Deal, 31 Hari Kita Bercerai!
Seorang gadis manis berlesung pipi dan berkulit sawo matang, berdiri mematung di depan pintu sebuah kontrakan sepetak di sertai dengan kilatan sorot mata yang menyala-nyala. Kedua tangannya mengepal kuat. Gigi-giginya saling gemeretak, serta dadanya naik turun menahan amarah yang kian berkobar.
"Hhmm sssshhhh terus, mas, aahh!"
Desis seorang wanita yang terdengar sangat menjijikan di dalam kontrakan itu seakan mendorong hatinya agar segera melayangkan kakinya ke arah pintu kontrakan tersebut.
Brugh
Dalam satu tendangan, pintu kontrakan itu langsung copot dari engselnya, dan menindih punggung seorang pria di atas tubuh seorang wanita tanpa sehelai benang.
Pria itu berteriak kesakitan, sementara si wanita menjerit-jerit terkejut bercampur ketakutan.
Si gadis tersenyum smirk. Tanpa harus mengotori tangannya pintu itu sudah mewakilinya.
"Dasar binatang menjijikan, kalian," teriaknya lantang.
Pria itu menoleh ke arah pintu yang sudah tak berdaun. Bola matanya seketika melebar. Begitu pula dengan si wanita yang tak kalah melotot.
"Ru-Rubi!"
Ya, gadis itu bernama Rubi. Nama lengkapnya, Rubi Annisa Qomariyah. berusia 28 tahun. Memakai hijab. Dan bekerja sebagai buruh pabrik.
Berawal dari sikap sang tunangan yang tak biasa membuat Rubi mencurigainya. Ditambah kesaksian dari beberapa temannya yang mengatakan pernah melihat tunangannya berboncengan dengan seorang wanita, membuat Rubi semakin bertekad untuk menyelidikinya.
Kini kecurigaannya terhadap calon suaminya telah terbukti sempurna. Di depan matanya sendiri, pria yang seharusnya besok menikahinya sedang menggauli wanita lain yang tak lain adalah rekan kerjanya sendiri.
Sontak si pria menyingkirkan daun pintu di atas punggungnya dengan susah payah, kemudian melepaskan tubuhnya dari atas tubuh si wanita, mengulur panjang tangannya meraih sebuah sarung yang tergeletak dipojokan.
Dan si wanita buru-buru menarik selimut tipis yang tergeletak di ujung kakinya, lalu dibalutkan pada tubuh polosnya.
Rubi menatap marah ke arah si pria yang sudah mengikatkan sarung di pinggangnya dengan asal.
"Jadi begini kelakuan kamu di belakang ku, Marso! sering kawin sama si sundel munafik ini disini?" Teriak Rubi dengan sorot mata yang tajam.
Pria yang bernama lengkap Marsono itu hanya diam. Namun keterkejutan, ketegangan, serta kepanikan terpancar jelas di raut mukanya yang basah oleh peluh. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut pria yang berperawakan cungkring itu.
Rubi mengalihkan tatapan kemarahannya ke arah si wanita.
"Dan kamu Sundari." Menunjuk wanita itu dengan jari telunjuknya.
Wanita yang bernama Sundari itu melihat takut-takut ke arah Rubi.
"Aku pikir kamu itu gadis cupu nggak taunya suhunya kawin sama tunangan orang. Apa nggak ada cowok lain yang suka sama kamu sampe tunangan teman sendiri kamu embat?"
Sundari hanya diam dan menundukkan pandangannya.
Rubi segera merogoh ponselnya, kemudian mengarahkan kamera ke arah dua orang menjijikan itu.
"Lihat aja. Akan aku viral kan kalian biar eyar sepabrik dan se-Indonesia Raya."
Marsono geleng-geleng kepala dan mengibas-kibaskan kedua tangannya.
"Ja-jangan, Rubi. To-tolong jangan lakukan," cegahnya.
Sementara Sundari menutupi wajahnya dengan selimut yang sudah nampak dekil.
Rubi tersenyum menyeringai dan tak mempedulikan ocehan Marsono. Ponselnya terus merekam kedua orang itu.
Marsono tak terima atas apa yang sedang Rubi lakukan. Dia mendekati Ruby hendak mengambil ponselnya.
"Kemari kan ponselnya, Rubi, kemari kan!" Marsono terus bergerak maju, sedangkan Rubi bergerak mundur.
"Ogah."
Rubi bergerak ke sana kemari. Ponselnya berpindah dari tangan satu ke tangan lainnya seiring dengan Marsono yang terus berusaha meraihnya. Semakin lama semakin membuat Rubi jengkel. Saat Marsono terus merongrong, tanpa ragu gadis itu melayangkan tendangan keras ke arah miliknya dibalik sarung.
"Aaaaaaak."
Suara pekikan panjang seketika keluar dari mulut Marsono. Bola matanya melotot, mulutnya menganga lebar, tubuh nya melengkung, dan kedua tangannya menangkup area miliknya yang telah ditendang Rubi. Sedetik kemudian, tubuhnya tumbang tapi tidak pingsan.
Rubi tersenyum puas.
"Semoga telor mu pecah semua, Marso. minimal satu."
"Mas Marsoooooo!" Sundari berlari sambil memegang ikatan selimut di bagian dadanya ke arah Marsono yang tergeletak di atas tanah, dan menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan sambil mulutnya terus meracau kesakitan.
Melihat sikap perhatian Sundari terhadap Marsono, membuat Rubi semakin geram saja pada wanita itu. Dia mengepalkan tangannya erat. Bagaimana tidak sangat marah. Sundari yang dikenalnya sebagai teman kerja yang baik, kalem, polos, ternyata diam-diam menghanyutkan dan menusuknya dari belakang.
Rubi kemudian mendekati Sundari yang sedang meratapi Marsono, dan tanpa belas kasihan dia menjambak kuat rambutnya.
"Aw, aw sakit, bi. Lepasin, lepasin rambutku!" rintihnya. Tangannya berusaha melepaskan tangan Rubi dari rambut aut-autan nya.
"Sakit kata mu! sakitan mana sama perasaan aku, sundel munafik?" Teriak Rubi di telinganya sampai telinga wanita itu mendengung.
"Kenapa kamu salahkan aku? Aku nggak merebut, mas Marso, mas Marso sendiri yang suka sama aku," kilahnya dengan ke sok polosan nya.
"Kalian berdua emang cocok. Sama-sama nggak punya otak kayak b*n*tang," geram Rubi, dengan akhir kalimat memekik sambil menghempas kasar kepalanya yang membuat kepala Sundari terhuyung ke depan.
Andai negara ini tidak ada undang-undang hukuman bagi orang yang mencelakai atau membunuh pasangan yang berselingkuh, mungkin saat ini Rubi akan melakukan salah satunya, menghajar belur atau membunuh mereka.
Setelah melepas jambakannya, Rubi berdiri tegak dan berkacak pinggang. Tatapan nyalang nya menyorot ke arah kedua pengkhianat itu. Dengan dada yang begitu sesak, dia berkata," dengar Marsono bin Sutaryo. Detik ini juga kita putus. Dan besok tidak akan ada pernikahan diantara kita. Pernikahan kita batal."
Marsono sontak terkesiap. Menggelengkan kepalanya dengan muka memelas.
Rubi tak mempedulikan isyarat penolakan pria itu. keputusannya sudah bulat. Dia tidak mungkin sudi menikahi pria yang sudah mengkhianatinya.
"Tunggu, bi. Maafkan aku! aku khilaf. Tolong maafkan aku, biiiiii....." Marsono melambai-lambaikan tangan lemahnya ke arah Rubi yang semakin menjauhinya dan tak menggubris permohonan maafnya.
Airmata Rubi meleleh saat melihat tenda sudah terpasang di depan rumahnya. Pelaminan sudah terpajang. Kursi dan meja tamu undangan sudah berjajar rapih. Terlihat canda tawa muda mudi serta anak-anak di sana. Di belakang dapur pun tak kalah ramai oleh ibu-ibu yang sedang membantu memasak untuk acara pernikahan nya esok hari.
Rubi melangkah mundur, kemudian berbalik dan berlari menjauhi keramaian di rumahnya.
Di tengah remang cahaya bulan, Rubi berjalan seorang diri. Menatap kosong ke depan diiringi dengan linangan airmata nya yang terus mengalir deras. Kedua belah jari nya saling me re mas.
"Apa yang harus aku lakukan? Besok pesta pernikahan ku nggak mungkin bisa ku dihindari. Apalagi ibu sudah mengundang tujuh kampung. Tapi aku nggak mungkin nikah sama si pria laknat itu."
Mengingat pria itu, remasan jari-jari tangannya semakin kuat. Dan gerak langkahnya pun kian cepat.
"Dasar laki-laki brengsek kamu, Marso. Brengsek, brengseekk!"
Plak
Tuiiing....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Violeta
eeh.. bunyi apa tu 😅😂
2024-09-28
0
~
gilak 🤣🤣🤣
2024-07-09
0
~
wkwk.. udah bagus nama depannya rubi ehh belakangnya Qomariyah 🥲
2024-07-09
0