Pluk
"Aduh."
Seorang pria yang entah siapa dan sedang berjalan sembarang arah mengaduh ketika sebuah kaleng minuman menghantam jidatnya. Tak hanya merasa sakit tapi juga wajahnya dilumuri oleh air beraroma tak sedap dari dalam kaleng tersebut.
"Sial!" kesal pria itu, lalu mengelap mukanya dengan ujung kaos yang sudah tampak dekil.
Sementara dari jarak beberapa meter, Rubi menatap tercengang ke arah pria itu. Tak menyangka kaleng yang baru saja dia tendang dan di harapkan sampai pada muka Marsono, sialnya malah mengenai muka pria yang entah siapa."Waduh gawat. Kabuuurrrrrrr! "
Tanpa pikir panjang, Rubi mengambil seribu langkah berlari. Namun sayang, suara langkah kakinya yang cukup berisik mengalihkan perhatian pria itu." Woiii..."
Rubi seketika berhenti. Niat hati mau kabur, pria itu justru lebih dulu mengetahui keberadaanya. Dan terpaksa Rubi berbalik badan.
Pria itu melangkah lebar ke arah Rubi. Meski dalam keadaan remang, Rubi dapat melihat sorot matanya yang tajam. Dia langsung berpikir pria itu hendak menyakitinya, menghajarnya atau yang paling terburuk adalah memperkosanya. Apalagi jalanan yang dia lintasi sangat sepi dan tak ada satu pun manusia atau kendaraan yang lewat, yang ada hanya suara jangkrik dan kodok saja yang saling bersahut-sahutan.
Membayangkan dua hal buruk tersebut membuat Rubi geleng-geleng kepala. Ketakutan dan kecemasan pun kian terpancar jelas di raut wajahnya yang manis. Lalu dia melangkah mundur. Namun pada saat dia berbalik hendak kabur, pria itu berhasil menarik ujung hijabnya.
"Mau kabur kemana kamu, hah?" kata pria itu seraya tersenyum menyeringai.
"Lepaskan....lepaskan. Toloooong.... toloooooong!" Rubi berteriak sekencang-kencangnya dan berusaha menarik ujung hijab yang ditarik oleh pria itu.
"Nggak akan ku lepas. Enak banget kamu mau kabur gitu aja setelah membuat muka orang bonyok." Pria itu semakin erat mencengkram ujung hijab Rubi, membuat gadis itu semakin kesulitan.
"Jangan ngawur. Mana ada muka mu bonyok. Lagian aku enggak sengaja. Salah mu sendiri kenapa ada disitu," timpal Rubi.
"Dasar perempuan bar bar. Udah jadi pelaku malah nyalahin korban. Pokoknya enggak akan ku lepas sebelum kamu bertanggung jawab."
Karena pria itu tak kunjung melepas hijabnya, Rubi terpaksa mengeluarkan jurus andalannya satu-satunya, yaitu melayangkan tendangan ke arah milik pria itu. Pria itu sontak melotot lebar merasakan sensasi yang luar biasa linu. Tangan pria itu beralih memegang miliknya sehingga otomatis hijab Rubi terlepas.
Rubi tersenyum puas. Dan dia pikir ini kesempatannya untuk melarikan diri. Namun sebelum melarikan diri, dia meledek pria itu terlebih dahulu.
"Rasain emang enak wek." Menjulurkan lidahnya ke arah pria itu. Setelah itu, Rubi berlari secepat kilat.
Pria itu tak lagi mengejar Rubi. Tubuhnya tumbang dan tergeletak diatas tanah.
Ditengah berlari, Rubi berhenti saat merasa pria itu tak lagi mengejarnya.
"Kayaknya sudah aman. Pria itu enggak lagi mengejar aku," gumam Rubi dengan nafas berasa tinggal di pangkal kerongkongannya.
Akan tetapi perasaan aman itu berubah menjadi ketakutan saat teringat beberapa kasus pembunuhan yang kini sedang ngetren di sosial media. Yang mana si pembunuh meninggalkan mayat yang dibunuh, atau membuang mayatnya dan akhirnya terungkap siapa yang membunuh mayat tersebut.
"Bagaimana kalau pria itu mati. Lalu polisi mencari ku?"
Ya, Rubi takut pria itu mati. Lalu dirinya dituduh sebagai pembunuhnya. Apalagi tadi Rubi sempat melihat pria itu tersungkur ke atas tanah. Meski sebenarnya bukan seratus persen kesalahannya, tapi dia sudah melukai bagian sensitif pria itu, dan Rubi pikir pria itu juga belum tentu akan mencelakainya tadi. Jadi kemungkinan besar secara hukum, dia lah yang akan disalahkan.
"Ngga. Orang itu ngga boleh mati. Kalau aku di penjara gimana dengan keluargaku nanti?"
Rubi membayangkan jika dirinya dipenjara. Bagaimana dengan ibunya, adik-adiknya, ipar nya, dan juga keponakan nya yang masih bayi. Karena semua anggota keluarganya itu menggantungkan hidup mereka di pundaknya. Akhirnya Rubi memilih untuk kembali kepada keberadaan pria tersebut.
Kini, Rubi menatap bingung pada sosok yang sedang tergeletak di atas tanah. Apa yang harus dia lakukan? Dia berjongkok, kemudian menempelkan sebelah telinganya di atas dada pria itu. Bibirnya perlahan tersenyum saat mendengar jantung pria itu berdetak dengan normal.
"Syukurlah dia masih hidup," lirihnya. Tak hanya mengecek jantungnya, Rubi juga mengecek urat nadinya untuk meyakinkan. Senyum Rubi semakin terkembang lebar saat urat nadinya masih berdenyut.
Setelah memastikan pria itu masih hidup, Rubi berdiri tegak.
"Apa aku tinggalkan aja. Paling juga nanti bangun sendiri atau ada orang yang menemukan nya."
Rubi berbalik badan. Namun saat kakinya hendak di langkahkan, dia merasa seperti manusia yang tidak berperikemanusiaan meninggalkan orang yang sedang tak berdaya sendirian di tempat yang sepi serta di sisi kiri kanannya adalah kebun yang rimbun. Bagaimana jika pria itu dimakan binatang buas atau di gigit binatang melata?
Hrok
"Astagfirullah hal adzim..." Rubi terkejut. Baru saja dia memikirkan tentang binatang melata atau babi hutan, tiba-tiba mendengar suara babi hutan dari arah kebun.
Rubi menapakkan menapakkan kakinya kembali, kemudian berbalik seperti semula.
"Kamu juga jadi cowok kok lemah banget. Baru di toel sedikit anu nya langsung pingsan. Ujung-ujungnya aku yang repot." Rubi menggerutu kesal lalu berjongkok.
Meski mulutnya menggerutu, tapi otaknya berpikir gimana caranya membawa pria itu ke klinik yang ada di kampungnya?
Hrok
Hrok
Rubi menjadi panik ketika suara babi hutan itu terdengar semakin mendekat. Dia pikir tak ada pilihan lain selain membawa tubuh pria yang tak berdaya itu dengan cara di gendong sebelum babi hutan itu mendekatinya.
Jangan dikira Rubi wanita lemah yang tak bisa berbuat apa-apa. Dia adalah mantan kuli panggul beras di pasar saat belum bekerja di sebuah pabrik garmen. Oleh karenanya, menggendong pria itu bukanlah hal yang sulit, meski beratnya 3x lipat dari berat satu karung beras 25kg.
Seorang wanita terbengong dengan mulut menganga melihat kedatangan Rubi di klinik 24 jam sembari menggendong seorang pria.
Rubi yang sadar jika kedatangannya hanya ditonton saja oleh wanita itu pun berseru dengan nafas tersengal-sengal." Jangan cuma lihatin doang dong, Yun. Tolong bantu aku turunin orang ini."
Wanita yang dipanggil 'Yun' itu pun terkesiap." Ah ya, ya bentar." Dia buru-buru keluar dari balik meja kerjanya dan membantu Rubi menurunkan pria itu ke atas brankar.
"Rub, siapa pria yang kamu bawa ini?" Tanya wanita yang di panggil 'Yun' tadi. Tatapannya menyapu ke seluruh tubuh pria yang tengah berbaring di atas brankar.
"Aku juga nggak tau, Yuniar. Tadi aku nemuin dia udah pingsan di tengah jalan," bohong Rubi. Dia enggan berterus terang pada staf klinik sekaligus temannya itu jika pria itu begitu karena ulahnya dengan berbagai alasan.
Wanita yang bernama Yuniar itu hanya manggut-manggut saja.
"Eh, tapi....kenapa kamu ngelayab malam-malam, Rubi? bukan nya seharusnya kamu sedang dipingit ya?"
Pertanyaan Yuniar membuat Rubi terdiam. Andai temannya itu tau apa yang sudah terjadi. Tapi..." Apa dokter Yanto ada, Yun?" Rubi mengalihkan pertanyaan Yuniar.
Wanita itu menggelengkan kepalanya." Dokter Yanto kan tugasnya cuma nyampe sore. Kalau malam ya cuma ada staf-staf nya doang."
Rubi terdiam. Kemudian dia berkata setelah diam beberapa saat. "Kalau gitu aku titip pria ini disini sampe besok ya, Yun. Tolong kamu rawat dulu sebelum dokter Yanto datang."
Permintaan Rubi di anggukan oleh Yuniar. Tetapi saat Rubi hendak beranjak, pria itu tiba-tiba menahan tangannya.
"Mau kabur kemana kamu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
hadir nyimak thor
ehh sadar yah... jangan" tadi dia gak pingsan krn mau di gendong Rubi..😁
2024-05-30
0
Kamiem sag
😀
2024-03-30
1
Mrs.Riozelino Fernandez
apa tuh???
2024-03-11
1