Rubi terbengong melihat Rexa yang keluar dari kamar mandi. Tapi bukan terpesona oleh penampilannya yang hanya memakai handuk dan memperlihatkan tubuh tegapnya, melainkan rutinitas mandinya yang secepat kilat.
"Kamu mandi beneran apa mandi bebek yang cuma asal nyelup doang, Rex?" Ledek Rubi. Dia saja belum beranjak dari depan kompor, namun Rexa sudah keluar. Padahal baru satu menit yang lalu dia masuk ke kamar mandi.
"Ya mandi beneran lah. Emang kamu nggak lihat badan dan rambutku basah?" Sahut Rexa, menyisir rambutnya menggunakan tangan.
Rubi mencebik." Mandi kok cuma semenit. Mandi apa namanya," cibirnya sembari melangkah ke arah meja makan dan meletakkan sepiring nasi goreng yang masih terlihat mengepul di atas meja.
"Ck, laki-laki itu cuma butuh semenit buat mandi. Nggak seperti perempuan, satu jam baru selesai. Kalau ada laki-laki yang mandinya lama, berarti dia bukan laki-laki tapi perempuan."
Mendengar itu, Rubi hanya mencebik.
Rexa mendekati Rubi membuat wanita itu mengendus wangi sabun yang menguar dari tubuhnya.
"Gimana wangi, kan?" Rexa tersenyum melihat hidung mancung Rubi yang mengendus-endus seperti kucing mencari makanan.
Sadar akan kelakuannya yang memalukan, Rubi segera bergegas mengambil gelas bersih yang di simpan di rak piring. Setelah itu, dia menuang air dari teko dan meletakkan gelas itu di samping piring berisi nasi goreng.
"Jangan malu-malu gitu dong, sweetie," goda Rexa, menoel dagu Rubi membuat mata Rubi mendelik dan menepis kasar.
"Jangan macam-macam kalau nggak mau ku plintir tangan mu."
Bukannya takut, Rexa justru tertawa nyaring, membuat Rubi semakin kesal saja.
"Galak banget sih!"
"Bodo amat," ketus Rubi memberengut.
Gerak gerik Rubi yang seakan sibuk tak lepas dari pandangan mata Rexa.
Rubi yang menyadari jika dirinya sedang menjadi objek tontonan Rexa pun berkata," kenapa diam aja di situ? sana ganti baju dulu terus makan."
"Pakai baju apa? Aku nggak punya baju ganti lagi." Rexa yang berterus terang.
Mendengar kepolosan Rexa, Rubi baru ingat jika pria itu memang tak memiliki baju ganti lagi. Dan tanpa berpikir panjang lagi, dia bergegas pergi sembari berkata," kamu tunggu sebentar."
Di teras depan, Rubi memanggil Lina yang sedang ngerumpi dengan anak tetangga sebayanya di bawah pohon mangga.
"Lina !"
Adik iparnya itu pun menoleh." Ihh mau apa lagi sih dia. Nggak bisa banget kayaknya kalau lihat aku santa." Lina menggerutu kesal.
"Emang kamu betah tinggal satu rumah sama mba Rubi yang mulutnya kayak kaleng rombeng itu, Lin?" Tanya Idah, bestie nya Lina. Mereka sudah berteman sejak sebelum Lina menikah dengan Danang. Bahkan, Idah lah yang ngenalin Danang pada Lina, anak tetangga kampung sebelah.
"Nggak lah. Siapa juga yang betah. Udah cerewetnya kebangetan, suka ngatur dan nyuruh-nyuruh lagi. Udah gitu orangnya pelit banget," kata Lina, menjelekkan sang kakak ipar di depan Idah.
"Kalau aku jadi kamu mending tinggal di rumah orang tua sendiri, Lin, dari pada jadi budaknya mba Rubi."
"Aku juga maunya gitu. Tapi mas danang nya yang nggak mau."
Karena kesal panggilannya tak kunjung di sahuti oleh Lina, Rubi lantas berteriak kencang.
"Linaaaaaaaaa!"
Sontak dua wanita sebaya tapi beda status itu terkejutnya bukan main.
"Ya Allah jantung ku rasanya mau copot," kata idah sambil memegang dadanya." Kabur ahhh." Idah segera pergi dengan langkah setengah berlari. Dia tidak ingin ikutan kena semprot kakak ipar Lina yang terkenal cerewet di kampungnya.
Dengan perasaan takut-takut Lina terpaksa mendekati Rubi." A-ada apa, mba?" Tanya nya gugup.
"Sejak kapan kamu congean?"
Pertanyaan Rubi reflek membuat Lina mengorek kupingnya.
"Aku nggak congean kok, mba!"
Rubi mendengus kesal. Sudah pemalas, tulalit pula. Istrinya Danang benar-benar tidak membuat dirinya respek. Jika dulu bukan karena tekdung duluan, dia ogah menikahkan adiknya dengan gadis bau kencur yang kerjanya cuma momong anaknya yang anteng, tidur, makan, ngerumpi. Dan sama sekali tidak ada dedikasinya.
"Mba mau pinjam baju barunya si Danang. Tolong ambilkan," kata Rubi to the point. Malas juga berbicara lama-lama dengan adik iparnya itu.
Lina hanya bengong.
"Kamu dengar enggak?"
"I-iya tapi...kalau mas Danang marah gimana, mba?"
"Marahnya suruh menghadap mba aja. Udah sana tolong ambilkan. Yang baru ya!"
Akhirnya, Lina menuruti perintah Rubi karena dia pun tak ingin di omeli kakak iparnya itu. Lina hanya berani mengatai Rubi dibelakangnya saja tapi tidak untuk di depannya. Jika di depan, Lina menjaga bibir lemas nya serapat mungkin. Karena jika kakak iparnya itu sudah marah, kata-katanya tidak akan kepulungan. Tapi kalau dibelakang, bibir lemas nya itu pintar sekali membuat orang percaya pada apa yang dia omongkan tentang Rubi.
Rubi kembali ke dapur setelah Lina memberikan kaos milik Danang padanya. Namun baru sampai di ambang pintu dapur, dia menghentikan langkahnya dan bersandar di tiang pintu saat melihat Rexa sedang makan nasi goreng yang tadi di suguhkan di atas meja dengan penampilan hanya memakai handuk.
Rexa yang sadar jika dirinya sedang di perhatikan Rubi pun melirik ke arahnya sesaat, kemudian kembali fokus pada makanan nya.
"Nasi gorengnya enak banget," puji Rexa. Rubi tersenyum setipis tisu, lalu pergi dari ambang pintu dan meletakan baju Danang di kamar Tatung yang kini di isi oleh Rexa.
Rubi menyodorkan sebungkus rokok ke arah Rexa yang tengah duduk di bangku teras rumah dan tatapannya terfokus pada jari-jari tangannya yang dimainkan.
Melihat ada sebungkus rokok di hadapannya, kening Rexa lantas mengkerut."" Untuk apa?"
"Untuk kamu merokok," jawab Rubi. Tadi ketika ke warung Bu Yayuk untuk membeli minyak goreng, Rubi berinisiatif membelikan Rexa sebungkus rokok. Karena dia tidak tahu Rokok apa yang di sukai oleh suaminya, dia pun bertanya dulu pada Bu Yayuk rokok yang paling enak dan disukai oleh pria. Bu Yayuk mengarahkan pada rokok yang harganya paling mahal.
Awalnya Rubi ragu. Dari pada beli rokok seharga tiga liter beras lebih baik uangnya untuk beli beras. Tapi Rubi berpikir kasihan melihat nya yang tak merokok-merokok selama hidup dengannya.
"Kamu menyuruh aku merokok?"
"Bukannya semua laki-laki itu merokok?"
Rexa berdecak." Tapi sayangnya, aku bukan salah satu dari semua pria yang kamu anggap merokok itu."
"Hah!" Rubi yang belum konek pun terbengong." Maksud mu?"
"Aku bukan seorang perokok. Aku nggak suka rokok."
Kening Rubi mengkerut. Pengakuan Rexa yang katanya tidak merokok membuatnya ragu. Tapi jika dilihat dari bibirnya yang berwarna pink alami, dan dibandingkan dengan bibir Danang yang hitam kecoklatan, serta pecah-pecah membuatnya berpikir.
"Apa iya dia nggak merokok? tapi bagus lah kalau nggak merokok. Jadi budget kebutuhannya berkurang hihi."
Rubi tersenyum dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Kamiem sag
perhatian banget kan Rubi bisa jatuh cinta itu Rexa
2024-03-31
0
Asma
baik banget mba rubi
2024-02-26
1
RizQiella
tapi siapa sbnrnya Rexa
2024-02-25
0