"Kamu....." Mata Marsono melotot marah. Kedua tangannya pun mengepal kuat.
Melihat ekspresi marah Marsono tak membuat Susi gentar. Dia mengangkat dagunya dan menajamkan sorot matanya seakan menantang pria itu." Apa!"
Marsono semakin berang. Dia bergerak maju lalu melayangkan tangannya ke wajah Susi. Namun sebelum tangannya mengenai wajahnya, Susi secepat kilat menangkis kemudian memelintir tangannya ke belakang.
"Aduh duh duh duh..." Marsono merintih dan meringis. Kini dia tak bisa berbuat apa-apa karena kedua tangannya di kunci dari belakang oleh Susi.
"Hahaha."
Kedua teman Marsono yang sedang menunggunya tiba-tiba tertawa terbahak.
"Ya ampun so, Marso. Suara mu doang yang gede. Ternyata tenaga mu melempem kayak kerupuk ketiup angin. Masa sama perempuan aja bisa kalah."
Mendengar ledekan dari kedua temannya itu membuat Marsono semakin kesal sekaligus malu. Susi seperti menjatuhkan wibawanya di depan kedua pria itu yang notabene nya jabatan mereka di bawah dirinya.
"Lepaskan tangan ku, Susi," teriak Marsono.
"Ogah sebelum kamu minta ampun dulu sama aku dan janji ngga main kasar lagi," sahut Susi.
"Ya, ampun. Aku minta maaf dan ngga akan main kasar lagi sama kamu."
"Awas aja kalau sekali lagi kamu main kasar sama aku. Tangan mu bukan aja ku plintir tapi akan ku patahin. Paham!"
"Ya, ya aku paham."
Susi kemudian mendorong tubuh Marsono membuat pria itu terhuyung ke depan.
"Sana pergi. Awas aja kalau masih berani menampakan wujud mu di depan ku."
Marsono menghentakkan kakinya lalu pergi dengan langkah lebar. Dan kedua orang tadi mengekor di belakangnya.
Setelah Marsono tak nampak lagi dari pandanganya, Susi membuang nafas lega." Aman bestie!" kata Susi memberitahu Rubi.
Rubi pun keluar dari persembunyiannya lalu culingak culinguk.
"Udah tenang aja. Orang nya udah pergi. Lagian kenapa harus takut ngadepin si Marsono sontoloyo itu, Rub."
"Bukan takut tapi malas. Soalnya tu orang ngotot nagih duit terus."
"Duit apaan?"
"Duit modal nikah. Dia pengen aku balikin lagi uangnya ke dia karena katanya aku nikahnya sama orang lain bukan sama dia."
"Et dah. Kenapa ngga kamu balikin aja duitnya biar tuh laki borok sikut."
"Balikin gimana, duitnya aja udah ludes. Duit amplop aja udah di pake sama ibu dan adikku sampe ludes."
"Ya ampun, Rub, Rub." Menepuk-nepuk pundak Rubi." Nasib mu kok ngenes banget ya! Udah dikhianati, duitnya malah minta di balikin lagi."
"Makannya, Sus. Aku menghindari si Marso. Soalnya runyam urusannya kalau udah ketemu dia."
"Tak pikir dia nyariin kamu itu untuk minta balikan. Ngga tau nya minta duitnya yang dibalikin. Ya udah. Mending kita ngisi perut dulu takut waktunya keburu masuk. Soal si Marso nanti kita pikirkan setelah ngisi perut."
Usulan Susi disetujui oleh Rubi, kemudian mereka melanjutkan nya menuju kantin.
Tiba di kantin, Rubi dan Susi langsung ikut mengantri untuk mengambil nasi kotak sebagai jatah makan siang mereka secara gratis. Ya, PT Garmindo merupakan satu-satunya pabrik garmen yang memberikan makan siang gratis dan makan malam jika lembur pada karyawannya. Oleh karena itu, selain karena upah yang lebih tinggi dari pada pabrik garmen lainnya, mendapat makan siang gratis itu pula lah yang menjadi alasan Rubi betah bekerja di pabrik tersebut.
Setelah sekian panjang mengantri, akhirnya mereka mendapatkan jatah mereka. Setelah itu, mereka mencari tempat kosong untuk lesehan karena kantin itu tidak menyediakan kursi dan meja, melainkan hanya berupa lantai kosong yang luas.
"Wah, mantap. Kali ini ayam panggang," gumam Susi dengan senyum lebar.
Melihat ayam panggang yang ada didalam box nasi, Rubi seketika teringat pada suaminya di rumah.
"Dia udah makan belum ya?" Apa si Danang udah beliin nasi buat dia makan?"
"Eh, Rub. Bengong aja. Ayok dimakan nanti keburu masuk lho."
Ucapan Susi mengejutkan Rubi dari kediamannya. Namun, dia tak langsung mengikuti ucapan temannya itu melainkan merogoh ponselnya lalu menghubungi Danang.
Setelah sekian detik menunggu diangkat, akhirnya adiknya itu mengangkat telponnya.
"Eh, Danang. Kamu udah melakukan perintah mba yang tadi pagi ngga?" Tanya Rubi.
"Perintah apa, mba?"Sahut Danang dengan santainya di sebrang telpon sana. Dan tentu sahutan nya itu membuat Rubi kesal.
"Nasi bungkus, Danaaaaang, nasi bungkuuuuss," teriak Rubi sampai beberapa orang menoleh ke arahnya.
Sedangkan di ujung telpon sana, Danang menjauhkan telponnya dari telinganya saat Rubi berteriak.
"Kurang asem. Dikira dia lagi ngomong sama orang budek kali ya!" kesal Danang lirih. Kemudian dia menempelkan kembali telponnya.
"I-iya mba, iya udah. Beli nasi bungkus pakai ayam kan?" kata Danang.
"Ya udah kalau udah dibeliin," sahut Rubi lalu menutup telponnya.
Tut
Tut
Danang menghembuskan nafasnya dengan kesal." Tadinya duitnya mau ku belikan rokok tiga bungkus, tapi ya udah lah dari pada nenek gambreng itu merepet marah."
Rexa membuka pintu kamarnya saat seseorang mengetuk pintu dari luar. Setelah dibuka Danang langsung menyodorkan kantong plastik ke arahnya.
"Apa ini?" tanya Rexa. Matanya tertuju pada kantong plastik transparan itu.
"Nasi bungkus dari mba Rubi. Tadi mba Rubi titipkan ini ke aku," jawab Danang berbohong.
Rexa langsung mengambilnya." Makasih. Eee kaa...." Ucapan Rexa menggantung di udara kala hendak menanyakan keberadaan Rubi, adik iparnya itu malah sudah pergi secepat kilat. Rexa kembali mengatupkan mulutnya lalu kembali masuk.
Dia meletakkan nasi bungkus itu di atas meja belajar Tatung. Kemudian keluar untuk mengambil piring dan sendok di dapur.
"Eehh, ada mas Marsooo." Lina dengan suara manjanya dan senyuman malu-malu kucing menyapa Rexa di dapur. Namun tak Rexa gubris. Dia terus berjalan ke arah rak piring.
"Mas Marso mau apa bawa piring sama sendok?" Tanya Lina yang masih berusaha berbicara pada Rexa sambil menghalangi jalannya
"Minggir!" Sentak Rexa dengan tatapan sinis nya. Sentakan nya itu tentu membuat Lina terkejut lalu segera menyingkir dengan takut-takut.
"Dasar perempuan gembleng!" umpat Rexa sambil berlalu.
Rexa meletakan nasi bungkus itu di atas piring. Dan dengan tak sabar, dia segera membukanya. Setelah dibuka, Rexa termangu menatap nasi bungkus itu, yang mana di dalamnya hanya berupa nasi dan kuah tanpa lauk.
"Ya ampun, Rub. Tega banget sih!" lirihnya. Tapi karena lapar, Rexa akhirnya memakan nasi bungkus itu sampai habis. Dia pikir meski tanpa lauk, setidaknya wanita itu masih berbaik hati tidak membiarkan nya kelaparan.
Pukul sembilan malam. Rubi baru keluar dari pabrik setelah di pilih untuk lembur. Jika disuruh lembur, Rubi selalu menerimanya dengan amat senang. Karena dia akan menerima upah lebih saat gajian. Tidak seperti teman-temannya yang selalu ogah-ogahan seperti yang sudah punya banyak uang. Ya bisa saja demikian, karena rata-rata rekan kerjanya itu sudah bersuami yang juga bekerja. Tidak seperti dirinya yang segala kebutuhan keluarganya di tanggung sendiri.
Di tengah menunggu angkot, dia melihat pedagang sate keliling. Lantas dia berpikir untuk membelinya buat makan suami dan tentu keluarganya.
Pukul sepuluh malam, Rubi turun dari ojek. Rexa yang sejak tadi menunggunya di teras depan langsung berdiri.
Rubi mendekati Rexa setelah membayar ongkos ojek sambil menenteng kantong plastik.
Rexa menelisik penampilan Rubi dari bawah sampai wajah lelahnya.
"Kamu dari mana aja, Rub? Aku nyari-nyari kamu. Soalnya ngga ada orang yang bisa ku tanyain di rumah ini." Rexa langsung memberikan pertanyaan pada Rubi.
"Kerja." Rubi menjawabnya singkat.
Rexa tak lagi bertanya. Mulutnya hanya menganga dengan sorot mata menatap wajah lelah Rubi.
"Kamu belum makan, kan? Aku beli sate. Ayok makan dulu." Kemudian, Rubi masuk ke dalam rumah. Sedangkan Rexa hanya menatap diam punggung Rubi sampai menghilang dari pandanganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Kamiem sag
ygbjahatlah itu si Danang
2024-03-31
0
💥💚 Sany ❤💕
Rexa jadi pengamat kehidupan Ruby, moga ja nanti hidup Ruby bahagia n kluarga parasitnya sadar.
2024-02-27
1
💥💚 Sany ❤💕
Si Danang cari perkara ne. Napa ya kluarga Ruby rakus n mata duitan?. Gak sayang pa mereka ma Ruby. Dah tu gak da rasa tanggung jawab ge.
2024-02-27
1