Bab 19

Pekanbaru, Riau

Adlia memasuki ruang rawat inap dengan hati yang berdebar. Ia melangkah perlahan, menghindari suara langkah kaki agar tidak mengganggu keheningan yang menyelubung. Di sampingnya, Hilmi mengikuti dengan langkah yang sama hati-hati.

Adlia menarik kursi dan duduk di samping Jihan yang terbaring lemah. Ia menatap wajah pucat Jihan. Adlia menggenggam tangan Jihan, air matanya menetes. Ia merasakan betapa pilu kakak angkatnya saat itu, sehingga memilih menelan pil tidur.

Hilmi mengusap wajah, ia yang berdiri di samping kiri Jihan, membungkukkan tubuhnya. Hilmi dengan penuh kekhawatiran, mengecup kening Jihan. Setetes turun dari mata elang Hilmi, membasahi kening Jihan.

Hilmi beralih menatap Azam yang duduk di sofa. Marah. Sedih. Khawatir. Ya. Perasaan itu jadi satu dalam diri Hilmi. Hilmi melangkah mendekati Azam, ia pun duduk di samping Azam.

"Kenapa bisa sampai begini, Bang?" Getar suara Hilmi terdengar merinding. Ia merasa Azam tidak bisa menjaga Jihan, kakaknya.

"Maaf, Mi ..." lirih Azam. Ia menarik napas dalam. Matanya sendu, menatap wanita yang ia cintai terbaring tidak sadarkan diri.

"Mbak Jihan mencintaimu, Bang. Jika keinginan saya, kalian pisah saja. Kembalikan mbak Jihan pada kami."

Pernyataan Hilmi membuat Azam spontan menatapnya. Merasa dirinya ditatap, Hilmi pun balik menatap Azam yang berada di sampingnya.

"Itu tidak akan pernah saya lakukan!" sergah Azam.

"Jika memang tidak akan pernah Abang lakukan ... saya mohon sekali, ini pertama dan terakhir mbak Jihan seperti ini. Sudah cukup Abang menyakiti dua saudari saya. Baik mbak Jihan maupun Adlia, mereka penting dalam hidup saya."

Sorot mata Hilmi begitu tajam, menatap lekat Azam yang merasa bersalah. Bukan keinginan Hilmi berseteru dengan Azam, ia hanya tidak ingin Jihan lebih terluka lagi.

Keheningan kembali menyapa. Adlia yang masih setia menggenggam tangan Jihan merasakan sesuatu. Ia merasa jemari Jihan bergerak perlahan. Adlia mengusap air mata, ia menatap Jihan yang perlahan membuka mata.

"Mbak ..." tutur Adlia pelan, namun terdengar oleh Azam dan Hilmi.

Mendengar Adlia memanggil Jihan, kedua pria itu spontan berdiri dari sofa. Mereka langsung melangkah, mendekati Jihan dan Adlia. Hilmi berdiri di samping Adlia, sedangkan Azam berdiri di samping kiri Jihan. Enam pasang mata menatap Jihan penuh harap.

Azam menggenggam jemari Jihan. Air mata tampak menetes dari pelupuk Azam. Pria itu mengusap kepala Jihan.

"Dinda ..." lirih Azam.

Bukan jawaban yang didapat, namun air mata menetes dari ujung mata Jihan. Tatapan Jihan sayu, namun masih terlihat jelas sorot cinta pada Azam. Jihan mengerjapkan mata, perlahan menggerakkan tangan. Jihan mengangkat tangan menyentuh wajah Azam. Wanita itu menyeka air mata suaminya dengan hati-hati.

Jihan mengalihkan pandangan menatap ke sebelah kanan. Ia melihat kedua adiknya menatap penuh harap. Jihan tersenyum tipis, ia balas menggenggam erat jemari Adlia yang terus menggenggamnya.

Di tengah keharuan, Azam teringat bahwa dia harus memanggil dokter jika Jihan sudah sadar. Azam bergegas menekan bel yang langsung memberitahu dokter.

Tidak membutuhkan waktu lama. Dokter dan perawat memasuki ruang rawat Jihan. Melihat dokter dan perawat datang, Azam mempersilakan dokter memeriksa Jihan.

Cukup lama dokter memeriksa Jihan, akhirnya selesai. Dokter itu kembali mengalungkan stetoskop di leher. Ia menatap Azam, sebagai wali dan suaminya.

"Istri Bapak hanya tinggal istirahat dan jangan terlalu stres."

"Tidak ada yang serius kan, Dok?" tanya Hilmi, ia penasaran dan khawatir dengan kondisi Jihan.

"Tida ada, Pak. Bu Jihan cepat mendapat penanganan, jadi reaksi pil tidur di dalam tubuh belum begitu aktif, karena umumnya pil tidur bereaksi 20 sampai satu jam setelah minum," tutur dokter, menjelaskan.

"Tapi, kenapa bisa tidak sadarkan diri, Dok?" Hilmi kembali bertanya.

"Pil tidur seharusnya dikonsumsi hanya oleh penderita insomnia atau kesulitan tidur. Sedangkan yang terjadi oleh bu Jihan, tidak mengalami gejala insomnia. Bu Jihan mengkonsumsi lima butir sekaligus, menimbulkan efek kesulitan bernapas, bicara melantur, pingsan dan shock. Dikarenakan bu Jihan cepat mendapat penangan, jadi reaksi obat belum terlalu aktif. Sudah aktif namun belum sepenuhnya aktif. Bu Jihan mengalami shock karena pertama kali mengkonsumsi pil tidur, yang bukan sebagai penderita insomnia."

Hilmi mengangguk pelan, ia memahami apa yang dijelaskan oleh dokter. Ia menatap Jihan dengan perasaan khawatir, tatapannya begitu nanar.

Maafkan aku yang lalai menjaga mbak, Yah! Hilmi membatin, seakan berbicara pada ayahnya.

"Satu lagi, Pak Azam ..." tutur dokter beralih menatap Azam. "Jangan sampai bu Jihan mengalami stres yang berlebih, karena akan menyebabkan gangguan psikis pada bu Jihan," terang dokter tersebut.

"Baik, Dok. Terima kasih." Azam menjawab dengan senyum getir. Ia benar-benar merasa bersalah pada istrinya.

Dokter itu menatap jam yang menempel di dinding. Ia pun kembali berkata, "Jam 14.00 saya akan kembali untuk melihat perkembangan bu Jihan. Sekarang ... saya permisi."

"Silakan, Dok!" jawab Azam.

"Terima kasih, Dok." Adlia dan Hilmi menimpali secara bersamaan.

Kepergian dokter dan perawat kembali menciptakan keheningan. Tidak ada satu pun suara yang keluar, kecuali denting jarum jam yang mengisi kesunyian ruangan.

Adlia yang sejak datang duduk di kursi sebelah tempat tidur, di mana Jihan terbaring lemah. Ia menatap wajah Jihan dengan penuh kekhawatiran dan cinta yang mendalam. Meski Jihan terlihat pucat, namun ia sudah lega setelah mendengar penjelasan dokter.

Adlia menggenggam tangan Jihan dengan lembut, merasakan kehangatan yang masih tersisa di dalamnya. Ia mengingat semua momen indah yang mereka lewati bersama, tawa dan tangisan yang mereka bagikan, serta kasih yang selalu mereka ungkapkan.

Dalam keheningan ruangan, Jihan berbicara dengan suara lembut. Ia menatap Adlia dengan penuh kasih.

"Maaf ... Lia ..." lirih Jihan, suaranya terdengar lemah.

Kening Adlia mengkerut mendengar maaf Jihan yang tiba-tiba. "Kenapa Mbak minta maaf? Ini bukan salah Mbak, jadi ... jangan berpikir yang aneh-aneh dahulu, ya?" pinta Adlia, sembari mengusap pundak Jihan.

Adlia menyeka air mata Jihan yang berlinang. Ia semakin mengeratkan genggaman. Ia tersenyum menatap Jihan yang juga mengeratkan genggamannya.

"Zidan datang loh, Mbak. Bibi bawakan sesuatu untuk Mbak," tutur Adlia. Ia berniat memberitahu Jihan agar kakak angkatnya itu tidak berpikir yang aneh-aneh.

"Bang ...."

Alih-alih merespon Adlia, Jihan beralih memandang Azam. Tatapan nanar dan senyum getir tercetak jelas di wajah Jihan. Azam yang merasa Jihan membutuhkannya, langsung mendekat dan menggenggam tangan Jihan.

"Segeralah menikah dengan Lia, Bang ...."

Mendengar permintaan Jihan, Azam bagaikan tersambar petir. Bukan hanya Azam, Adlia dan Hilmi pun juga merasakan yang sama. Jihan dengan suara lemah namun penuh tekad, menginginkan pernikahan suaminya, Azam, dengan Adlia adik angkatnya segera dilaksanakan.

"Mbak ..." panggil Adlia membuat Jihan beralih menatapnya.

Adlia berusaha berbicara. Akan tetapi, kata-kata tercekat di tenggorokan. Ia menatap Jihan dengan mata yang terbelalak. Ia semakin tidak percaya dengan apa yang diinginkan Jihan.

Di samping Adlia, Hilmi tampak sama terkejutnya. Ia menatap Jihan dengan mata terbuka lebar. Hilmi semakin tidak habis pikir akan jalan pikiran kakaknya. Akan tetapi, Hilmi juga tidak bisa mencegah Jihan.

Ruang itu terasa begitu hening, seakan waktu berhenti sejenak. Mereka berempat diam membisu, hanya mata yang saling berkata. Mereka saling pandang, mencoba mencari jawaban di mata satu sama lain.

Jihan menatap mereka semua dengan mata yang lemah namun penuh tekad. Ia tahu apa yang ia minta semakin menambah luka, namun ia juga tidak ingin merasakan kepiluan lebih lama lagi.

Maaf atas keegoisanku!

Jihan mengakui keegoisannya dalam hati. Ia menatap Adlia penuh rasa bersalah.

Terpopuler

Comments

Kikan Dwi

Kikan Dwi

udah tau egois. awas aja nanti nyalahin lia

2024-04-15

0

Kikan Dwi

Kikan Dwi

bukan salah Azam sih menurut ku, Jihan yang salah tapi lebih salah lagi mak nya Azam. tp mak nya Azam juga gak sepenuhnya salah juga karena ingin cucu.. ahhhh gak tau udah aja yang salah author nya 😂😂😂😂 udah bikin jihan gk bisa hamil 😝

2024-04-15

0

Adira Azzahra

Adira Azzahra

kok yang dia pikirkan cuman menikahkah suaminya sih ....😒

2024-03-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!