

"Segera siapkan semua kudapan itu di dekat Tuan!"

"Tapi ... "

Rose ingin segera pergi setelah menyerahkan dua keranjang makanan yang ada di tangannya. Namun berakhir menyiapkan semuanya tepat di sebelah Tuan Bruce. Dia menggelar permadani kecil, menata kue-kue di piring. Serta roti isi dan buah di piring satunya. Tak lupa Rose menuang jus jeruk dingin untuk pria itu dan meletakkannya di tempat yang rata.

"Silahkan Tuan" katanya setelah semua siap.

"Minumlah!"

Baru saja Rose bangkit dan ingin pergi, tapi tertahan dengan perintah yang didengarnya.

"Maaf, apa Tuan?"

"Minum!" kata pria itu dengan menatapnya.

Rose tidak punya pilihan lain. Dia menenggak habis jus jeruk yang tadi dituangkannya untuk pria itu sampai habis.

"Makan!"

Rose melihat pria itu dan ingin mempertanyakan perintah selanjutnya yang didengar. Tapi dia tidak berani. Dia memilih sebuah kue kering coklat dan memasukkannya dalam mulut.

"Wahh, enak sekali" ucapnya menikmati. Lalu tersadar pria itu sedang mengamatinya.

"Maaf Tuan, saya sudah tidak sopan"

"Duduk!"

Dengan cepat, Rose melaksanakan perintah pria itu. Sedetik kemudian, pria itu beranjak dari tempatnya, mendekati Rose dan duduk tepat di sebelahnya.

Kenapa? Tanya Rose dalam hati. Tentu saja dia tidak akan berani mempertanyakan perbuatan pria itu. Tapi seandainya ini adalah hukuman atas apa yang diperbuatnya kemarin. Rose pikir hukuman ini terlalu ringan.

Dalam diam, pria itu mengambil buah apel dan memakannya. Rose tidak berani bergerak karena jarak mereka terlalu dekat. Sebaiknya dia bergeser sedikit ke arah kiri, memberikan jarak yang cukup agar Rose tidak merasa kikuk.

"Diam!" kata pria itu membuat Rose membatalkan niatnya. Dia tidak lagi berpikir untuk bergerak atau apapun. Dia hanya diam disana, memperhatikan pria itu memakan apel sampai habis.

Lalu mata mereka bertemu dan Rose merasa aneh. Seakan dia pernah mengalami hal ini namun tidak ingat dimana.

"Mimpi"

Akhirnya Rose ingat, dia pernah mengalami hal ini di mimpinya. Tidak hanya bertatapan. Seingat Rose, dia bahkan memeluk dan mencium pria itu di mimpi. Sayang sekali semua hanya mimpi. Karena tak berapa lama, pria itu berdiri dan meninggalkannya sendiri.

Lalu ... sebutir air mata menetes di pipinya.

"Kenapa?" tanyanya, kemudian menghapus air mata. Tapi air mata kembali mengalir dan dia tidak bisa menahannya lagi.

Rose menangis sendirian di atas bukit. Menyesali telah menyimpan perasaan pada seseorang yang tidak seharusnya.

Terpopuler

Comments

Selfi Azna

Selfi Azna

jujur lah Bruce,, rose mau ke asrama lo

2024-07-19

0

Narimah Ahmad

Narimah Ahmad

sabar Rose ☺️☺️😊

2024-05-28

0

irish gia

irish gia

jangan sedih rose...Bruce nya jaim
padahal semua nya udah dia icip2
hadehhh

2024-05-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!